Selasa, 05 Mei 2015

Ketika Bulog dikalahkan pedagang beras

Senin, 4 Mei 2015

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) optimistis stok beras nasional aman. Saat ini stok di Perum Bulog sekitar 1,1 juta ton setelah 300.000 ton beras rakyat miskin (raskin) disalurkan ke masyarakat.

Namun per Mei 2015 ini sejumlah daerah mulai panen rendeng atau panen raya musim pertama. Penghitungan JK, dengan menyerap panen di beberbagai sentra beras, stok bisa mencapai 3 juta ton beras.

"Stok beras nasional akan tetap aman. Waktu saya (Ketua Bulog), stok nasional hanya 500.000 ton, kondisi kita tetap aman," ujar JK beberapa waktu lalu dikutip Kontan, 28 Februari 2015.

Optimisme mendapatkan stok beras dari petani juga didukung kebijakan presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) melalui Inpres no 5 tahun 2015. Kenaikan HPP antara Rp400 hingga Rp700 per kg untuk gabah dan beras tersebut, juga dibarengi tekad pemerintah untuk tidak mengimpor beras.

"Kami (pemerintah) telah berkomitmen tidak ada impor beras, maka petani harus kerja keras untuk memenuhi kebutuhan beras nasional," kata Jokowi, 18 Maret 2015.

Kini panen raya itu tiba, tapi optimisme Bulog untuk menyerap sebanyak-banyaknya hasil panen petani sepertinya mesti ditunda. Harian Kompas melaporkan Divisi Regional Perum Bulog di berbagai daerah kesulitan membeli hasil panen petani. Musabnya, jurus HPP yang dimiliki Bulog tak mampu menyaingi harga riil pasar. Pedagang membeli beras dari petani dengan harga rata-rata Rp200 di atas HPP.

"Kami membeli dengan HPP yang sudah ditetapkan, sementara pembeli dan pedagang beras dari mana-mana langsung turun ke petani dengan harga pembelian di atas harga kami," kata Kepala Perum Bulog Divisi Regional Sulselbar, Abdullah Djawas.

Selain itu, Bulog menggunakan jasa perusahaan mitra dalam pembelian hasil panen petani. "Kami baru bisa membeli kalau harga dibawa HPP," kata Suleman, seorang mitra Bulog di Palu, dikutip Beritasatu.

Perum Bulog menyebutkan, hingga akhir April 2015 pengadaan baru mencapai kurang dari 500.000 ton, sementara target tahun ini 4,5 juta ton. Padahal, biasanya sekitar 60 persen dari target telah didapat pada musim rendeng.

Guru Besar Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang, Ahmad Erani Yustika, mengkritik kebijakan pemerintah soal beras. "Pemerintah tidak total memberikan amunisi kepada Perum Bulog. Masih ada waktu untuk mengubah strategi, jangan sampai malah impor," katanya.

Sementara Guru Besar Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Mochammad Maksum, mencoba memberikan solusi. "Negara tidak boleh kalah oleh pedagang besar. Perum Bulog harus diberi keleluasaan untuk membeli beras secara komersial," ujarnya.

http://beritagar.com/p/ketika-bulog-dikalahkan-pedagang-beras-23013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar