Jumat, 31 Mei 2013

Pengamat: Pemerintah Jangan Hanya Gunakan Data BPS

30 Mei 2013

Ternate (Antara Maluku) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Irmon Machmud mengatakan pemerintah jangan hanya menggunakan data Badan Pusat Statistik dalam menyalurkan dana kompensasi penyesuaian harga bahan bakar minyak kepada masyarakat miskin.

"Saya tidak menganggap data BPS salah, tapi saya bisa memastikan bahwa masih banyak warga miskin yang berhak menerima kompensasi penyesuaian harga BBM, tetapi belum terdata oleh BPS," katanya di Ternate, Kamis.

Pengamat politik yang juga Ketua Pusat Studi Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) itu mengatakan hal tersebut, menyusul keputusan pemerintah akan memberikan kompensasi penyesuaian harga BBM kepada masyarakat miskin, seperti berupa bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebesar Rp150 ribu per rumah tangga per bulan, dan bantuan raskin sebanyak 30 kg per rumah tangga per bulan.

Menurut dia, pemerintah harus menginstruksikan kepada seluruh pemerintah daerah di Indonesia untuk mendata ulang warga miskin yang berhak menerima kompensasi penyesuaian harga BBM di daerah masing-masing dengan cara melibatkan Ketua RT atau kepala kampung dalam pendataan ulang itu.

Jika pendataan ulang itu, kata Irmon, ada warga miskin yang belum masuk dalam data BPS maka mereka itu harus dimasukan sebagai warga penerima kompensasi penyesuaian harga BBM, karena jika tidak maka keinginan pemerintah untuk mengurangi dampak penyesuaian harga BBM pada masyarakat miskin tidak akan sepenuhnya terwujud.

�Justru jika dalam penyaluran kompensasi penyesuaian harga BBM, terutama yang berupa BLSM dan bantuan raskin ada warga miskin yang tidak menerima akan menimbulkan kecemburuan sosial dan itu berpotensi menjadi bibit konflik,� katanya.

Ia mengatakan, pemberian kompensasi penyesuaian harga BBM kepada masyarakat miskin memang merupakan langkah bijak untuk meringankan beban hidup masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan syarat semua masyarakat miskin mendapat kompensasi itu.

Pemerintah kata Irmon, juga harus mengawasi secara ketat penyaluran kompensasi penyesuaian harga BBM tersebut, teruma untuk penyaluran raskin karena sangat rawan terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan di lapangan, misalnya dari segi jumlah maupun harga tebus.

Hal itu terbukti dalam penyaluran raskin selama ini yang sering hanya diberikan 10 kg dari 15 kg yang harus diterima warga, begitu pula harga tebusnya dinaikkan dari Rp1600 per kg menjadi Rp2500 per kg, ujar menambahkan.


Bulog Lampung Wajib Salurkan Beras Lokal untuk Raskin

30 Mei 2013

Metrotvnews.com, Bandarlampung: Komisi II DPRD Lampung mewajibkan Perum Bulog Lampung menyalurkan raskin hasil penyerapan lokal.

Beras lokal jauh lebih baik kualitasnya dibandingkan beras yang didatangkan dari provinsi lain.

Ketua Komisi II DPRD Lampung Ahmad Junaidi Auli, Kamis, (30/5), mengatakan hal itu juga pernah disampaikannya dalam dengar pendapat Komisi II DPRD Lampung di hadapan  Biro Perekonomian dan Bulog belum lama ini.

Bulog Lampung menerima warning (peringatan) untuk tidak melakukan kelalaian kembali dalam penyaluran raskin.

"Saya minta, Bulog dapat menyajikan raskin yang baik, dan bukan seperti yang terjadi kemarin. Ini peringatan terakhir untuk Bulog memerbaiki kinerjanya," katanya.

Lampung yang merupakan penghasil beras. Sudah seharusnya, masyarakat Lampung mendapatkan beras yang layak. (Ahmad Novriwan)

Editor: Edwin Tirani


Penunjukan Bulog Sebagai Stabilisator Daging Melanggar Aturan

29 Mei 2013

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyoroti penunjukan Bulog sebagai alat pengendali harga daging. Keputusan Menteri Perdagangan menjadikan tugas Bulog bertambah. Padahal dirunut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pendirian Perum Bulog , perusahaan pelat merah ini hanya diberikan kewenangan untuk menjadi stabilisator komoditas beras. 

"Harus dilakukan perubahan peraturan," ujar Ketua Komisi IV DPR RI, Romahurmuzy ditemui di kawasan DPR, Rabu (29/5).  

Saat ini kewenangan Bulog diatur berdasarkan Letter of Intent (Lol). Peran ini dibuat pemerintah bersama Badan Moneter Ineternasional(Internasional Monetary Fund/IMF). Politisi Partai Persatuan Pembangunan ini memandang dibutuhkan payung hukum yang lebih dari sekedar keputusan Menteri Perdagangan untuk meluaskan kewenangan Bulog selain mengurus komoditas beras. 

Bulog direncanakan sudah dapat melakukan operasi pasar mulai bulan Juni. Tambahan daging impor milik Bulog akan dipasarkan melalui kelurahan-kelurahan. Menteri Pertanian Suswono mengatakan Bulog bahkan telah meminta untuk ikut terlibat bisnis daging impor untuk seterusnya. 

Reporter : Meiliani Fauziah
Redaktur : Nidia Zuraya

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/ritel/13/05/29/mnk22y-penunjukan-bulog-sebagai-stabilisator-daging-melanggar-aturan

Rabu, 29 Mei 2013

Memalukan, Polda Diminta Tangkap Aparat Bulog Lampung

29 Mei 2013

LAMPUNG_BARAKINDO- Lantaran menyalurkan Beras Miskin (Raskin) yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) Inpres Perberasan, Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Lampung akan segera mendapat surat teguran dari Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP.

"Kejadian ini sangat disesalkan, karena sudah sering terjadi. Pemerintah Provinsi Lampung akan segera  mengambil langkah dengan membuat surat teguran setelah mendapat hasil investigasi dilapangan," kata Sjachroedin.
Ia mengatakan, seharusnya Bulog lebih teliti dalam pemesanan beras, termasuk pendistribusiannya. Mantan Kapolda Jawa Barat itu juga menegaskan, Bulog seharusnya terlebih dahulu mengecek berasnya sebelum di distribusikan kepada Keluarga Miskin (Gakin).
Sementara Asisten II Bidang Ekonomi Keuangan dan Pembangunan Pemprov Lampung, Arinal  Djunaidi mengatakan, saat ini pihaknya sedang menunggu laporan hasil penyelidikan dilapangan. Dan jika benar bahwa Perum Bulog melanggar ketentuan yang ada, tentu pemerintah provinsi akan segera mengirimkan surat teguran. "Kita akan segera mengirimkan surat teguran ke Bulog jika hasil laporan akurat. Kita sedang tunggu itu," kata Arinal.
Ia juga menegaskan, kejadian itu sangat memalukan, apalagi Bulog sudah sering bermasalah soal pendistribusian dan pengoplosan beras secara sembunyi-sembunyi.
Buruknya kinerja Bulog Divre Lampung, yang telah mendistribusikan 70 ton beras untuk rumah tangga miskin yang tidak layak konsumsi juga, mendapat sorotan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Ketua DPRD Lampung, Marwan Cik Asan, menyesalkan kinerja Bulog yang mendistribusikan Raskin asal Jombang, Jawa Timur itu, untuk dikonsumsi masyarakat miskin di Lampung. "Ini memang, sungguh menyedihkan. Sementara Lampung sebagai lumbung beras Sumatera, kok justru beras jelek yang diberikan kepada rumah tangga miskin di daerah ini," ujarnya.
DPRD Lampung akan segera menugaskan Komisi II untuk segera melakukan hearing dengan Bulog untuk menindaklanjuti informasi dan pemberitaan yang meresahkan masyarakat itu.
"Kita akan segera menugaskan Komisi II untuk melakukan hearing dengan Bulog secepatnya. Minggu depan kita akan jadwalkan waktunya," katanya.
Desak Polisi
Sebelumnya, aparat kepolisian dari Polresta Bandar Lampung menggrebek Gudang Bulog di Lampung Utara karena disinyalir digunakan sebagai tempat untuk mengoplos beras Raskin busuk dengan beras impor. Dari hasil penggrebekan itu, polisi menemukan puluhan karung beras asal Jombang, Jawa Timur.
Ketua Umum Gerakan Pembebasan Warga Terisolir, Jacobus K.Mayong Padang mengungkapkan, bahwa tidak cukup hanya diberikan surat teguran kepada semua pihak yang diduga terlibat dalam penyaluran beras TMS Inpres Perberasan tersebut. “Tidak cukup hanya dengan teguran saja. Seharusnya Polisi menangkap mereka yang bertanggungjawab atas Raskin tidak layak konsumsi itu,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi I DPRD Lampung, Farouk Daniel. Ia mendorong aparat Kepolisian dari Polda untuk mengungkap indikasi penyelewengan beras Raskin di Bulog Divre Lampung.
“Tolong persoalan ini diteruskan, jika ditemukan alat bukti yang kuat. Dan jika tidak terbukti, maka tolong keluarkan Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3),” tegasnya. (Redaksi)*
 

Pemerintah Dinilai Tak Serius Urus Pangan

28 Mei 2013

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai tidak serius dalam mengurus pangan dalam negeri. Akibatnya, kondisi pangan di Indonesia semakin rentan. Lalu ambisi untuk mewujudkan pangan yang berdaulat di negeri sendiri masih jauh dari harapan.

Hal tersebut disampaikan oleh Aliansi untuk Desa Sejahtera (ADS) sebagai catatan kepada pemerintah.

"Meski besaran anggaran untuk pangan terus meningkat, tetapi fakta yang terjadi di lapangan memperlihatkan sebaliknya. Kondisi pangan Indonesia justru semakin rentan," kata Tejo Wahyu Jatmiko, koordinator nasional ADS, dalam siaran pers yang diterima Republika di Jakarta, Selasa (28/5).

Tejo mengatakan, sejauh ini anggaran untuk pangan masih banyak diberikan kepada pihak yang tak berhak menerima. Ia menilai anggaran tersebut justru hanya menguntungkan sekelompok orang saja.

"Banyak keanehan, bahkan kesesaatan dalam proses menerjemahkan Rencana Kerja Jangka Panjang (RKJP) dan Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) menjadi proyek-proyek yang tidak saling berkaitan untuk mendukung kedaulatan pangan," ujar Tejo.

Said Abdullah, koordinator Pokja Beras, mengatakan, pemerintah bersikap tidak serius untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Ini terlihat dengan semakin derasnya impor pangan ke Indonesia.

"Data BPS menunjukkan dari tahun ke tahun rasio ekspor-impor produk pertanian semakin besar. Volume dan nilai impor terus bertambah sementara ekspor terus menurun," papar Said. 

Sejauh ini pemerintah, menurut Said, belum fokus untuk memperkuat sistem pangan kepada para produsen pangan kecil di negeri ini. Ia pun menyangsikan kemauan pemerintah untuk mewujudkan pangan yang berdaulat di negeri sendiri.

"Tidak heran kalau target swasembada beberapa produk pangan, diantaranya daging sapi akhirnya menjadi sumber pendanaan partai, karena produsen pangan kecil kita tidak menjadi fokus untuk memperkuat sistem pangan bangsa," ujar Said.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/28/mnilbb-pemerintah-dinilai-tak-serius-urus-pangan

Bulog Inginkan Seterusnya Jadi Importir Daging

28 Mei 2013

REPUBLIKA.CO.ID, BANTEN -- Pemerintah secara resmi menunjuk Perum Bulog untuk terlibat pada bisnis sapi impor. Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengatakan pihak Bulog bahkan meminta agar bisa mengimpor daging untuk seterusnya.

"Bulog menginginkan jangan hanya sementara namun ia meminta kesempatan untuk jadi importir," ujar Mentan saat mengunjungi tempat penggemukan sapi potong di Teluk Naga, Banten, Selasa (28/5).

Penunjukan Bulog sebagai stabilisator harga daging sekrang ini bersifat darurat. Pemerintah akan memantau apakah solusi jangka pendek ini berjalan efektif. Bulog dinilai tepat untuk diberikan kuota  impor dibandingkan pihak swasta. Pemerintah khawatir pihak swasta justru memanfaatkan momen Lebaran untuk mendulang untung yang terlampau besar.

Bulog menurutnya telah melakukan persiapan untuk bergelut di bisnis ini. Mentan menyakini Bulog memiliki perhitungan yang matang. Sebagai pelaku bisnis, Bulog tentunya harus mendapatkan juga keuntungan dari pemasukan daging impor ini. Nantinya Bulog tidak akan diistimewakan dari importir lainnya. Pemerintah tidak akan memberikan subsidi untuk Bulog terkait bisnis daging impor.

Pemerintah pun menjamin daging yang diperoleh Bulog untuk operasi pasar tidak merembes ke sembarang tempat. Tambahan daging impor ini terbatas hanya untuk wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Operasi pasar nanti akan dilangsungkan di kelurahan-kelurahan."Jadi bukan di pasar ya. Operasi pasar ini untuk mesyarakat yang daya belinya rendah," ujar Mentan.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Bachrul Chairi mengatakan pihaknya masih menungu surat permohonan Bulog sebagai Importir Terdaftar (IT). Surat ini dibutuhkan setiap importir agar dapat melakukan pemasukan daging impor. Kementrian Perdagangan (Kemendag) juga belum mengetahui produk impor jenis apa yang diinginkan Bulog.

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/ritel/13/05/28/mni4kt-bulog-inginkan-seterusnya-jadi-importir-daging

                     

Selasa, 28 Mei 2013

Ditugaskan operasi pasar, jatah impor daging Bulog belum jelas

28 Mei 2013

Hasil rapat Kementerian Koordinator Perekonomian memungkinkan Badan Urusan Logistik (Bulog) mendapat jatah impor, khusus untuk operasi pasar (OP) dalam menstabilkan harga daging sapi jelang Lebaran. Namun, sampai sekarang Kementerian Perdagangan belum memberi isyarat jelas, berapa ton kuota yang didapat perusahaan pelat merah itu.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengaku baru menerima surat permohonan impor dari Bulog. Untuk jumlahnya dia enggan menyebut. "Untuk Bulog mereka sudah menyampaikan aspirasinya, Insya Allah dalam waktu dekat bisa kita sikapi," kata Gita di kantornya, Jakarta, Senin (27/5).
Di kesempatan yang sama, Menteri Pertanian Suswono menegaskan Bulog dipastikan mendapat tugas menormalisasi harga daging sapi sebelum Lebaran. Dasar hukumnya adalah SK dari Mentan dan Mendag.
Suswono yakin impor daging Bulog tidak akan rembes dan malah dimanfaatkan importir nakal. Pasalnya, BUMN itu adalah perpanjangan tangan negara dan sasaran operasi pasar itu ke wilayah miskin.
"Ada jaminan, Bulog ini ditugaskan pemerintah tentu tidak mungkin akan melakukan upaya-upaya yang tidak diharapkan. Operasinya tidak langsung ke pasar, tapi ke kelurahan, kita operasi untuk mereka-mereka yang tanda kutip daya belinya rendah," kata Suswono.
Meski demikian, Suswono juga enggan menyebutkan jatah impor yang diterima Bulog. Dia hanya memberikan hitungan kasar, bahwa impor operasi pasar kira-kira membutuhkan 2.000 ton daging per bulan.
"Misalnya untuk kebutuhan DKI dan sekitarnya 3.000 ton per bulan ya paling banyak yang diimpor 2.000 ton. Nah biasanya untuk Ramadhan ada tambahan (permintaan) 30 persen. Jadi kira-kira kebutuhan impornya sekitar 2.000 ton per bulan," tandasnya.
Kabar beredar selama ini, Bulog meminta jatah 3.000 ton untuk operasi pasar selama Juni mendatang.
Berdasarkan Surat Keputusan bersama Mendag dan Mentan kuota impor untuk triwulan II ditambah menjadi 30.000 ton dari alokasi triwulan III. Dengan total kuota daging beku dan sapi bakalan 2013 sebesar 80.000 ton, sebetulnya setiap triwulan impor hanya mencapai 20.000 ton. Namun, ada kemungkinan lain tambahan impor 8.000 ton untuk operasi pasar.
[bmo]
 
 Reporter : Ardyan Mohamad

Raskin, Bantuan Tanpa Kesungguhan dari Pemerintah

28 Mei 2013

Suatu sore seorang santri bertanya kepada nenek tua tetangga pesantren mengenai apa yang dia lakukan dengan berlama-lama duduk di depan rumahnya. Nenek tua tua menjawab sedang membersihkan beras jatah dari pemerintah atau lebih sering disebut beras raskin Bulog.
Mengapa kok lama sekali?
1369710808942090297
img; blogspot.com
Jawabannya adalah karena dia membersihkan kerikil yang banyak serta memilih beras yang memang layak untuk ditanak.
Usai mendengar penuturan santri tersebut saya tidak sempat melihat model berasnya seperti apa, karena harus pulang ke desa. Di sana ternyata juga sedang ada pembagian beras raskin.
Saya sempat melihat proses pembagian beras itu. Yang mengherankan adalah adanya tengkulak yang siap membeli beras itu jika ada yang mau jual. Dari harga belinya orang miskin ke pemerintah 2000/ kg, mereka siap membeli 3000 sampai 4000 /kg.
Ternyata banyak sekali orang miskin yang menjual beras itu kepada tengkulak, lalu mereka membeli beras yang sedikit lebih mahal yakni sekitar 5000-6000/kg agar bisa dimakan.
13697108771874107492
img; blogspot.com
Informasi yang saya peroleh, beras yang sudah jelek itu kemudian dijual lagi ke Bulog. Boleh jadi ketika di Bulog, beras yang sudah parah itu di timbun untuk beberapa lama kemudian dibagikan lagi kepada rakyat miskin.
Kalau begini caranya, bagaimana rakyat miskin bisa makan beras yang memang layak untuk dimakan? Ini bukti bahwa pemerintah tidak niat sungguh-sungguh membantu orang miskin. Hanya membantu sekadar gebyar dan kelihatannya saja.



Raskin Tidak Layak Konsumsi, Gubernur Tegur Bulog Lampung

28 Mei 2013

Bandarlampung (Lampost.co): Gubernur Lampung Sjachroedin ZP segera membuat surat teguran kepada Bulog Divisi Regional Lampung atas pendistribusian beras bagi rumah tangga miskin yang tidak layak dikonsumsi sebanyak 70 ton.

"Kejadian ini sangat disesalkan, karena kerap terjadi pada Bulog. Pemerintah Provinsi Lampung akan segera mengambil langkah dengan membuat surat teguran apabila hasil investigasi di lapangan benar," kata Sjachroedin di Bandarlampung, Senin.

Ia mengatakan seharusnya Bulog lebih teliti dalam pemesanan beras dan masalah pendistribusian, karena hak rakyat dalam mengkonsumsi beras harus berstandar baik seperti yang dicanangkan pemerintah.

Mantan Kapolda Jawa Barat ini menegaskan, seharusnya Bulog lebih dulu yang mengecek beras tersebut sebelum didistribusikan kepada masyarakat miskin. Asisten II Bidang Ekonomi Keuangan dan Pembangunan Pemprov Lampung Arinal Djunaidi mengatakan, pihaknya saat ini sedang menunggu laporan hasil penyidikan. Apabila benar Bulog melanggar ketentuan yang ada tentu pemerintah provinsi akan segera mengirimkan surat teguran.

"Kita akan segera kirim surat teguran ke Bulog jika hasil laporan akurat, kita sedang tunggu itu" kata Arinal.

Ia menegaskan, kejadian itu sangat memalukan, apalagi Bulog sudah sering bermasalah soal pendistribusian dan pengoplosan beras secara sembunyi. Buruknya kinerja Bulog Divre Lampung, yang telah mendistribusikan 70 ton beras untuk rumah tangga miskin yang tidak layak mendapat sorotan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.

Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Asan menyesalkan kinerja Bulog yang justru mendistribusikan beras miskin asal Jombang Jawa Timur, untuk dikonsumsi rumah tangga miskin bagi warga Lampung.

"Ini memang, sungguh menyedihkan, sementara Lampung sebagai lumbung beras Sumatera. Justru, mengapa beras jelek yang harus diberikan kepada rumah tangga miskin di daerah ini," ujarnya.

DPRD Lampung akan segera menugaskan Komisi II untuk segera melakukan hearing dengan Bulog menindaklanjuti informasi dan pemberitaan yang meresahkan masyarakat. "Tentu kita akan segera tugaskan, Komisi II untuk melakukan hearing dengan Bulog secepatnya. Minggu depan kita akan jadwalkan waktunya," katanya.

Anggota Komisi I DPRD Lampung Farouk Daniel mendorong Polda Lampung untuk mengungkap indikasi penyelewengan Bulog Lampung. "Tolong diteruskan permasalahnya apabila memiliki berkekuatan hukum dan terbukti alat buktinya. Dan bila tidak terbukti, tolong keluarkan surat penghentian pemeriksaan perkara (SP3)-nya," katanya. (ANT/L-4)

http://lampost.co/berita/raskin-tidak-layak-konsumsi-gubernur-tegur-bulog-lampung

Senin, 27 Mei 2013

Ancaman Bulog Untuk Pengemplang Raskin

27 Mei 2013

AMBON, AE— Persoalan penyaluran beras untuk masyarakat miskin atau Raskin, tidak pernah tuntas, bahkan kian parah. Tagihan negara ke Kecamatan juga sangat tinggi.

Sampai Mei 2013 ini, tunggakan (pengemplang) pembayaran Raskin di Badan Urusan Logisgtik (Bulog) Maluku sebesar Rp 3 miliar lebih.

Jumlah ini tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Maluku yang besarannya berbeda-beda dan mencapai ratusan juta rupiah. Akibat tunggakan tersebut, hingga kini, Bulog Maluku belum menyalurkan Raskin kepada masyarakat yang berhak menerimanya.

“Jadi sampai dengan tahun 2013 ini, keseluruhan tunggakan Raskin dari sejumlah kabupaten/kota mencapai Rp 3 miliar lebih. Kondisi ini menyebabkan beras yang seharusnya sudah didistribusi kepada masyarakat masih ditahan ”ujar Kepala Bidang Pelayanan Publik Bulog Maluku Muhamad Said kepada pers di Ambon, kemarin.

Dia merincikan , dari total tunggakan Rp 3 Miliar lebih itu, Kabupaten Maluku Tengah Rp 329.165.000, Kota Ambon Rp 137.609.000, Seram Bagian Barat (SBB) Rp 203.578.000, Seram Bagian Timur (SBT) Rp 664.163.000, Buru Rp 707 263.200, Bursel Rp 219 328.000, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) Rp 450.972.000, Kabupaten Aru 197.089.000.

Sementara Kabupaten Maluku Barat Daya sudah melunasi biaya Raskin mereka. “ Sesuai kesepakatan yang dibangun dan ditandatangani pihak camat atau mereka yang bertanggungjawab untuk membayar tunggakan tersebut hingga akhir Juni 2013 ini sudah harus melunasinya. Kalau sampai dengan waktu yang ditentukan belum juga melunasinya, maka Bulog akan menyerahkan masalah ini kepada aparat penegak hukum untuk menanganinya. Untuk tahun ini kita tidak main-main lagi,”tegasnya.

Sesuai aturan, lanjut Said, satu minggu setelah Raskin disalurkan, proses pembayaran segera di lakukan. Hanya saja karena kondisi wilayah Maluku yang terdiri dari pulau-pulau, diberikan kelonggaran hingga satu bulan untuk melunasinya. Namun kelonggaran yang diberikan, justeru disalahgunakan. “Sampai dengan saat ini ada miliaran rupiah uang Raskin yang belum dibayar,” kata Said.

Penyaluran Raskin yang dilakukan pihak Bulog kepada masyarakat merupakan program pemerintah yang harus tetap dijalankan. Ini program pemerintah yang harus dilakukan dan tidak bisa tidak. Karena itu dengan tertundanya pembayaran biaya Raskin akan berdampak kepada masyarakat yang berhak menerimanya. “Saya kira aparat yang menangani penyaluran sampai masyarakat tidak menderita, tetapi masyarakat yang menderita, karena mereka sangat membutuhkan Raskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kesalnya.
(CR2)

http://www.ambonekspres.com/index.php?option=read&cat=53&id=42050

Bulog Resmi Jadi Stabilisator Harga Kedelai

27 Mei 2013

Jakarta - Menteri Pertanian Suswono menjelaskan bahwa Badan Urusan Logistik (Bulog) telah resmi jadi stabilisator harga kedelai. Hal ini lantaran telah dirilisnya peraturan Presiden tangan stabilisasi kedelai. \"Peraturan Presiden (Perpres) mengenai stabilisasi harga telah turun,\" ungkap Suswono di Jakarta, akhir pekan kemarin.
Pemerintah telah menunjuk Bulog untuk jadi stabilisator harga kedelai. Penunjukan Bulog karena lembaga tersebut telah berpengalaman mengendalikan harga seperti harga beras. Sehingga jika kedelai juga dipegang oleh Bulog maka diharapkan harga tetap terkendali. \"Stabilisasi harga kedelai dilakukan oleh Bulog. Sampai saat ini harga di petani Rp700/kg. Yang jelas kita akan melakukan dan menjalankan tugas,\" ucapnya.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengungkapkan bahwa Bulog membutuhkan anggaran Rp2,8 triliun untuk menjadi stabilisator beras. \"Impor yang melakukan Bulog, ini yang paling ideal, sehingga kelebihan keuntungan (dari impor) ini yang dipakai untuk stabilisasi. Supaya Bulog mampu jadi stabilisator maka idealnya seperti beras,\" ujar Sutarto.
Menurut Sutarto, dengan adanya izin impor ini maka pihaknya dapat memperoleh keuntungan dari pengadaan impor kedelai dengan harga murah. Dari keuntungan ini, maka Bulog dapat membeli kedelai dari petani dalam negeri dengan harga di atas Harga Patokan Petani (HPP).
\"Maksudnya seperti impor beras, pada tahun 2011, kita melakukan impor dan pemerintah menyatakan Bulog harus beli di atas HPP dan pemerintah tidak mau bayar dari APBN, tapi disuruh bayar dari keuntungan. Jadi kita impor dapat untung, dan keuntungan inilah untuk membayar petani dengan harga di atas HPP,\" jelasnya.
Izin Impor
Untuk tahap awal, Bulog seharusnya mengadakan pengamanan untuk 400 ribu ton kedelai. Jumlah tersebut masih jauh dibandingkan kebutuhan konsumsi kedelai saat ini yang sekitar 2 juta ton.  Saat ini, 70% dari kebutuhan tersebut atau sekitar 1,8 juta ton masih dipenuhi dari impor. Nantinya, dengan dikantonginya izin impor, Sutarto menyatakan ada beberapa negara yang siap memasok kebutuhan kedelai Tanah Air. \"Kita sudah jajaki, seperti Brasil, Amerika, India juga punya,\" paparnya.
Guna menjaga kedelai ini, lanjut Sutarto, dibutuhkan anggaran sekitar Rp 2,8 triliun. \"Untuk 400 ribu ton dikali Rp 6500-6700 untuk impor di luar negeri, tapi harga kedelai naik turun lebih cepat dari beras,\" tukas Sutarto.
Penunjukan Perum Bulog untuk menangani komoditas kedelai dinilai tepat. Ketua Dewan Kedelai Nasional, Benny Kusbini mengatakan seharusnya pemerintah menempuh langkah ini sejak dulu. Amanat Undang-undang menegaskan bahwa segala hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak semestinya diatur oleh negara. \"Penunjukkan Bulog itu tepat sekali,\" ujarnya.
Namun ia menyarankan agar Bulog bersinergi dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lain untuk mengurus kedelai. Misalnya saja, Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Sinergi ini penting mengingat Bulog juga menjadi stabilisator untuk komoditas beras. \"Supaya kerjanya efisien,\" ujarnya.
Bulog selanjutnya perlu merumuskan prioritas tugas yang harus diselesaikan segera. Pertama, yaitu mengidentifikasi pasar dan potensi dalam negeri. Hal ini penting untuk dijadikan acuan guna menghitung kekurangan yang akan ditambal dari impor.
Selanjutnya Bulog tentu saja harus menetapkan besaran harga patokan pembelian kedelai. Perlu dipastikan apakah usulan harga Rp 7.000 berada di tingkat petani, atau harga di tingkat konsumen. Harga ini sebaiknya ditetapkan per zona wilayah. Infrastruktur dan biaya transportasi masing-masing daerah menurutnya perlu dipertimbangkan dalam menentukan harga kedelai.
Seperti diketahui, pada tahun lalu terjadi krisis kedelai sehingga menyebabkan beberapa harga berbahan baku kedelai seperti tahu dan tempe mengalami kenaikan. Saat ini, DPR tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang Perdagangan. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima meminta agar pemerintah mengendalikan harga tidak hanya untuk kedelai namun untuk 7 bahan pokok.
\"Komisi VI akan memasukan dalam pembahasan UU Perdagangan untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk monopoli 7 bahan pokok, guna melindungi daya beli masyarakat dan pengamanan distribusi. Pemerintah tidak boleh abai begitu saja karena tujuan membentuk pemerintahan adalah melindungi warga negara, termasuk melindungi daya beli masyarakat. Posisi dominan atau monopoli oleh BUMN tidak salah salah sepanjang tidak melakukan abuse (penyalahgunaan) dan bukan maximazing profit,\" tegasnya.

http://www.neraca.co.id/harian/article/28913/Bulog.Resmi.Jadi.Stabilisator.Harga.Kedelai

Ribuan Warga di Dua Kecamatan Belum Terima Raskin Lima Bulan

26 Mei 2013


KBRN, Sumenep: Ribuan warga miskin yang tersebar di dua Kecamatan Sumenep, Masalembu dan Dungkek dipastikan belum mendapat jatah bantuan beras murah untuk rakyat miskin (raskin).
Pasalnya, dua Kecamatan itu belum melakukan penebusan ke Gudang Bulog di Kalianget, sejak Januari 2013 lalu. ”Dari 27 Kecamatan, sebagian besar penebusannya tidak mencapai seratus persen, bahkan terdapat dua Kecamatan, Masalembu dan Dungkek yang belum menebus sama sekali,” ungkap Kepala Bagian Perekonomian Pemkab Sumenep, Moh Hanafi, Minggu (26/5/2013).
Hanafi menyebutkan, jika diakumulasikan selama lima bulan, alokasi raskin di dua Kecamatan itu menumpuk di Gudang Bulog, yakni Masalembu 63, 4 ton dan Kecamatan Dungkek 233, 1 ton. ”Pagu perbulannya untuk Kecamatan Pulau Masalembu sebanyak 12, 6 ton, kemudian Dungkek sebanyak 46, 6  ton,” terang Hanafi.
Menurutnya, rendahnya penebusan raskin oleh dua Kecamatan itu karena mereka kesulitan mencari dana penebusan. ”Namun khusus untuk Kecamatan Masalembu juga disebabkan kondisi cuaca yang menghambat distribusi ke kepulauan,” kata Mantan Camat Lenteng ini.
Hanafi menambahkan, selain Masalembu dan Dungkek, Kecamatan lainnya yang penebusannya juga rendah, diantarannya Batu-Putih, Bluto, Dasuk, Ganding, Gapura, Lenteng, Kangayan, dan Manding. Pemkab telah menyurati tim raskin kecamatan sekaligus mendesak camat setempat agar raskin yang menumpuk itu segera ditebus, sehingga secepatnya terserap pada penerima manfaat.
”Intinya kami menginginkan agar jatah raskin itu cepat diterima penerima manfaat. Karena, komitmennya raskin itu diharapkan tepat waktu, tepat kwalitas dan tepat sasaran,” pungkas Hanafi di Kantor Pemkab.(Faisal Warid/AKS)

  Reporter: Faisal Warid

http://rri.co.id/index.php/berita/54485/Ribuan-Warga-di-Dua-Kecamatan-Belum-#.UaKC5Nh4f3U 

Minta Data Raskin Tak Digubris, MDW Ancam Laporkan Bulog Sampang

26 Mei 2013

Sampang (beritajatim.com) - Berdasar keluhan masyarakat tentang pendistribusian bantuan pemerintah, yakni beras untuk rakyat miskin (Raskin) yang diduga menyusut serta pendistribusian yang molor, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Madura Development Watch (MDW) melayangkan surat ke Bulog Sampang untuk meminta data jumlah penerima raskin tahun 2013.

Kendati demikian, surat yang telah dilayangkan sejak 8 Mei itu, hingga kini belum juga mendapat balasan.

Tamsul, Ketua MDW, mengaku kecewa dengan Bulog yang terkesan mempersulit pemberian data jumlah penerima raskin, sehingga dengan kondisi ini dirinya mengancam akan melaporkan Bulog Sampang ke Komisi Informasi (KI) Jawa Timur.

"Surat yang kami layangkan kepada Bulog atas nama lembaga dan sudah sesuai dengan prosedur, bila pihak Bulog tidak memberikan data tersebut, kami akan melaporkan ke Komisi Informasi," terang Tamsul, Minggu (26/5/2013).

Tamsul juga menambahkan, permintaan data jumlah penerima raskin ini, menyusul adanya temuan dan laporan masyarakat terkait menyusutnya bobot beras raskin, serta pendistribusian kepada penerima manfaat raskin yang molor.

"Mengenai surat MDW, kami akan memberitahukan dulu kepada atasan kami di Pamekasan, karena kami juga harus mengikuti aturan yang ada, kebijakan ada pada pimpinan," tegas Nanang, koordinator raskin Sampang.

Sementara itu, informasi yang dihimpun beritajatim.com, pagu untuk raskin di Kabupaten Sampang tahun 2013 ini, Bulog Sampang perbulan harus mengeluarkan beras seberat 1.600 ton yang akan dibagikan ke 14 kecamatan 182 desa dan 6 kelurahan. [sar/kun]

Reporter : Zamachsari
http://www.beritajatim.com/detailnews.php/1/Ekonomi/2013-05-26/172849/Minta_Data_Raskin_Tak_Digubris,_MDW_Ancam_Laporkan_Bulog_Sampang?utm_source=feedburner&utm_medium=feed&utm_campaign=Feed%3A+beritajatim%2FJvaA+%28Portal+Berita+Jatim%29

Jumat, 24 Mei 2013

Raskin tidak Layak Konsumsi Ditemukan di Kulonprogo

24 Mei 2013

KULONPROGO, berita21.com – Warga masyarakat penerima raskin (beras miskin) minta kepada Bulog untuk meningkatkan kualitas beras yang akan didistribusikan di bulan-bulan mendatang, dibanding yang diterima warga pada pendistribusian sebelumnya.
“Hal ini karena pada pendistribusian bulan lalu ditemukan beras yang tidak layak konsumsi,” kata Martoyo, warga Kulonprogo, Jum’at (24/5) pagi.
Meski dalam kesepakatan bila masyarakat mengetahui dapat menolak apabila beras tidak baik, namun warga tidak melakukan penolakan. Mereka tetap menerima dengan syarat tidak diulang kembali atau kualitas harus lebih baik.
Pada distribusi bulan April 2013, warga di desa Banjarasri Kalibawang sebenarnya tahu, kalau raskinnya yang diterima tidak layak. “Mereka hanya minta agar Bulog tidak mengulangi lagi atau kualitasnya harus lebih baik dibanding yang dibagi sebelumnya,” terang Sri Sudiati, tim raskin Kecamatan Kalibawang.
Pada saat rakor evaluasi distribusi raskin bulan April dan persiapan distribusi raskin alokasi bulan Mei 2013 di Gedung PMI Kulonprogo, Kamis (23/5), Sutarto dari Samigaluh juga mengeluhkan raskin banyak kutunya. “Meski begitu warga tetap menerima beras yang tidak begitu cerah itu,” kata Sutarto.
Berbeda dengan yang terjadi di desa Jatirejo, Lendah, Kulonprogo, raskin yang  tidak layak tersebut ditolak dan langsung diganti oleh Bulog pada hari itu juga. “Semuanya mencapai satu truk,” kata Ngatijo, petugas raskis Kecamatan Lendah.
Selain permasalahan kualitas raskin, Kabid Sosial Dinas Sosnakertrans Kulonprogo Arief Prastowo, S.Sos, MSi, menyampaikan hasil monitoring yang telah dilakukan. Yakni, adanya keterlambatan distribusi di kecamatan Temon sampai siang hari. “Ada perkembangan positif di wilayah Kokap setiap balai desa mencantumkan warga yang berhak menerima raskin,” kata Arief Prastowo.
Terkait keluhan kualitas raskin, Taufiq Budi Santoso dari Bulog DIY mengatakan, setiap beras yang keluar dari gudang Bulog layak untuk dikonsumsi. “Sehingga kalau ditemukan tidak layak konsumsi jangan dibagikan, tapi akan segera diganti,” papar Taufiq sambil menambahkan sekecil apa pun keluhan akan direspon.
Adapun jadwal pendistribusian raskin alokasi bulan Mei diawali Senin (27/5) di kecamatan Samigaluh dan Nanggulan, Selasa (28/5) Kokap, Rabu (29/5) Kalibawang, Kamis (30/5) Temon dan Wates, Jum’at (31/5) Girimulyo, Senin (3/6) Sentolo, Selasa (4/6) Galur dan Lendah, Rabu (5/6) Panjatan, Jum’at (7/6)  Pengasih.

Gun/B21

http://ekonomi.berita21.com/2013/tak-berkategori/raskin-tidak-layak-konsumsi-ditemukan-di-kulonprogo.html 

Permainan Kades dan Mitra Bulog Bikin Karut Marut Penyaluran Raskin

24 Mei 2013

PAMEKASAN - Carut marutnya penyaluran program beras murah untuk rakyat miskin (raskin) di Pamekasan, disebabkan oleh ulah kepala desa dan mitra kerja Bulog dalam pengadaan beras. Kepala Desa ditengarai banyak yang tidak menyampaikan beras raskin pada penerima manfaat, sementara mitra bulog diduga memasukkan beras yang kualitasnya tidak standar.

Wakil Kepala Perum Bulog Sub Divre Madura, Prayitno, mengatakan salah satu indikasi adanya permainan kepala desa dalam kasus itu adalah banyaknya raskin yang tidak sampai pada penerima manfaat. Padahal penyaluran bantuan beras itu dari gudang bulog telah diakukan sesuai ketentuan dan dikawal petugas kepolisian hingga sampai kepada titik distribusi di Kantor Kepala Desa.

“Beras tersebut sudah dikirim dari gudang Bulog ke Balai Desa dengan pengawalan polisi dan disertai tanda bukti terima dari pemerintahan desa. Kami terkejut ketika ada warga masyarakat yang bertanya apakah program raskin masih ada atau tidak. Padahal program tersebut selalu ada setiap bulan,” kata Prayitno, Kamis (23/5).

Selain kades, lanjut Prayitno, penyimpangan raskin juga dilakukan oleh pihak ketiga yang bekerjasama dengan Bulog dalam penyediaan beras. Mereka diduga memainkan kualitas beras sehingga kualitas raskin yang beredar seringkali tidak layak konsumsi. Prayitno berjanji akan memperketat pengawasan masuk dan keluarnya beras ke gudang bulog dan akan memberikan sanksi kepada mitra Bulog yang bermain dengan cara pemutusan kontrak kerja sama.

Terkait dengan kualitas beras raskin yang dinilai tidak layak konsumsi ini, Prayitno mengakui beberapa hari yang lalu ada LSM dari Barisan Madura Bangkit membawa raskin yang dipenuhi kapang ke kantor Bulog Pamekasan. Mereka kecewa karena beras raskin yang disalurkan kepada penerima manfaat tidak layak konsumsi

Prayitno mengaku selama ini Bulog selalu menjadi sasaran tudingan saat terjadi aksus pengurangan jatah maupaun jatah yang tidak tersampaikan ke penerima. Padahal terang dia, lembaganya hanya berperan sebagai penyedia beras dan penyalur raskin ke desa. Bisa jadi, kata Prayitno, raskin yang sudah disalurkan ke desa, dijual kembali oleh oknum kepala desa, yang ingin mencari keuntungan.

Ia menyatakan prihatin dengn banyaknya dugaan penyelewengan raskin di Pamekasan yang terkesan terjadi secara berjemaah di sejumlah desa. Dia juga mengaku telah dipanggil oleh Bupati Pamekasan Achmad Syafii untuk membicarakan masalah tersebut dan telah disepakati untuk memerangi penyelewengan raskin di Pamekasan.

“Kita sudah ada kesepahaman dan kesepakatan untuk mengatasai masalah ini. Semoga saja cepat terselesaikan. Kita tidak ingin ini terus berlarut larut. Karena masalahanya sangat jelas yakni penyaluran kami sudah sampai ketitik distribusi. Bapak Bupati Pamekasan Achmad Syafii juga menyatakan komitmennya untuk membenahi penyaluran raskin ini hingga jauh dari penyelewengan lagi,” pungkasnya. mas

http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=53437e409e9b4214ea549a7996d6f01b&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

1.000 Ton Raskin TMS, Bulog Lampung Dipanggil Pemda & DPRD

24 Mei 2013

SUARA GARUDA; Jumat (24/5/2013).
LAMPUNG- Hangatnya pemberitaan media masa soal skandal 1.000 ton beras Raskin yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) di Lampung Utara (Lampura), rupanya cukup mengejutkan Pemkab dan Komisi B DPRD Lampung Utara (Lampura). Karenanya, dua instansi tersebut berencana memanggil pihak Perum Bulog Subdivre II Lampura.

Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat, Azwar Yazid, M.M menyebutkan, skandal beras Raskin rusak itu merugikan citra Pemkab Lampura.
’’Ada kesan pembiaran pendistribusian beras Raskin tidak layak konsumsi tersebut. Makanya kita akan segera memanggil pihak Bulog untuk menjelaskannya,’’ tegas Azwar, seperti dilansir radarlampung, kemarin.
Menurut Azwar, jika diperlukan, dirinya bersama tim Raskin dan para pihak terkait akan turun langsung ke gudang Bulog di Desa Mulangmaya, Kecamatan Kotabumi Selatan, untuk melihat langsung pelaksanaan pendistribusian, sekaligus melakukan peninjauan ke titik-titik distribusi beras rusak tersebut. ’’Kita akan tinjau langsung ke titik distribusi beras Raskin itu,’’ jelasnya.
Atas persoalan tersebut, kritik keras dilontarkan Koordinator Nasional Protanikita, Bonang. Menurutnya, beredarnya beras Raskin yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) Inpres Perberasan di Provinsi Lampung adalah gambaran dari tidak profesionalnya aparat Perum Bulog Divre Lampung.
“Kasus yang sama juga pernah terjadi pada tahun 2010 lalu, dan menjadi sorotan utama dikalangan Pers Lampung waktu itu. Kenapa hal itu tidak bisa diperbaiki? Ini menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat luas,” ujarnya kepada beritabarak.blogspot.com, Kamis (24/5/2013) kemarin.
Menurut Bonang, seharusnya Bulog Divre Lampung bisa belajar dari kesalahan masa lalu. “Jika aparat Bulog Lampung itu profesional, seharusnya kesalahan pada 2010 itu tidak perlu terulang. Ini adalah salah satu fakta tentang tidak profisionalnya aparat terkait,” jelasnya.
Kritik tajam juga datang dari Ketua Umum Gerakan Pembebasan Warga Terisolir, Jacobus K.Mayong Padang. Kata dia, setelah diamati secara cermat, ternyata banyak sekali persoalan yang terus berulang terjadi di Republik ini.
“ Banyak orang dan pakar-pakar yang mengatakan, bahwa persoalannya terletak pada masalah teknis atau sistem. Tapi menurut saya, masalah terbesarnya berada pada mental aparat. Roh pengabdian aparat kita telah mengalami degradasi yang luar biasa sejak Orde Baru (Orba). Karena Orba memang menekannkan pada pembangunan fisik, bukan karakter seperti pada jaman Bung Karno,” ujarnya.
Jacobus juga menjelaskan, jika idiologi pembangunan fisik itu lalu menumbuhkan roh materialistis yang arahnya untuk memperkaya diri. Maka mayoritas, lanjutnya, walaupun tetap ada segelintir yang teguh pada roh pengabdian, tapi mayoritas telah kerasukan roh materialisme, dan karena itu selalu berusaha mencari kesempatan.
“Makanya, jangan berharap akan ada upaya serius untuk menghentikan banyak persoalan yang menimpa rakyat, termasuk Raskin. Pantaslah sejak dulu Bung Karno mengungatkan kita “Awas, Jangan Sampai Marhaen di Negeri Ini Hanya Menjadi Pengupas Nangka, Kena Getahnya Tapi Tidak Menikmati Nangkanya”, pungkas mantan anggota DPR-RI dua periode yang juga mantan Sekretaris Fraksi PDIP DPR-RI itu.
Dipihak lain, Ketua Komisi B DPRD Lampura, Herwan Mega, S.E, saat dihubungi via ponselnya mengatakan, pihaknya segera memanggil pihak Bulog Subdivre II Lampura. ’’Ya, soal itu akan kita bahas di tingkat komisi, dan secepatnya ditindaklanjuti,’’ singkatnya.
Sementara pihak Perum Bulog sendiri terkesan meremehkan persoalan tersebut. Kasi Monitoring dan Evaluasi Raskin, Idris, S.E mengatakan, sesuai Pedum Raskin dari Bulog Pusat, jika tidak sesuai standar, maka berasnya bisa dikembalikan. ’’Bisa dipulangkan kok. Tapi, ini kan sudah tersebar di masyarakat. Jadi akan kita cari keberadaannya. Kalau sudah habis, berarti layak konsumsi, buktinya habis,’’ katanya setengah bergurau.
Selain itu, untuk monitoring pelaksanaan pendistribusian Raskin hingga titik distribusi (Kantor Desa/Kelurahan), katanya,  ada berita acara yang harus ditandatangani petugas distribusi desa dari pihak Bulog. ’’Salah satunya pointer-nya berisikan hasil pemeriksaan kualitas beras yang didistribusikan, layak atau tidak,’’ jelas Idris.
Karenanya, menurut Idris, pihaknya akan segera turun ke lapangan untuk meng-cross check  dugaan beredarnya beras Raskin asal Jatim yang tak layak konsumsi. ’’Ya, Kamis lah kita akan koordinasikan dan turun lapangan,’’ pungkasnya. (Redaksi)*

http://suaragaruda.blogspot.com/2013/05/1000-ton-raskin-tms-bulog-lampung.html 

Raskin TMS, Aparat Bulog Divre Lampung Tidak Profesional

24 Mei 2013

JAKARTA_BARAKNDO- Gencarnya pemberitaan media masa tentang beredarnya beras Raskin Tidak Memenuhi Syarat (TMS) di Provinsi Lampung, rupanya tidak hanya membuat aparat Kepolisian dari Polresta Bandar Lampung bergerak dan menggerebek Gudang Bulog Subdivre II Lampung Utara (Lampura), namun juga membuat banyak kalangan pemerhati kaum marhaen mengkritik tajam kinerja aparat Perum Bulog Divre Lampung.

Salah satu kritik tajam itu dilontarkan Koordinator Nasional Protanikita, Bonang. Menurutnya, beredarnya beras Raskin yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) Inpres Perberasan di Provinsi Lampung adalah gambaran dari tidak profesionalnya aparat Perum Bulog Divre Lampung.
“Kasus yang sama juga pernah terjadi pada tahun 2010 lalu, dan menjadi sorotan utama dikalangan Pers Lampung waktu itu. Kenapa hal itu tidak bisa diperbaiki? Ini menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat luas,” ujarnya kepada beritabarak.blogspot.com, Kamis (24/5/2013) kemarin.
Menurut Bonang, seharusnya Bulog Divre Lampung bisa belajar dari kesalahan masa lalu. “Jika aparat Bulog Lampung itu profesional, seharusnya kesalahan pada 2010 itu tidak perlu terulang. Ini adalah salah satu fakta tentang tidak profisionalnya aparat terkait,” jelasnya.
Kritik keras juga datang dari Ketua Umum Gerakan Pembebasan Warga Terisolir, Jacobus K.Mayong Padang. Kata dia, setelah diamati secara cermat, ternyata banyak sekali persoalan yang terus berulang terjadi di Republik ini.
“ Banyak orang dan pakar-pakar yang mengatakan, bahwa persoalannya terletak pada masalah teknis atau sistem. Tapi menurut saya, masalah terbesarnya berada pada mental aparat. Roh pengabdian aparat kita telah mengalami degradasi yang luar biasa sejak Orde Baru (Orba). Karena Orba memang menekannkan pada pembangunan fisik, bukan karakter seperti pada jaman Bung Karno,” ujarnya.
Jacobus juga menjelaskan, jika idiologi pembangunan fisik itu lalu menumbuhkan roh materialistis yang arahnya untuk memperkaya diri. Maka mayoritas, lanjutnya, walaupun tetap ada segelintir yang teguh pada roh pengabdian, tapi mayoritas telah kerasukan roh materialisme, dan karena itu selalu berusaha mencari kesempatan.
“Makanya, jangan berharap akan ada upaya serius untuk menghentikan banyak persoalan yang menimpa rakyat, termasuk Raskin. Pantaslah sejak dulu Bung Karno mengungatkan kita “Awas, Jangan Sampai Marhaen di Negeri Ini Hanya Menjadi Pengupas Nangka, Kena Getahnya Tapi Tidak Menikmati Nangkanya”, pungkas mantan anggota DPR-RI dua periode yang juga mantan Sekretaris Fraksi PDIP DPR-RI itu.
Akui Raskin Dari Jatim TMS
Sebelumnya, Kepala Seksi (Kasi) Humas Bulog Divre Lampung, Susana, dengan tegas mengakui, bahwa beras yang berasal dari Jombang, Jawa Timur tersebut memang tidak layak dikonsumsi lantaran tidak memenuhi standar kualitas beras Raskin. Karenanya, secara kelembagaan, Perum Bulog akan mengganti Raskin itu.
Ya, kami mengakui bahwa Raskin tersebut memang tidak layak untuk dikonsumsi. Karenanya, kami akan mengganti raskin itu. Kami akui terjadi kelalaian dalam penyortiran Raskin, karena seharusnya kami lebih teliti,” ujar Susana layaknya dilansir translampung, kemarin.
Sebelumnya juga diberitakan, aparat Kepolisian dari Polresta Lampura menggrebek gudang Bulog Subdivre II Lampura yang berlokasi di Desa Mulangmaya, Kecamatan Kotabumi Selatan. Penggrebekan tersebut dilakukan aparat Kepolisian lantaran banyaknya keluhan masyarakat penerima manfaat terkait buruknya kualitas beras Raskin yang mereka terima.
Dari hasil penggerebekan tersebut, Polisi menemukan puluhan karung beras Raskin TMS yang berasal dari Jombang, Jawa Timur, yang diduga tengah di oplos dengan beras impor. ”Sabtu (11/5/2013) lalu, kami kroscek langsung ke gudang dan meminjam satu karung beras untuk dijadikan sampel,” jelas Kanit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polres Lampura, Iptu Suprianto.
Menurut Suprianto, di karung raskin itu, ditemukan tulisan dari Jombang, Jawa Timur. ”Barang tersebut menurut informasi, masuk sekitar bulan Februari dan Maret 2013 lalu,” terangnya. (Redaksi)*

http://beritabarak.blogspot.com/2013/05/raskin-tms-aparat-bulog-divre-lampung.html 

Bulog Lampung Akui 1.000 Ton Raskin TMS

24 Mei 2013

LAMPUNG_BARAKINDO- Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Lampung mengakui, jika beras Raskin yang diterima hasil Movreg dari Bulog Divre Jawa Timur (Jatim) sebanyak 1.000 ton Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Hal itu disampaikan Kepala Seksi (Kasi) Humas Bulog Divre Lampung, Susana kepada wartawan, Selasa (21/5/2013) kemarin.

Susana dengan tegas mengakui, bahwa beras tersebut memang tidak layak dikonsumsi lantaran tidak memenuhi standar kualitas beras Raskin. Karenanya, secara kelembagaan, Perum Bulog akan mengganti Raskin itu. ”Ya, kami mengakui bahwa Raskin tersebut memang tidak layak untuk dikonsumsi. Karenanya, kami akan mengganti raskin itu. Kami akui terjadi kelalaian dalam penyortiran Raskin, karena seharusnya kami lebih teliti,” ujar Susana layaknya dilansir translampung, kemarin.
Sebelumnya, aparat kepolisian dari Polresta Lampura menggrebek gudang Bulog Subdivre II Lampura yang berlokasi di Desa Mulangmaya, Kecamatan Kotabumi Selatan. Penggrebekan tersebut dilakukan aparat Kepolisian lantaran banyaknya keluhan masyarakat penerima manfaat terkait buruknya kualitas beras Raskin yang mereka terima.
Dari hasil penggerebekan tersebut, Polisi menemukan puluhan karung beras Raskin TMS yang berasal dari Jombang, Jawa Timur, yang diduga tengah di oplos dengan beras impor. ”Sabtu (11/5/2013) lalu, kami kroscek langsung ke gudang dan meminjam satu karung beras untuk dijadikan sampel,” jelas Kanit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polres Lampura, Iptu Suprianto.
Menurut Suprianto, di karung raskin itu, ditemukan tulisan dari Jombang, Jawa Timur. ”Barang tersebut menurut informasi, masuk sekitar bulan Februari dan Maret 2013 lalu,” terangnya.
Sementara terkait dengan disalurkannya beras tidak layak konsumsi kepada masyarakat penerima manfaat di Lampura, Suprianto menyatakan, pihaknya belum melakukan investigasi lebih lanjut. Namun menurut informasi yang di dapat dari Kepala Gudang Bulog, Lubis, sudah sekitar 70 ton dari 1.000 ton beras asal Jombang yang sudah dibagikan ke masyarakat. ”Nah, sisanya tidak jadi dibagikan, karena waktu itu banyak komplain dari masyarakat miskin. Kita mendapat informasi ada beberapa truk Fuso yang datang untuk membawa beras itu kembali ke Bandarlampung,” jelasnya.
Berdasarkan penelusuran Trans Lampung di wilayah Lampung Utara (Lampura), raskin tersebut disimpan di gudang Bulog Sub Divre II Lampung Utara (Lampura), tepatnya di Desa Mulangmaya, Kecamatan Kotabumi Selatan. Mirisnya, 70 ton dari total beras telah didistribusikan ke masyarakat, sebelum akhirnya  disetop karena banjir protes dari warga miskin.
Sebelumnya, Mantan Kepala Gudang (Kagud) Bulog Sub Divre II Lampura, Rahimmudin membeberkan asal-usul beras Raskin yang dikeluhkan masyarakat penerima manfaat hingga akhirnya di grebek Polisi. Menurutnya, saat ia menjabat Kagud, jumlah beras dari Divre Jatim yang masuk ke gudang Bulog Mulangmaya adalah sebanyak 1.000 ton, dan sudah disalurkan sebanyak 63 ton lebih.
”Ketika Raskin itu datang, saya mendapat perintah dari Kepala Sub Divre II (Agus Siswantara-Red) untuk menerimanya. Begitu pula ketika ada perintah untuk disalurkan, ya saya salurkan. Jumlah yang sudah tersebar sebanyak 63 ton lebih, sehingga yang tersisa tinggal sekitar 936 ton lebih. Beras itu datang sekitar Februari 2013 lalu,” jelasnya.
Semula, lanjut Rahimmudin, beras itu tidak langsung disebar dan masih berada di gudang Mulangmaya, milik Bulog Sub Divre II Lampura, karena masih ada stok beras dari Vietnam dan India. ”Setelah stok itu habis, barulah beras dari Jatim itu disalurkan,” jelasnya.
Namun berdasarkan informasi, terjadi komplain keras dari masyarakat atas kualitas beras asal Jombang, dan pendistribusian pun langsung dihentikan, dan kemudian diganti dengan beras dari India lagi. ”Kalau tidak salah, waktu itu dihentikan oleh Bulog Divre Lampung,” ujarnya.
Menanggapi soal buruknya kontrol kualitas beras oleh Bulog Lampura, Rahimmudin yang kini tengah menjabat sebagai Kasi Jasa Bulog Divre Lampung, mengaku dirinya sudah pindah ke Divre Lampung terhitung sejak 16 April 2013. ”Saat itu saya menjabat Kepala Gudang dan apapun perintah dari Kasub, ya kita laksanakan. Diminta memasukkan barang kita laksanakan, dan ada perintah mengeluarkan barang, tergantung dengan delivery order (DO), ya kita keluarkan,” tegasnya. (Redaksi)*

http://beritabarak.blogspot.com/2013/05/bulog-lampung-akui-1000-ton-raskin-tms.html 

Bulog diminta distribusikan raskin layak konsumsi

23 Mei 2013

Kulon Progo (Antara Jogja) - Kalangan masyarakat penerima beras untuk orang miskin di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, meminta Bulog mendisbusikan beras yang layak konsumi.

Anggota tim raskin Kecamatan Kalibawang Sri Sudiati di Kulon Progo, Kamis, mengatakan pendistribusian pada April 2013 pada sejumlah titik distribusi di tingkat desa ditemukan beras yang tidak layak konsumsi dan perlu kualitas beras yang baik.

"Pada distribusi yang lalu, warga di Desa Banjarasri Kalibawang sebenarnya tahu kalau raskinnya yang diterima tidak layak. Masyarakat tidak menuntut beras diganti, hanya minta supaya Bulog pada pendistribusian mendatang tidak mengulangi lagi atau kualitasnya harus lebih baik dibanding yang dibagi sebelumnya," kata Sri dalam rapat koordinas "Evaluasi Distribusi Raskin April dan Persiapan Distribusi Raskin Alokasi Mei 2013".

Seorang warga Samigaluh Sutarto mengeluhkan bahwa, raskin yang diterima warga di Kecamatan Samigaluh banyak ditemukannya kutu. Warga tetap menerima namun kualitas raskin berikutnya lebih baik, meskipun tidak begitu cerah berasnya, masyarakat berharap beras yang dibagikan jangan ada kutunya.

Berbeda dengan yang terjadi di Desa Jatirejo, Kecamatan Lendah, raskin yang menurut warga tidak layak tersebut ditolak dan langsung diganti oleh Bulog pada hari tersebut yang mencapai satu truk.

"Pada saat distribusi di desa Jatirejo, raskin tidak layak sejumlah satu truk, dan langsung diganti oleh Bulog, meskipun yang terjadi di lapangan sopir truknya juga agak kesal," kata petugas raskin Kecamatan Lendah Ngatijo.

Kabid Sosial Dinsosnakertrans Kulon Progo Arief Prastowo mengatakan, berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan yakni adanya keterlambatan distribusi di Kecamatan Temon sampai siang hari. Tidak ditemukan kembali adanya pembagian rata atau bagito (bagi roto) dan masalah kekurangan berat, bahkan perkembangan positif di wilayah Kokap setiap balai desa telah mencantumkan warga yang berhak menerima raskin.

Petugas Bulog DIY Taufik Budi Santoso mengatakan, setiap beras yang keluar dari gudang Bulog layak untuk dikonsumsi, sehingga kalau ditemukan tidak layak konsumsi jangan dibagikan, akan segera diganti.

"Kualitas beras yang didistribusikan Bulog itu kualitas medium. Kami yakin, setiap beras yang keluar dari gudang layak dikonsumsi, sehingga kalau ditemukan tidak layak konsumsi, jangan dipaksakan dibagikan, diinformasikan akan kami ganti dengan yang layak, pokoknya sekecil apapun keluhan akan kami respon, termasuk sopir yang marah untuk balik ke gudang tadi ya," kata Taufik.

Sementara terkait keterlambatan dalam distribusi, Taufik mengatakan, hal ini disebabkan beras diambil dari gudang di Kalasan Sleman yang lokasinya lumayan jauh, karena gudang di Kulon Progo baru dalam pemeliharaan, dan stok 2012 sudah habis. Sehingga pada distribusi selanjutnya dari pengadaan tahun 2013 yang diambilkan dari Kulon Progo.

Adapun jadwal pendistribusian raskin alokasi Mei adalah diawali Senin (27/5) kecamatan Samigaluh dan Nanggulan, Selasa (28/5) Kecamatan Kokap, Rabu (29/5) Kecamatan Kalibawang, Kamis (30/5) Kecamatan Temon dan Wates, Jumat (31/5) Kecamatan Girimulyo, Senin (3/6) Kecamatan Sentolo, Selasa (4/6) Kecamatan Galur dan Lendah, Rabu (5/6) Kecamatan Panjatan, Jumat (7/6) Kecamatan Pengasih.

(KR-STR) 
Oleh Sutarmi
Editor: Mamiek

Berburu Rente Raskin

24 Mei 2013

SESUNGGUHNYA kewajiban pertama dan utama pemerintahan demokratis ialah melayani rakyat. Ironisnya, rapor pemerintah Indonesia yang pemimpinnya dipilih secara langsung oleh rakyat justru jeblok dalam melayani masyarakat, apalagi yang miskin.

Terlampau banyak contoh rapor jeblok pemerintah dalam melayani kebutuhan rakyat sehari-hari. Misalnya, soal karut-marut distribusi elpiji subsidi 3 kg, ketersediaan bahan bakar minyak yang kian langka, dan kelangkaan pupuk untuk petani.

Rakyat sepertinya dibiarkan sendirian menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Seakan pemerintah, dari pusat hingga daerah, menerapkan politik pembiaran. Pemerintah tidak hadir pada saat rakyat menghadapi masalah.

Tidak jarang pula institusi dalam pemerintah menjadi bagian dari masalah bangsa, seperti Badan Urusan Logistik Divisi Regional Lampung. Bulog Divre Lampung bagian dari masalah terkait beras untuk rakyat miskin (raskin).

Polresta Bandar Lampung pada 15 Mei memergoki pengopolsan beras di gudang Bulog, Jalan Soekarno-Hatta, Campangraya, Bandar Lampung. Berdalih reprocessing, beras dari Jawa Timur yang pernah ditolak masyarakat Lampung Utara itu dibawa ke Bandar Lampung untuk diaduk-aduk dengan beras impor dari India yang kualitasnya juga di bawah standar mutu.

Bulog Divre Lampung tidak pernah jera bermain dan mempermainkan raskin. Pada Juni 2010 terungkap Bulog Divre Lampung mendatangkan 16 ribu ton beras busuk dari Jawa Tengah. Kepala Bulog Divre Lampung Ibnushiyam Mawardi ditetapkan sebagai tersangka.

Patut diduga Bulog Divre Lampung bertindak sebagai pemburu rente. Kebijakan mendatangkan raskin busuk tentu saja menguntungkan secara bisnis. Keuntungan yang sangat mungkin tidak masuk ke kas negara, tetapi mampir ke saku para pejabat Bulog Divre Lampung yang menangani masalah beras.

Dugaan itu bukan tanpa alasan. Sebab, pengadaan beras selama ini tidak menggunakan uji laboratorium. Bulog Divre Lampung hanya mengandalkan visual atau fisik untuk menentukan standar mutu, termasuk beras hasil reprocessing.

Aturan pengadaan beras dibuat sangat ketat. Dalam Inpres Nomor 7 Tahun 2009, persyaratan kualitas beras yang diterima Bulog adalah berkadar air maksimal 14%, butir patah maksimum 20%, butir menir maksimum 2%, dan derajat sosoh minimal 95%.

Begitu ketatnya aturan itu, pelaksana penguji inpres beras pun bukan Bulog, melainkan lembaga penyurvei seperti PT Sucofindo. Bahkan, Bulog juga membentuk tim monitoring pengadaan beras yang melibatkan unsur Bulog, akademisi, kelompok tani, dan pers.

Harus jujur dikatakan bahwa aturan yang dibuat itu untuk dilanggar. Inilah negeri inflasi aturan tapi rajin pula diterabas. Pembentukan tim monitoring di Lampung pun hanya seusia jagung, menguap tak berbekas.

Lebih miris lagi, daerah ini sesungguhnya surplus beras lokal, tapi mengapa Bulog Divre Lampung gemar mendatangkan beras dari daerah lain? Tugas kepolisian mengusut tuntas dugaan berburu rente di balik raskin busuk.

http://lampost.co/berita/berburu-rente-raskin

Dewan Pastikan Panggil Bulog Lampura

23 Mei 2013


LAMPUNG UTARA – Akibat ditemukannya beras raskin yang beredar di masyarakat Lampung Utara, Komisi B DPRD Lampung Utara (Lampura) memastikan akan memanggil Badan Urusan Logistik (Bulog) Sub Divisi Regenional (Subdivire) setempat. “Kita akan panggil Bulog Lampura Senin (27/5) mendatang,” ujar Ketua Komisi B DPRD Lampura Herwan Mega, Rabu (22/5).
Menurutnya, pihaknya mengaku sangat terkejut setelah membaca masalah raskin tak layak konsumsi yang dilansir oleh sejumlah media cetak. ”Ini tidak bisa dibiarkan, dan harus segera dituntaskan atau dicarikan solusinya apalagi menyangkut kebutuhan orang banyak,” imbuhnya.
Untuk langkah awal kata dia lagi, pihaknya hanya akan memanggil pihak Bulog saja. Baru kemudian tindak lanjutnya akan kemana. ”Yang jelas kita akan dengarkan dulu penjelasan Bulog mengapa melakukan pendistribusian raskin tidak layak konsumsi tersebut,” terangnya seraya memastikan pihaknya tidak akan memenggil bagian ekonomi sebelum mendapat kejelasan dari Bulog.
Diketahui sebelumnya, Polres Lampung Utara (Lampura) mengendus adanya pendistribusian beras masyarakat miskin (Raskin) tidak layak konsumsi.
Ini diketahui pihak polres setelah munculnya kompalin dari beberapa masyarakat.
Pihak Polres juga sudah melakukan croschek ke gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) Subdivre II Lampura yang ada Desa Mulangmaya, kecamatan Kotabumi Selatan dan menemukan puluhan karung beras asal Jombang-Jawatimur(Jatim) yang diduga tak laik konsumsi.” Sabtu (11/5) lalu, kami cros chek dan meminjam satu karung beras untuk dijadikan sample,” ujar Kanit Tindak Pidana Tertentu(Tipiter) Polres Lampura Iptu Suprianto, mendampingi Kapolres Lampura AKBP Frans Sentoe Senin (20/5). (wan)

Kamis, 23 Mei 2013

Legislator: pembasmian kartel pangan bergantung ketegasan pemerintah

23 Mei 2013

Yogyakarta (ANTARA News) - Kartel serta mafia pangan hanya bisa dibasmi apabila pemerintah memiliki ketegasan dalam melaksanakan regulasi atau tataniaga pangan, kata Ketua Komisi IV DPR RI, Romahurmuziy.

"Selama belum ada ketegasan dari pemerintah dalam pengecekan terhadap perusahaan yang melakukan importasi pangan, maka kartel akan tetap ada," katanya dalam diskusi publik bertema "Membongkar Kartel dan Mafia Pangan" di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, pemerintah harus tegas dan transparan mengenai mekanisme impor pangan. Baik terhadap penentuan kuota maupun kredibilitas importir.

"Jelas bahwa kewajiban pemerintah adalah menetapkan mekanisme, tata cara dan jumlah maksimal penyimpangan pangan pokok oleh pelaku usaha pangan,"kata Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.

Regulasi yang telah ada yakni Undang-Undang (UU) No 18 tahun 2012 Tentang Pangan, menurut dia, merupakan terobosan dan dukungan DPR RI kepada pemerintah melalui komisi IV dalam mengatasi permasalahan praktik kartel.

"Seharusnya pemerintah segera menerbitkan peraturan perundangan terkait UU Tentang Pangan yang sudah ada,"katanya.

Menurut Roma, Komisi IV DPR RI telah membentuk Panja Impor Pangan dan Hortikultura untuk mengawasi pelaksanaan impor pertanian dalam sistem tataniaga pertanian.

Namun, lanjut dia, apabila pemerintah sebagai eksekutor tidak tegas, hal itu tidak akan efektif.

Roma menyampaikan, kuota impor Indonesia pada 2013 semakin diperkecil dibanding tahun-tahun sebelumnya.pada 2013 kuota impor diperkecil menjadi 14 persen dari tahun 2012 sebesar 15 persen dan 2011 yang masih mencapai 35 persen.

Sehingga, menurut dia, kebijakan tersebut semakin membuat pelaku impor yang kemungkinan berpotensi melakukan praktik kartel memperebutkan kesempatan impor. Dalam hal itu pemerintah akan menjadi objek sentral yang akan diperebutkan.

"Pemotongan kuota impor semakin seksi diperebutkan . Pemerintah kedudukannya semakin penting bagi para kartel,"katanya.

Dalam hal itu, posisi pemerintah akan dipertaruhkan apakah melakukan amanat regulasi yang telah terbentuk, atau terjebak pada keuntungan yang ditawarkan oleh pengusaha yang memiliki penetrasi pasar yang besar.

Terkait kartel, Roma, mencontohkan seperti yang terjadi pada kondisi impor gula rafinasi di Indonesia. Hingga saat ini dari 5,5 juta ton kebutuhan gula nasional, impor gula rafinasi memperoleh izin impor hingga mencapai 3 juta ton raw sugar (gula mentah).

Sementara, importasi tersebut hanya dikuasai oleh 12 perusahaan di Indonesia yang menurut dia apabila ditelusuri lebih dalam hanya dimiliki oleh sembilan pengusaha.

Hingga saat ini, tambah dia, komoditas pangan yang rawan terjadi praktik kartel adalah 5 komoditas pokok yang menjadi target pemerintah dalam swasembada pangan 2014. Komoditas tersebut antara lain beras, kedelai, jagung, gula, dan daging.




Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Aditia Maruli

Pemprov: Ini Bukan Kejadian Pertama di Bulog

22 Mei 2013

BANDAR LAMPUNG: Menyikapi buruknya kinerja Badan Usaha Logistik (Bulog) Divisi Regional (Divre) Lampung dalam pendistribusian beras untuk rumah tangga miskin (raskin), Asisten II Pemerintah Provinsi Lampung Arinal Djunaidi, meminta kepada Bulog agar bisa lebih teliti dalam menerima beras yang akan disalurkan ke masyarakat.

"Ini bukan kejadian yang pertama di Bulog, masyarakat mendapatkan raskin rusak. Masak orang dikasih makan dedek. Seharusnya Bulog bisa lebih teliti sebelum beras didistribusikan ke masyarakat. Bulog harus sudah benar-benar mengecek kelayakannya, " tukas Arinal, pada acara coffe morning di hotel Novotel dalam acara pembahasan tentang beras raskin, Rabu (22/5).

Hal serupa juga dikatakan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Lampung, Yusuf Kohar.

"Seharusnya Bulog lebih teliti serta mengecek beras yang mereka terima, terutama beras impor. Aneh saja, pada saat beras diterima Bulog dalam kondisi bagus dan memiliki kualitas baik. Tetapi kenapa pada saat diterima atau dibagikan, masyarakat mendapatkan beras dengan kualitas buruk," ujarnya heran.

Sementara, Kepala Divre Bulog Lampung Alif mengatakan, sebenarnya Bulog sudah melakukan sortir beras sebelum beras tersebut dibagikan ke masyarakat. "Tetapi karena beberapa faktor, bisa saja beras mengalami kerusakan," kilahnya.

Tetapi, lanjut dia, Bulog sudah menyosialisasikan, bila masyarakat mendapatkan beras yang tidak layak harus segera dikembalikan dan Bulog akan mengganti.

Sedangkan untuk pengoplosan, menurut Alif, Bulog memang melakukan itu. "Tetapi semua itu dilakukan karena ada aturannya, bukan sembarangan pengoplosan beras yang dilakukan Bulog. Tetapi pengoplosan tersebut agar beras tetap memiliki kualitas baik," ujarnya.

Made Yulianti - lampungtoday.com
http://www.lampungtoday.com/go/index.php/today-news/409-pemprov-ini-bukan-kejadian-pertama-di-bulog

Distribusikan Beras Busuk, Pemprov Minta Bulog Profesional

23 Mei 2013

BANDARLAMPUNG News - Pemerintah Provinsi Lampung meminta Badan Usaha Logistik (Bulog) Divisi Regional (Divre) Lampung, lebih profesional dan teliti dalam mendistribusikan beras untuk rumah tangga miskin (raskin) pada masyarakat.  Hal ini agar masyarakat Lampung tidak lagi mendapatkan raskin yang tidak layak konsumsi.

Demikian ditegaskan Asisten II Bidang Perekonomian Pemprov Lampung Arinal Djunaidi, menanggapi carut-marutnya kinerja Bulog dalam mendistribusikan raskin.

Seperti diketahui, Bulog telah mendistribusikan setidaknya 70 ton beras tak layak konsumsi pada masyarakat Kabupaten Lampung Utara (Lampura) belum lama ini.

Menurutnya, ketidak profesionalan Bulog dalam bekerja sudah kerap terjadi, mulai dari pengoplosan beras, pengadaan beras, bahkan pada pendistribusian beras tak layak konsumsi.

"Ini bukan kejadian pertama, banyak masalah di Bulog. Pemprov sangat kecewa atas ulah nakal Bulog. Masa iya masyarakat Lampung dikasih beras bau dan tak layak konsumsi?” tegasnya, Rabu (22/5).

Senada diutarakan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Lampung (Apindo) Yusuf Kohar. Menurutnya, Raskin merupakan subsidi pemerintah, namun tentu beras tersebut harus berkualitas. 

“Raskin untuk masyarakat, bukan untuk hewan, jadi harus layak dan bisa dikonsumsi, jangan asal-asalan,” tegas Yusuf Kohar.

Lanjutnya, Bulog harus lebih selektif dalam menyortir beras, baik impor maupun lokal. Yang lebih lucu, sambung Yusuf Kohar, Bulog selalu mengklaim bahwa beras yang mereka terima selalu berkualitas.

“Namun, mengapa ketika beras tersebut didistribusikan pada masyarakat kualitasnya jelek, bahkan tidak layak konsumsi. Berarti Bulog yang membuat beras tersebut berkualitas jelek, artinya ada permainan di dalamnya,” lugasnya. 

Sementara, meskipun sehari sebelumnya Bulog mengakui bahwa 70 ton beras yang didistribusikan di Lampura tidak layak konsumsi, namun Kepala Bulog Divre Lampung Alif tetap membela diri.

Menurutnya, sebelum didistribusikan Bulog telah meneliti dan menyortir raskin tersebut. 

“Mungkin karena beberapa faktor beras tersebut menjadi rusak, tapi Bulog sudah menyosialisasikan pada masyarakat agar mengembalikan beras yang tak layak konsumsi tersebut, dan Bulog akan mengganti,” kilah Alif, namun dirinya tidak merinci faktor apa saja yang membuat raskin tersebut kualitasnya menjadi buruk.

Terkait pengoplosan raskin, Alif mngakui jika hal tersebut memang dilakukan oleh Bulog. Hal tersebut bertujuan untuk mningkatkan kualitas beras yang sudah rusak. 

“Memang dilakukan pengoplosan, namun pengoplosan tersebut memang dibolehkan, dan diatur dalam regulasi yang telah ditetapkan pemerintah,” tandas dia, namun lagi-lagi Alif tidak menyebutkan aturan apa yang membolehkan dilakukanya pengoplosan tersebut.

Tak sampai disitu, Kelalaian Bulog yang telah mendistribusikan Raskin tak layak konsumsi pada masyarakat Lampura pun mendapatkan kecaman keras dari DPRD Lampura. Bahkan, lembaga legislatif tersebut secepatnya akan memanggil Bulog untuk hearing.

“Kita akan panggil Bulog Lampura, Senin 27 Mei mendatang,” ujar Ketua Komisi B DPRD Lampura Herwan Mega, Rabu (22/5).

Herwan mengatakan, pihaknya mengaku sangat terkejut setelah membaca masalah raskin tak layak konsumsi yang dilansir oleh sejumlah media cetak termasuk harian BandarlampungNews. “Ini tidak bisa dibiarkan, dan harus segera dituntaskan atau dicarikan solusinya apalagi menyangkut kebutuhan orang banyak,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan,  rasa tak tau malu. Inilah sebuah  kata yang tepat menggambarkan buruknya kinerja Badan Usaha Logistik (Bulog) Divisi Regional (Divre) Lampung dalam pendistribusian beras untuk rumah tangga miskin (Raskin). Pasalnya, instansi  yang diplot untuk menjaga ketersediaan beras tersebut, malah mendistribusikan 1000 ton Raskin asal Jombang Jawa timur tak layak konsumsi.

Berdasarkan data, beras tersebut disimpan di gudang Bulog Subdivre II Lampung Utara (Lampura), tepatnya di Desa Mulangmaya, Kecamatan Kotabumi Selatan Lampung utara . Celakanya, 70 ton dari total beras tersebut telah didistribusikan ke masyarakat.

Kepala Seksi (Kasi) Humas Bulog Divre Lampung Susana menjelaskan, dirinya mengakui bahwa beras tersebut memang tidak layak di konsumsi masyarakat dan tidak memenuhi standart raskin. Karenanya, secara kelembagaan Bulog akan mengganti Raskin tersebut secepatnya.

“Ya, kami mengakui bahwa beras tersebut memang tak layak dikonsumsi. Namun kami akan bergerak cepat, Bulog akan mengganti Raskin itu. Kami akui terjadi kelalaian dalam penyortiran beras tersebut, seharusnya lebih teliti,” jelasnya, Selasa (21/5).

Susana melanjutkan, dirinya membantah jika 70 ton beras tak layak konsumsi tersebut telah disalurkan pada masyarakat. Menurutnya, jika memang sudah disalurkan, masyarakat tinggal mengembalikan beras tersebut, dan bulog siap mengganti.

“Belum, kalau saya tidak salah, beras tersebut belum didistribusikan ke masyarakat,” kelit susana terbata-bata dan grogi saat dikonfirmasi beberapa wartawan. 
(R6/R4/bln)


http://www.bandarlampungnews.com/index.php?k=politik&i=15446-Distribusikan%20Beras%20Busuk,%20Pemprov%20Minta%20Bulog%20Profesional 

DPRD Panggil Bulog Bahas Raskin tak Layak Konsumsi

22 Mei 2013

Kupastuntas.co.id-DPRD Lampung berencana memanggil Bulog Divre Lampung, guna membahas permasalahan Beras untuk Masyarakat Miskin (Raskin). Pasalnya, beras ‘produksi’ bulog diindikasikan bermasalah.
Berdasarkan catatan, sudah dua persoalan raskin berhasil diungkap kepolisian. Yakni, ditemukannya dugaan beras oplosan, dan puluhan ton raskin tidak layak konsumsi beredar di Kabupaten Lampung Utara.
“Kami berencana memanggil bulog. Kalau dalam waktu dekat ini belum bisa dilaksanakan. Sebab, Anggota Komisi II sedang pergi ke Padang,” kata Ketua Komisi II DPRD Lampung, Ahmad Djunaidi Auli, Selasa (21/5/2013).
Dimungkinkan, ujar dia, Jum’at (25/5/2013), baru bisa dirapatkan di internal komisi. “Kami akan siapakan data-datanya dulu. Kemungkinan Senin pekan depan kita akan panggil,” ungkapnya.
Djunaidi menyatakan, sebelumnya Komisi II DPRD sudah mengingatkan agar bulog bekerja sesuai prosedur. “Jika memang beras tidak layak, ya jangan diberikan kepada masyarakat. Terlebih masyarakat yang mengkonsumsi itu mayoritas warga miskin,” ujar dia.
Namun, peringatan tidak ‘digubris’. Komisi II DPRD Lampung masih saja mendapat informasi peredaran beras bermasalah.
Sementara itu, Kepala Humas Bulog Divre Lampung, Suzana mengatakan, raskin tak layak konsumsi yang ditemukan di Lampura sebenarnya sudah disortir terlebih dahulu sebelum dibagikan kepada masyarakat.
“Ini kelalaian manusia (human eror). Mungkin ada yang kurang terpantau di gudang berasnya,” ujar Suzana, Selasa (21/5/2013).
**Tunggu Laporan
Kabid Humas Polda Lampung, AKBP Sulistyaningsih mengakui, belum mendapatkan laporan terkait raskin tak layak dikonsumsi yang diterima warga Lampung Utara (Lampura), sebagaimana ditemukan pihak Polres.
“Kami belum dapat laporannya. Yang baru kami terima, hanya dari Polresta Bandarlampung saja,” kata Sulis, Selasa (21/5/2013).
Menurutnya, Polda Lampung akan melakukan kroschek lapangan jika memang ada laporan tersebut. “Akan kita kroscheck dulu ke lapangan, benar apa tidak itu. Kami akan lakukan investigasi. Jika memang terbukti ada tindak pidana, kami tindaklanjuti,” ujarnya.
Terpisah, Kasi Penkum Kejati Lampung, Heru Widjatmiko mengatakan, pada dasarnya Kejati Lampung bisa melakukan penyelidikan perkara ini.
“Kita bisa lakukan puldata pulbaket. Berdasarkan berita di media cetak pun kami bisa melakukan gerakan,” ujarnya. (K-3)

Laporan; Oscar Sihotang/Herwanda Pratama

http://kupastuntas.co.id/2013/05/dprd-panggil-bulog-bahas-raskin-tak-layak-konsumsi/

BULOG Lampung Mengaku Bersalah

23 Mei 2013

BANDARLAMPUNG – Setelah gencarnya pemberitaan di media massa terkait peredaran beras raskin tak laik konsumsi, BULOG Divisi Regional (Divre) Lampung mengakui kesalahan. Lantaran, instansi yang diplot untuk menjaga ketersediaan bahan pangan tersebut, malah mendistribusikan 1.000 ton raskin asal Jombang, Jawa timur tak laik konsumsi.
Berdasarkan penelusuran Trans Lampung di wilayah Lampung Utara (Lampura), raskin tersebut disimpan di gudang Bulog Sub Divre II Lampung Utara (Lampura), tepatnya di Desa Mulangmaya, Kecamatan Kotabumi Selatan. Mirisnya, 70 ton dari total beras telah didistribusikan ke masyarakat, sebelum akhirnya  disetop karena banjir protes dari warga miskin.
Kepala Seksi (Kasi) Humas BULOG Divre Lampung, Susana menjelaskan, dirinya mengakui bahwa beras tersebut memang tidak laik dikonsumsi masyarakat dan tidak memenuhi standard raskin. Karenanya, secara kelembagaan BULOG akan mengganti Raskin secepatnya. ”Ya, kami mengakui bahwa beras tersebut memang tak laik dikonsumsi. Namun kami akan bergerak cepat, BULOG akan mengganti raskin itu. Kami akui terjadi kelalaian dalam penyortiran beras, seharusnya kami lebih teliti,” jelasnya, Selasa (21/5) lalu.
Meskipun di satu sisi Susana mengakui BULOG lalai, namun dirinya menampik jika 70 ton beras tak laik konsumsi tersebut telah disalurkan pada masyarakat. Menurutnya, jika memang sudah disalurkan, masyarakat tinggal mengembalikan beras tersebut, dan BULOG siap mengganti. ”Belum didistribusikan, kalau saya tidak salah. Beras tersebut belum didistribusikan ke masyarakat,” ungkapnya dengan nada grogi.
Saat ditanya lebih lanjut, dia justru menyalahkan aparat desa yang menerima pendistrian  raskin tersebut. ”Dalam pendistribusian, BULOG hanya bertanggungjawab hingga titik distribusi. Seharusnya aparat desa lebih teliti, jika memang beras tersebut tak laik konsumsi, seharusnya lapor dan segera dikembalikan ke BULOG,” dalihnya.
Dalam wawancara Trans Lampung sebelumnya kepada Mantan Kepala Gudang BULOG Sub Divre II Lampura, Rahimmudin menyatakan, saat dirinya menjabat sebagai Kepala Gudang, jumlah beras yang datang dan masuk ke gudang BULOG Mulangmaya asal Jatim, sebanyak 1.000 ton dan sudah dikeluarkan sebanyak 63 ton lebih.
”Jadi raskin ini datangkan, kemudian saya mendapat perintah menerima dari Kepala Sub Divre II (Agus Siswantara, Red), ya saya terima. Dan, ketika ada perintah dikeluarkan, ya saya keluarkan. Jumlah yang sudah tersebar sebanyak 63 ton lebih. Jadi beras yang tersisa sekitar 936 ton lebih. Beras ini didatangkan sekitar bulan Februari 2013,” akunya pada Trans Lampung.
Awalnya, lanjut Rahimmudin, beras itu tidak langsung disebar dan masih berada di gudang Mulangmaya BULOG Sub Divre II Lampura. Karena masih ada stok beras dari Vietnam dan India. ”Setelah stok habis, baru dikeluarkan beras itu tempo hari,” jelasnya. Namun berdasarkan informasi, terjadi komplain keras di masyarakat terhadap beras asal Jombang dan pendistribusian ke masyarakat langsung dihentikan dan diganti dengan beras dari India lagi. ”Disetop kalau tidak salah oleh Divre (Divisi Regional) Provinsi Lampung,” terangnya.
Menanggapi soal buruknya kontrol kualitas beras oleh BULOG Lampura, Rahimmudin yang menjabat sebagai Kasi Jasa Divisi Regional (Divre) BULOG Lampung, mengaku sudah pindah ke Divre Lampung terhitung sejak 16 April 2013. ”Saat itu saya menjabat Kepala Gudang dan apapun perintah dari Kasub, ya kita laksanakan. Diminta memasukkan barang kita laksanakan dan ada perintah mengeluarkan barang tergantung dengan delivery order (DO) ya kita keluarkan,” jelasnya.
Saat kroscek ke Gudang Badan Urusan Logistik (BULOG) Sub Divre II Lampura di Desa Mulangmaya, Kecamatan Kotabumi Selatan, Polres Lampura menemukan puluhan karung beras asal Jombang, Jawa Timur (Jatim) yang tak laik konsumsi.
”Sabtu (11/5) lalu, kami kroscek langsung ke gudang dan meminjam satu karung beras untuk dijadikan sampel,” jelas Kanit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polres Lampura, Iptu. Suprianto mewakili Kapolres Lampura, AKBP Frans Sentoe. Kepada Trans Lampung, Suprianto menerangkan, di karung raskin itu, ditemukan tulisan dari Jombang, Jawa Timur. ”Barang tersebut menurut informasi, masuk sekitar bulan Februari dan Maret 2013 lalu,” terangnya.
Terkait adanya beras yang sudah didistribusikan ke masyarakat, Suprianto menyatakan, pihaknya belum melakukan investigasi lebih lanjut. Namun menurut informasi yang didapat dari Kepala Gudang BULOG, Lubis, sudah sekitar 70 ton dari 1.000 ton beras asal Jombang, yang sudah dibagikan ke masyarakat. ”Nah, sisanya tidak jadi dibagikan, karena banyak komplain dari masyarakat waktu itu. Kita mendapat informasi ada beberapa truk Fuso yang datang untuk membawa beras itu kembali ke Bandarlampung,” jelasnya. (tnn/ayp)

Pangan, Potensi yang Tak Dimaksimalkan

22 Maret 2013

Indonesia secara alamiah terbentuk sebagai negara pertanian dengan budaya pertanian yang kuat. Bertani, berternak, berburu ikan di laut adalah keahlian turun-menurun yang sudah mendarah daging. Teknologi dasar ini sudah dikuasai sejak zaman nenek moyang.
Tidak hanya peduduknya, luas lahan, cadangan air yang melimpah, dan potensi wilayah yang tersedia sangat mendukung bagi Indonesia untuk menjadi negara pemasok hasil pertanian. Bayangkan, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, semua bisa dimanfaatkan untuk pertanian. Demikian suburnya negeri ini.
Indonesia memiliki potensi sumber daya yang tidak akan pernah habis, dan akan tetap ada sepanjang usia alam itu sendiri yakni manusia, sinar matahari, tanah, hutan, dan laut. Manusia dengan akal dan budaya lokal yang beraneka ragam akan menghasilkan beragam teknologi budidaya yang unggul dan spesifik. Dampaknya muncul pula komoditas unggulan daerah yang potensial.
Contoh saja, Aceh yang berpotensi untuk nilam dan tanaman hutan, Banten dengan komoditas unggulan padi, palawija, sayuran dan buah-buahan. Lalu Sumatera Utara dengan kelapa sawit, karet dan tembakau deli, Jawa Barat dengan padi, hortikultura, dan masih banyak daerah lainnya seperti Madura yang unggul dengan jagungnya.
Demikian pula dengan lautnya. Laut Indonesia lebih kurangnya 70% belum dieksploitasi secara luas. Laut yang menyimpan kekayaan bio-diversitas dan sumber gizi praktis masih belum tersentuh.
Demikian pula dengan hutan tropis yang bertindak sebagai produsen oksigen untuk kebutuhan umat manusia. Sinar matahari sepanjang tahun menyebabkan kita tidak memerlukan rumah kaca yang mahal untuk mengembangkan sektor pertaniannya. Sinar matahari yang memungkinkan terjadinya proses fotosintesa pada tanaman memungkinkan untuk mengembangkan dan menghasilkan komoditas pertanian yang sangat besar.
Menurut Prof. Ir. H. A. Baihaki M.Sc. Ph.D, harusnya Indonesia menjadi negara yang memberi makan dunia. Pada kenyataannya Indonesia belum mampu untuk mewujudkannya.
“Mengapa demikian? Karena masih banyak potensi-potensi Indonesia yang belum tergarap. Masih banyak sumber daya alam (SDA) Indonesia yang belum dioptimalkan melalui penelitian,” tuturnya.
Selain itu pemerintah juga dinilai membiarkan pelanggaran UU No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Akibatnya, terjadi alih fungsi lahan pertanian subur yang agresif mencapai 1,5 juta hektare (ha) dalam sepuluh tahun terakhir.
Banyak lahan produktif berubah fungsi untuk kepentingan komersial. Padahal, ini pelanggaran UU, tetapi tidak ada yang berani bertindak, kata Wakil Ketua Komisi IV DPR, Firman Soebagyo.
Implementasi perundang-undangan sangat buruk. Pemerintah seperti sengaja membiarkan produk legislasi yang dibuat DPR menuai masalah terlebih dulu. Itulah sebabnya DPR merasa sia-sia karena memproduksi UU sebanyak-banyaknya, namun tidak memberikan manfaat bagi rakyat.
UU tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan telah diputuskan DPR pada 2009. Sayangnya baru pada 2012 pemerintah mengeluarkan peraturannya. Padahal, selama tiga tahun terakhir ini, ribuan hektare tanah pertanian yang beralih fungsi.
Terjadinya alih fungsi lahan yang tidak terkendali merupakan dampak negatif dari otonomi daerah (otda). Pemerintah daerah merasa berkuasa atas segala lahan yang ada di daerahnya sehingga menetapkan peruntukannya sesuka hati. Hal itu terjadi karena pemerintah daerah menilai sektor pertanian tidak memberikan kontribusi besar kepada pendapatan asli daerah.
Aktivis Serikat Petani Indonesia, Tejo Pramono pun menyatakan demikian. Banyak terjadinya alih fungsi lahan, tidak terlepas dari tidak konsistennya pemerintah dalam pelaksanaan tata ruang. Wilayah yang sudah ditetapkan untuk pertanian dengan mudah diberikan izin untuk aktivitas lain. Hal itu berarti, tidak ada perencanaan yang baik.
Ambil contoh, banyak pengembang perumahan atau usaha lain yang tentunya ingin mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha mereka. Sebidang tanah pertanian yang letaknya strategis diliriknya. Kemudian, para pengusaha sebisa mungkin segera mengambil alih kepemilikannya agar bisa diubah menjadi lahan usaha yang baru. Kemudian, petani yang tanahnya dihargai tinggi, tak bisa mengelak, dan akhirnya merelakan tanah mereka berganti tangan dengan bayaran uang yang cukup banyak.
Kenapa petani tak bisa mengelak? Itu tak lain karena keluhan petani yang mengatakan biaya untuk bercocok tanam dengan hasil yang dipanen tidak sebanding, bahkan merugi. Kalau diuangkan, hasil dari penjualan tanah tersebut bisa digunakan untuk membuka usaha baru, bahkan masih bisa di gunakan untuk kebutuhan kemewahan yang lainnya.
Banyaknya lahan yang beralih fungsi berdampak pada produksi pangan Indonesia. Akhirnya, ketergantungan pada negara lain. Sudah banyak contohnya. Ketika pasokan kedelai dari Amerika berkurang, dampak yang di timbulkan sangat terasa, tempe dan tahu hilang dari pasaran, khususnya di Jakarta.
Contoh lain, orang Indonesia sudah terbiasa dengan mengkonsumsi mie, roti, dan makanan lain yang bahan bakunya dari tepung gandum. Sedangkan saat ini tepung gandum hampir 100% tepung gandum meng-impor dari Turki, Amerika, Australia, dan negara lainnya. Kalau misalnya saja negara-negara tersebut menghentikan ekspor mereka, bisa dibayangkan betapa besar dampak yang akan di timbulkan terhadap kebutuhan pangan di Indonesia.
Ketergantungan terhadap produk impor merupakan sebuah 'ancaman', krisis pangan bisa saja terjadi bila produksi pertanian Indonesia tidak surplus dan dari negara eksportir menghentikan pasokan mereka. Seperti apa yang diungkapkan Peneliti INDEF Bustanul Arifin mengatakan, jika produksi pertanian Indonesia saat ini tidak bisa surplus 5% dari kondisi saat ini, Indonesia dalam bahaya.
Dari data pada 2012, kondisi kebutuhan dan kekurangan enam bahan pangan pokok tersebut terlihat sebagaimana digambarkan pada tabel berikut:
Ketergantungan Indonesia Terhadap Impor Bahan Pangan Pokok Tahun 2012
No.
Komoditas
Kebutuhan
Produksi
Kekurangan
Persentase
1.
Beras
41,4 juta ton
33,5 juta ton beras konsumsi
7,9 juta ton cadangan

37 juta ton
4,4 juta ton
-10,62%
2
Gula
5,01 juta ton (konsumsi dan industri)
2,9 juta ton
2,11 juta ton
-42,11%
3
Garam
3,04 juta ton
1,44 juta ton untuk konsumsi
1,6 juta ton untuk produksi
1,57 juta ton
1,47 juta ton
-48,35%
4
Tepung
6,2 juta ton
4,75 juta ton (diperoleh dari impor gandum = 6 juta ton)
1,45 juta ton
-23,38%
5
Daging Sapi
448.800 ton
376.510 ton
72.290 ton
-16,10%
6
Kedelai
2,2 juta ton
850.000 ton
1,350 juta
-61,36%
Sumber: Sekretariat Kabinet Republik Indonesia
Dari tabel di atas ditunjukkan, masih terdapat kekurangan yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan riil atas keenam komoditas bahan pokok tersebut, dan selama ini, solusi tercepat untuk menutupi defisit tersebut adalah dengan membuka keran impor. Ditambah lagi, masih banyak kebutuhan pangan sekunder yang masih diimpor untuk memenuhi kebutuhan domestik, seperti singkong sebesar 4,74 ton, cabai dingin segar 6.794 ton, bawang putih 178.900 ton, bawang merah 141.795 ton, dan buah-buahan 416 juta kg.
2013, Tahun Kedaulatan Pangan
Melihat kondisi di atas, kedaulatan pangan Indonesia harus diwujudkan pada 2013 ini. Beberapa komoditi pangan pengganti beras sudah harus memenuhi pasar ekspor. Indonesia harus bisa memperjuangkannya demi harga diri bangsa sebagai negara agraris.
Beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mewujudkan kedaulatan pangan di antaranya membuat kebijakan yang mengarah pada peningkatan produksi pangan nasional. Misalnya, meningkatkan pembangunan infrastruktur penunjang produksi pangan nasional, larangan impor bahan pangan, juga membuat varietas benih.
Sudah saatnya pemerintah menyusun kebijakan yang berpihak kepada petani nasional. Dengan begitu pemerintah bisa mewujudkan cita-cita keadaulatan pangan dan impor beras yang lebih banyak merugikan keuangan negara bisa dihentikan.
Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) Rizal Ramli menyebut keberpihakan terhadap petani inilah yang diperlukan negara ini, seperti diterapkan oleh pemerintah di sejumlah negara maju, Jepang dan Taiwan. Petani di negara-negara tersebut benar-benar mendapatkan perlindungan dari pemerintahnya. Itu sebabnya mereka bisa hidup dengan tingkat kesejahteraan yang sangat memadai.
Publik harus bisa membedakan makna ‘ketahanan pangan’ dan ‘kedaulatan pangan.’ Sepintas, sepertinya tidak ada perbedaan hakiki dari dua kaliimat ini. Namun sesungguhnya di balik keduanya ada perbedaan makna yang amat fundamental.
Pada ketahanan pangan, paradigma yang dipegang adalah; yang penting tersedianya bahan pangan sebagai kebutuhan pokok. Tidak penting sumber stok itu, apakah hasil panen sendiri atau impor. Bahkan pada paradigma ketahanan pangan yang dikembangkan justru pemenuhan kebutuhan beras dengan cara mengimpor.
Stok beras dunia hanya sekitar 4 juta ton. Kalau tiap tahun Indonesia mengimpor hingga 2 juta ton, ini akan mengerek harga beras di pasar internasional. Akibatnya, Indonesia harus mengeluarkan devisa dalam jumlah sangat besar untuk impor beras. Adalah rahasia umum, bahwa ada komisi sekitar USD 10-USD 20/ton. Bayangkan, berapa banyak keuntungan para pemburu rente ini? Ini terjadi karena yang diterapkan adalah paradigma neoliberalisme. Pada saat yang sama, rakyat harus membayar beras lebih tinggi dari semestinya. Celakanya, hal seperti ini juga berlaku pada produk pertanian lain, seperti kedelai, jagung, dan gaplek.
Sebetulnya pemerintah bisa tidak mengimpor beras. Caranya, dengan membeli beras produksi petani sebanyak-banyaknya. Dengan cara ini tidak perlu kita buang-buang devisa. Yang lebih penting lagi, petani pun senang karena padi dan berasnya dihargai secara pantas,” ungkap mantan Kepala Bulog ini.
Tiru Jepang dan Taiwan
Dia menyarankan agar Indonesia meniru Jepang dan Taiwan. Pemerintah Jepang sangat memproteksi petani dan produk pertaniannya. Impor beras dipersulit dengan berbagai macam peraturan. Pada saat yang sama, pemerintah membeli beras petaninya dengan harga tinggi. Itulah sebabnya petani Jepang makmur hingga bisa menjadi turis ke Bali dan tempat-tempat wisata lainnya.
Hal serupa juga dilakukan Taiwan. Ketika Chiang Kai Sek lari dari China ke Taiwan, dia memberi petaninya 0,5 hektare sawah. Walau tidak luas, namun dengan program intensifikasi produksi padinya bisa jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Hal itu ditambah lagi dengan pengembangan produk holtikultura lainnya, kesejahteraan petani Taiwan jadi meningkat sangat baik.
Pemerintah bisa membagikan lahan di luar Jawa kepada petani, masing-masing 10 ha untuk menanam sawit dan lainnya. Agar tidak terjadi kecemburuan sosial, penduduk lokal menerima 20 ha. Ini jauh lebih bagus ketimbang tanah dibagi-bagi kepada para konglomerat ratusan ribu bahkan sampai jutaan hektar.
Petani yang dapat lahan itu diberi biaya hidup untuk lima tahun. Ditambah bibit dan sarana produksi lain, saya kira anggaran untuk tiap keluarga tidak lebih dari Rp150 juta. Tapi setelah lima tahun, petani kita sudah bisa menikmati hasil panen dan jadi kaya raya. Mereka tidak perlu lagi ke Malaysia menjadi buruh sawit. Kita bahkan bisa mengimpor tenaga kerja dari Pakistan atau Banglades untuk mengurus kebun-kebun petani. Sayangnya, program ini tidak dilakukan,” papar, pria yang juga mantan Menko Perekonomian ini.
Rizal Ramli juga menilai cita-cita Bung Karno tentang Trisakti, yaitu kedaulatan dalam bidang politik, ekonomi, dan budaya sangat relevan dengan kondisi saat ini. Tanpa kedaulatan, negara sangat rentan dan bergantung pada negara lain, tidak mungkin jadi negara kuat dan makmur. Trisakti juga relevan sebagai cara untuk menarik manfaat sebesar-besarnya dari globalisasi dan hubungan internasional.
Utamakan Perlindungan Petani
Untuk mendorong terciptanya kedaulatan pangan, maka diperlukan undang undang (UU) Pangan yang melindungi kaum tani. Menurut anggota koalisi dari Eksekutif Indonesian Human Rights Comittee for Social Justice (IHCS), Gunawan, salah satu amanat UU Pangan adalah membentuk lembaga pangan baru yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden.
Gunawan memperkirakan lembaga pangan baru itu akan dibentuk lewat Peraturan Presiden (Perpres), Seperti halnya Bulog, Badan Ketahanan Pangan Pertanian (BKP) dan Dewan Ketahanan Pangan (DKP). Untuk itu, Presiden harus mengevaluasi kinerja berbagai lembaga itu.
Evaluasi ini dimaksudkan agar pemerintah tahu kelemahan dan kelebihan lembaga yang dibentuknya. Sehingga lembaga itu dapat dibenahi untuk diterapkan di lembaga pangan baru. Dia berharap lembaga tersebut dapat mengintegrasi lembaga pangan yang ada dalam mengurusi pangan. Mulai dari pembentukan kebijakan sampai pengawasan.
Walau mengamanatkan untuk dibentuk lembaga pangan baru, UU Pangan tak menjelaskan siapa pihak yang bertanggung jawab dalam rangka pemenuhan hak pangan untuk rakyat. Akibatnya, ketika muncul kasus kelaparan, pihak yang disasar untuk dimintai tanggung jawabnya seolah tak jelas.
Harusnya, UU Pangan menunjuk siapa yang bertanggung jawab atas hal itu, apakah Presiden atau Menteri di bidang tertentu. Dengan dibentuknya lembaga pangan yang baru, lembaga tersebut yang bertanggung jawab jika terjadi kelaparan atau masalah pangan lainnya.
Anggota koalisi dari Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Ruli Ardiansyah, mengatakan lembaga pangan baru itu secara hukum lebih kuat posisinya ketimbang lembaga pangan yang ada saat ini. Pasalnya, lembaga pangan baru itu diamanatkan langsung oleh UU Pangan.
Lembaga ini diharapkan dapat membenahi carut marut pengelolaan pangan, khususnya dalam melindungi produsen pangan yaitu petani kecil. Jika perlindungan terhadap petani itu tak dilakukan, kestabilan pangan di Indonesia akan terganggu.
Apalagi, pemerintah saat ini cenderung mengutamakan untuk impor produk pangan ketimbang memproduksi sendiri. Walau ada kuota yang ditetapkan pemerintah yang ditujukan untuk membatasi sebuah produk impor, namun hal itu tak mampu membendung produk impor.
Sebagai bukti perusahaan swasta dapat dengan mudah mengimpor komoditas pangan. Jika impor yang dilakukan pihak swasta itu tak diawasi maka spekulasi harga pangan berpotensi besar terjadi. Sehingga, spekulasi itu merugikan petani.
Untuk mewujudkan kedaulatan pangan yang sejalan dengan perlindungan terhadap petani, pemerintah harus komitmen menjalankan reformasi agraria. Dengan menyediakan atau memberikan lahan garapan, maka petani dapat memproduksi pangan secara berkelanjutan. Hal mendasar yang wajib dipenuhi untuk merealisasikan kedaulatan pangan adalah tanah, infrastruktur pertanian yang mumpuni, harga benih dan lainnya.
Fadil Kirom, anggota Aliansi Petani Indonesia (API), menyebut lemahnya fungsi lembaga pangan yang ada saat ini merugikan petani. Misalnya, harga bawang petani ketika panen dihargai rendah yaitu Rp7 ribu/kilogram. Pada saat belum panen, harga bawang melambung sampai Rp70 ribu/kilogram.
Ujungnya, kesejahteraan petani tak terjamin dan masyarakat dirugikan dengan mahalnya harga bawang. Hal serupa juga terjadi pada komoditas pangan lain. Spekulasi itu menurutnya dipengaruhi pula oleh kebijakan impor.
Melihat ini, pemerintah dinilai mengutamakan kepentingan impor ketimbang melindungi petani. Padahal, kepentingan petani jumlahnya lebih banyak orang ketimbang pengimpor. Walau dalam rangka melindungi petani dan rakyat pemerintah melakukan kebijakan penetapan harga pasar, namun praktiknya tak efektif karena masuknya produk pangan impor.
Untuk membenahi masalah tersebut, lembaga pangan baru dapat menyelesaikannya. “Harus bisa mewujudkan kedaulatan pangan dari tingkat produksi sampai pasar,” ucapnya.
Kecenderungan pemerintah melindungi para importer terlihat dari jumlah investasi asing di sector pangan yang terus meningkat. Rahmi, anggota koalisi dari Indonesian Global Justice (IGJ), menyebut berdasarkan data yang diperoleh, periode 2010 – 2011, jumlah investasi mencapai AS$ 751 juta dan akhir 2011 meningkat sampai AS$ 1,6miliar. Melihat pesatnya kenaikan itu, jelas akan berdampak buruk pada petani lokal, terutama menyangkut harga jual produk pangan.
Rahmi mengkritik pemerintah yang kerap menuding produksi pangan lokal rendah, sehingga impor dibutuhkan. Padahal hal itu terjadi karena pemerintah tak serius. Misalnya, subsidi untuk sektor pertanian seperti benih dan pengucuran kredit untuk modal, tak berjalan baik. Padahal, petani butuh modal yang cukup untuk berproduksi.
Petani susah akses modal (kredit,-red) karena bank mensyaratkan harus ada jaminan yang jumlahnya tinggi, urainya.
Masalah lainnya dalam UU Pangan. Dalam UU Pangan ada ketentuan yang menyamakan posisi petani kecil dengan industri pertanian atau pangan. Dengan besarnya investasi asing yang masuk, besar kemungkinan pemerintah mengutamakan investor.
Ujungnya, pengambilalihan lahan akan marak terjadi. Oleh karenanya, lembaga pangan baru itu harus memperhatikan kedaulatan produksi dan distribusi pangan. “Petani lokal harus diutamakan untuk memproduksi pangan,” ucapnya.

http://merdekainfo.com/kajian-utama/item/853-pangan-potensi-yang-tak-dimaksimalkan