28 Mei 2013
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai tidak serius dalam
mengurus pangan dalam negeri. Akibatnya, kondisi pangan di Indonesia
semakin rentan. Lalu ambisi untuk mewujudkan pangan yang berdaulat di
negeri sendiri masih jauh dari harapan.
Hal tersebut disampaikan oleh Aliansi untuk Desa Sejahtera (ADS) sebagai catatan kepada pemerintah.
"Meski
besaran anggaran untuk pangan terus meningkat, tetapi fakta yang
terjadi di lapangan memperlihatkan sebaliknya. Kondisi pangan Indonesia
justru semakin rentan," kata Tejo Wahyu Jatmiko, koordinator nasional
ADS, dalam siaran pers yang diterima Republika di Jakarta, Selasa (28/5).
Tejo
mengatakan, sejauh ini anggaran untuk pangan masih banyak diberikan
kepada pihak yang tak berhak menerima. Ia menilai anggaran tersebut
justru hanya menguntungkan sekelompok orang saja.
"Banyak
keanehan, bahkan kesesaatan dalam proses menerjemahkan Rencana Kerja
Jangka Panjang (RKJP) dan Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) menjadi
proyek-proyek yang tidak saling berkaitan untuk mendukung kedaulatan
pangan," ujar Tejo.
Said Abdullah, koordinator Pokja Beras,
mengatakan, pemerintah bersikap tidak serius untuk mewujudkan kedaulatan
pangan. Ini terlihat dengan semakin derasnya impor pangan ke Indonesia.
"Data
BPS menunjukkan dari tahun ke tahun rasio ekspor-impor produk pertanian
semakin besar. Volume dan nilai impor terus bertambah sementara ekspor
terus menurun," papar Said.
Sejauh ini pemerintah, menurut
Said, belum fokus untuk memperkuat sistem pangan kepada para produsen
pangan kecil di negeri ini. Ia pun menyangsikan kemauan pemerintah untuk
mewujudkan pangan yang berdaulat di negeri sendiri.
"Tidak
heran kalau target swasembada beberapa produk pangan, diantaranya daging
sapi akhirnya menjadi sumber pendanaan partai, karena produsen pangan
kecil kita tidak menjadi fokus untuk memperkuat sistem pangan bangsa,"
ujar Said.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/05/28/mnilbb-pemerintah-dinilai-tak-serius-urus-pangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar