Jumat, 04 Juli 2014

Produksi Beras Harus Dijaga

Jumat, 4 Juli 2014

Impor Menjadi Pilihan Terakhir

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tidak perlu mengimpor beras untuk menambah cadangan dalam rangka mengantisipasi El Nino. Pemerintah sebaiknya menjaga produksi beras di daerah-daerah lumbung beras meski dalam skenario minimalis, apalagi di beberapa tempat masih turun hujan.
”Saya kira Kementerian Perdagangan meminta Perum Bulog untuk menambah pasokan beras merupakan kepanikan yang tidak rasional. Sebab, pada kenyataannya stok beras lebih dari cukup untuk satu siklus produksi,” kata Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) M Riza Damanik di Jakarta, Kamis (3/7).

Pernyataan itu terkait dengan perintah Menteri Perdagangan M Lutfi kepada Perum Bulog untuk menambah stok beras nasional. Meski tidak menyebut secara eksplisit tentang impor beras, Kementerian Perdagangan memberikan sinyal membuka keran impor untuk menambah persediaan beras.

Menurut Riza, impor beras selalu menjadi solusi pemerintah ketika ketersediaan beras nasional terbatas. Pemerintah perlu terus mendorong swadaya pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan Indonesia.

Karena itu, pemerintah harus memastikan diversifikasi pangan terus meluas ke seluruh wilayah Indonesia dan pasokan pangan olahan terus ditingkatkan. Selain itu, juga diperkuat riset untuk adaptasi perubahan iklim di sektor pertanian.

”Jika skenario itu dijalankan, daya tahan pangan Indonesia akan terus menguat untuk menghadapi dinamika cuaca ekstrem yang marak belakangan ini sekaligus semakin siap menghadapi pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN,” kata dia.

Riza menilai, pemerintah masih mengandalkan impor beras karena kebijakan peningkatan produktivitas sektor pertanian masih lemah. Faktanya banyak lahan pertanian yang beralih fungsi, petani kesulitan mengakses modal, infrastruktur pertanian yang minim, rantai perdagangan yang tidak memihak petani, menyempitnya lahan pertanian, dan perusakan lingkungan di sekitar kawasan pertanian.

Tambah stok beras

Menteri Perdagangan M Lutfi menyatakan, penambahan stok beras merupakan upaya pemerintah untuk mengantisipasi fenomena El Nino. Selain itu, bencana alam di sejumlah daerah di Indonesia juga berpotensi menyebabkan kehilangan beras.

Lutfi mengestimasi potensi kehilangan beras akibat bencana alam terhadap produksi beras nasional sekitar 100.000 ton.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurti menambahkan, stok beras pada akhir tahun minimal harus 2 juta ton. Kalaupun memang tidak bisa, sekurang-kurangnya harus 1,5 juta ton. Hal itu untuk mengantisipasi ketersediaan beras pada tahun berikutnya.

Pengamat pertanian yang juga mantan Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Siswono Yudo Husodo mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam membuat kebijakan impor beras.

”Saya khawatir isu El Nino ini sengaja diembuskan pihak-pihak yang berkepentingan untuk impor,” katanya.

Siswono mengatakan, sampai Juli ini di beberapa daerah masih turun hujan. Artinya, kalaupun ada El Nino, sifatnya basah.

Sebaiknya, kata Siswono, pemerintah menunggu kondisi iklim sampai bulan Oktober. Jika memang benar terjadi El Nino, impor beras bisa dilakukan.

”Impor jangan dilakukan sekarang. Biarkan petani menikmati hasil panen mereka. Kalau El Nino benar terjadi, tidak masalah. Kalau tidak benar sementara telanjur impor, bagaimana?” katanya.

Dalam sebuah diskusi, Koordinator Nasional Aliansi untuk Desa Sejahtera (ADS) Tejo Wahyu Jatmiko mengatakan, kedua pasangan capres-cawapres telah selangkah lebih maju dengan menggunakan istilah kedaulatan pangan dalam visi misi mereka. Hal ini berbeda dengan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sekadar berorientasi pada ketahanan pangan.

”Jika hanya ketahanan pangan, hal yang penting adalah pangan tersedia, tanpa memikirkan asalnya dari mana,” kata Tejo.

Meski demikian, Tejo masih mempertanyakan strategi setiap pasangan dalam mewujudkan kedaulatan pangan, termasuk untuk menyediakan lahan pertanian. (A03/HEN/MAS)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/140704kompas/#/21/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar