Jumat, 26 Juli 2013

LONJAKAN HARGA Benahi Distribusi dan Stok Pangan

26 Juli 2013

JAKARTA (Suara Karya): Distribusi barang kebutuhan pokok harus dibenahi untuk menekan lonjakan harga. Pemerintah harus bertindak cepat karena kenaikan harga bakal memicu inflasi.

    "Kenaikan harga menyebabkan kenaikan inflasi lebih dari dua persen pada Juli ini. Karena itu, dibutuhkan peran nyata pemerintah dalam menekan lonjakan harga," kata ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Pande Raja Silalahi kepada Suara Karya di Jakarta, Kamis (25/7).

    Selain itu, menurut dia, data pasokan barang ke pasaran juga sering tidak tepat waktu. Hal ini tentu tidak akan berpengaruh terhadap penurunan harga barang karena barang yang dikirim masih bisa disimpan dan harganya masih bisa dimainkan sesuka hati para pemain kartel di pasar domestik.

    "Di Indonesia yang sulit dilakukan praktik penimbunan hanya produk pertanian, seperti sayur-mayur, karena mudah busuk. Selebihnya, pelaku kartel bebas memainkan harga dan menimbun barang dagangannya. Pemerintah sering lepas tangan kalau terjadi lonjakan harga di pasaran," tuturnya.

    Pande juga menekankan agar pemerintah segera membenahi jalur distribusi guna kelancaran arus barang sehingga tidak terjadi kelangkaan. "Jalur distribusi dan infrastruktur jalan harus segera dibenahi. Ini akan berpengaruh besar terhadap kenaikan harga barang karena berhubungan dengan ketersediaan stok di pasaran," ujarnya.

    Di tempat terpisah, Bulog Divre Jawa Barat memasarkan daging sapi impor dari Australia pada pasar murah di kompleks Gedung Sate, Kota Bandung.

    "Daging sapi impor Bulog sudah masuk Bandung, sementara ini operasi pasar dilakukan di Pasar Murah di Gedung Sate, Bandung, selama dua hari ini," kata Kepala Bulog Divre Jabar Usep Karyana.

    Menurut dia, pada hari pertama operasi pasar daging berharga murah itu memang baru digelar di Gedung Sate, namun dalam beberapa hari ke depan akan dilakukan di pasar-pasar tradisional, bekerja sama dengan Asosiasi Pedagang Daging Sapi Indonesia (Apdasi) Jabar.

    Meski sifatnya operasi pasar, namun daging sapi impor kurang mendapat respons dari pengunjung yang lebih memilih membeli sayur-mayur dan telur serta pakaian. Pembelinya baru sebatas para PNS di lingkungan Kantor Gubernur Jabar di Setda Pemprov Jabar. Sedangkan masyarakat umum, pada hari pertama Pasar Ramadhan belum banyak mengetahui operasi daging sapi itu.

    Namun, Usep membantah apabila operasi pasar daging sapi yang digelar di samping Kantor Gubernur Jabar itu tidak tepat sasaran.

    "Bulog, kan, anggota Tim Pengendali Inflasi di Jabar, di mana Kepala Indag Jabar ketuanya. Kami diajak untuk melakukan sosialisasi daging impor ini kepada masyarakat sekalian operasi pasar," ujarnya.

    Daging sapi impor Bulog Jabar yang didatangkan langsung dari gudang penyimpanan di Jakarta dan diangkut dengan mobil khusus pengangkut daging segar itu dijual seharga Rp 70.000 hingga Rp 85.000 per kilogram sesuai dengan jenisnya.

    Tiga petugas Bulog Jabar berpakaian Bulog Mart menjadi ujung tombak distribusi daging beku yang disimpan dalam freezer. "Daging ini memang beku, disimpan di bawah 0 derajat. Namun, setelah di luar kembali menjadi daging yang siap olah," kata Usep.

    Terkaitan dengan pelaksanaan OP daging sapi impor itu, pihaknya akan bekerja sama dengan Apdasi untuk mendistribusikan kepada masyarakat konsumen daging.

    "Kami kerja sama dengan Apdasi dulu, hingga Kamis ini memang belum ada permintaan kuota daging sapi untuk didistribusikan. Dalam dua atau tiga hari ke depan, operasi pasar daging sapi di Bandung sudah bergulir di pasar," kata Usep.

    Sementara itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan 19 perusahaan terindikasi melakukan kartel perdagangan bawang putih periode November 2012-Februari 2013 yang menyebabkan harga komoditas itu melonjak.

    "Praktik kartel yang dilakukan 19 perusahaan itu melanggar Pasal 11, Pasal 19C, dan Pasal 24 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Komisioner KPPU Sukarmi usai memimpin sidang pemeriksaan pendahuluan terkait importasi bawang putih.

    Menurut dia, dalam pemeriksaan itu sebanyak 19 perusahaan importir bawang putih menjadi terlapor. KPPU juga menetapkan tiga terlapor lainnya, yaitu Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian, Dirjen Kementerian Perdagangan Luar Negeri, dan Menteri Perdagangan.

    Diketahui, bawang putih mengalami kenaikan harga yang signifikan dari rata-rata Rp 25.000-Rp 30 000 per kg sekitar November 2012, namun pada Maret 2013 terjadi kenaikan signifikan menjadi Rp 80.000-Rp 100. 000 Maret 2013.

    Selain menetapkan 19 perusahaan sebagai terlapor, KPPU juga memeriksa tiga pejabat pemerintah terkait yang diduga mengetahui terjadinya praktik pelanggaran UU Antimonopoli itu, yaitu Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian, Dirjen Kementerian Perdagangan Luar Negeri, dan Menteri Perdagangan.

    Dirjen Perdagangan Luar Negeri diduga melakukan persekongkolan dengan 14 perusahaan importir bawang putih untuk memperpanjang surat persetujuan impor (SPI), meski tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 30/M-DAG/PER/5/2012.

    Perpanjangan SPI dilakukan atas nama Menteri Perdagangan. Oleh karena itu, diduga Menteri Perdagangan menyetujui atau setidaknya mengetahui tindakan yang dilakukan Dirjen Perdagangan Luar Negeri.

    Berdasarkan hal itu pula, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan masuk menjadi salah satu pihak terlapor.

    Sedangkan persekongkolan perusahaan importir bawang putih dengan Badan Karantina Kementerian Pertanian dengan menerbitkan KT9 (istilah form memenuhi persyaratan) meskipun terdapat ketidaksesuaian terkait dengan dokumen. Rekomendasi impor produk hortikultura dan surat persetujuan impor yang diduga melanggar Pasal 23 Peraturan Menteri Pertanian No. 60/Permentan/OT.140/9/2012.

    Seharusnya Menteri Perdagangan menolak pelaku usaha pesaing dari pelaku usaha itu untuk mendapatkan perpanjangan SPI. Karena itu, KPPU patut menduga telah terjadi upaya untuk menghambat pesaing-pesaing dari pelaku usaha lainnya dimaksud agar berkurang volume bawang putih yang beredar di pasar dalam negeri. (Bayu/A Choir)

Pande Raja Silalahi, Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS)

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=331382 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar