11 Februari 2013
Kebijakan Pangan | BUMN Pangan Jangan Bergantung pada Tender Kementerian
JAKARTA – Untuk menghindari praktik kartel dalam impor komoditas pangan,
khususnya daging sapi, pemerintah harus melakukan lelang terbuka
(tender) dalam pengadaan komoditas tersebut. Jika sistem lelang terbuka
itu berjalan dengan baik dan benar, praktik kartel bisa dicegah.
"Itu
(tender terbuka) juga akan menutup kemungkinan terjadinya
kongkalikong," kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Syukur
Iwantoro, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut dia, model yang
berlaku dan digunakan pemerintah selama ini adalah penetapan kuota
berdasarkan kesepakatan tiga kementerian. "Jadi, jika memang ada usulan
lelang terbuka untuk importasi daging sapi, model seperti itu bisa
dicoba," tambah Syakur.
Ia mengatakan Kementerian Pertanian hanya
memberikan rekomendasi atau surat rekomendasi pemasukan kepada
Kementerian Perdagangan. Jadi, pembagian kuota impor sapi tidak
dilakukan Kementerian Pertanian sendiri. Pasalnya, jatah impor daging
sapi untuk hotel, restoran, dan katering ditentukan Kementerian
Perdagangan, sementara kebutuhan daging industri dilakukan Kementerian
Perindustrian.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta
pemerintah membuat open bidding atau lelang terbuka untuk importasi
komoditas daging sapi. "Lelang terbuka bisa mencegah praktik kartel
dalam importasi pangan, termasuk dalam importasi daging sapi. Selain
open bidding, KPPU berupaya mencegah dan mengantisipasi adanya praktik
kartel pangan," ujar dia.
Dalam pengawasan praktik impor sapi,
KPPU meminta pemerintah memperbaiki sistem pendataan terkait kebutuhan
dan ketersediaan daging sapi.
Ketua KPPU, Nawir Messi, meminta
pemerintah membuka data impor daging sapi. "Kami meminta pemerintah
membuka secara transparan. Berapa kuota impor yang diputuskan, berapa
jumlah stok nasional. Jika tidak transparan, pasar daging sapi akan
menjadi liar," papar dia.
Tanpa kartel sekalipun, kata Nawir,
harga daging sapi akan bergerak liar jika memang data pasokan dan
kebutuhan tidak jelas. "Intinya, data mengenai kebutuhan dan pasokan
yang sebenarnya menentukan berapa yang harus diimpor. Ini memengaruhi
pembagian kuota impor. Data memengaruhi kebijakan publik yang akan
diputuskan," ungkap dia.
BUMN Pangan
Secara terpisah, Menteri
BUMN, Dahlan Iskan, mengungkapkan dirinya telah meminta badan usaha
milik negara bidang pangan untuk tidak bergantung pada tender di
Kementerian Pertanian terkait praktik kartel pangan yang terus terjadi.
"Instruksi itu jelas saya lakukan tahun lalu. Waktu itu saya sudah
mencium adanya praktik-praktik yang tidak sehat di Kementerian
Pertanian," kata Dahlan.
Saat tender, Dahlan mengaku melihat
gejala-gejala tidak baik sehingga menginstruksikan BUMN pangan untuk
tidak lagi bergantung pada proyek Kementan saat itu. Meski demikian, dia
menolak berkomentar mengenai tindakan kartel yang rawan terjadi di
Kementerian Pertanian. "Gak tahu, saya baru satu tahun jadi menteri,"
kata dia.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia
menyatakan potensi kartel pangan nasional mencapai 11,3 triliun rupiah
dari total impor pangan sebesar 90 triliun rupiah. Nilai tersebut,
menurut Wakil Ketua Umum Bidang Pemberdayaan Daerah Tertinggal/Bulog,
Natsir Mansyur, didapat jika perusahaan mengambil keuntungan minimal,
yakni sekitar 1.000 rupiah per kilogram.
"Kita highlight ada di
enam komoditas pangan yang berpotensi punya praktik kartel, di antaranya
daging sapi, ayam, kedelai, jagung, dan beras," kata dia.
Peluang
impor yang terbuka luas ditengarai membuat praktik kartel mendapat
keuntungan besar. Natsir memperkirakan keuntungan importir pangan
rata-rata mencapai 15 hingga 30 persen dari nilai impor.
Potensi
keuntungan praktik kartel pangan yang besar itu, menurut peneliti
Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin,
Ina Primiana, mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan.
Menurut
Ina, pemerintah perlu membuat regulasi untuk membatasi jumlah importir
produk pangan utama yang hanya terkonsentrasi pada beberapa pengusaha.
"Caranya adalah dengan menggunakan mekanisme tender terbuka, atau jika
harus ada kuota, perlu dilakukan secara transparan," kata dia.
aan/YG/E-3
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/112294
Tidak ada komentar:
Posting Komentar