Jumat, 31 Mei 2013

Pengamat: Pemerintah Jangan Hanya Gunakan Data BPS

30 Mei 2013

Ternate (Antara Maluku) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Irmon Machmud mengatakan pemerintah jangan hanya menggunakan data Badan Pusat Statistik dalam menyalurkan dana kompensasi penyesuaian harga bahan bakar minyak kepada masyarakat miskin.

"Saya tidak menganggap data BPS salah, tapi saya bisa memastikan bahwa masih banyak warga miskin yang berhak menerima kompensasi penyesuaian harga BBM, tetapi belum terdata oleh BPS," katanya di Ternate, Kamis.

Pengamat politik yang juga Ketua Pusat Studi Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) itu mengatakan hal tersebut, menyusul keputusan pemerintah akan memberikan kompensasi penyesuaian harga BBM kepada masyarakat miskin, seperti berupa bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebesar Rp150 ribu per rumah tangga per bulan, dan bantuan raskin sebanyak 30 kg per rumah tangga per bulan.

Menurut dia, pemerintah harus menginstruksikan kepada seluruh pemerintah daerah di Indonesia untuk mendata ulang warga miskin yang berhak menerima kompensasi penyesuaian harga BBM di daerah masing-masing dengan cara melibatkan Ketua RT atau kepala kampung dalam pendataan ulang itu.

Jika pendataan ulang itu, kata Irmon, ada warga miskin yang belum masuk dalam data BPS maka mereka itu harus dimasukan sebagai warga penerima kompensasi penyesuaian harga BBM, karena jika tidak maka keinginan pemerintah untuk mengurangi dampak penyesuaian harga BBM pada masyarakat miskin tidak akan sepenuhnya terwujud.

�Justru jika dalam penyaluran kompensasi penyesuaian harga BBM, terutama yang berupa BLSM dan bantuan raskin ada warga miskin yang tidak menerima akan menimbulkan kecemburuan sosial dan itu berpotensi menjadi bibit konflik,� katanya.

Ia mengatakan, pemberian kompensasi penyesuaian harga BBM kepada masyarakat miskin memang merupakan langkah bijak untuk meringankan beban hidup masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan syarat semua masyarakat miskin mendapat kompensasi itu.

Pemerintah kata Irmon, juga harus mengawasi secara ketat penyaluran kompensasi penyesuaian harga BBM tersebut, teruma untuk penyaluran raskin karena sangat rawan terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan di lapangan, misalnya dari segi jumlah maupun harga tebus.

Hal itu terbukti dalam penyaluran raskin selama ini yang sering hanya diberikan 10 kg dari 15 kg yang harus diterima warga, begitu pula harga tebusnya dinaikkan dari Rp1600 per kg menjadi Rp2500 per kg, ujar menambahkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar