Rabu, 13 Februari 2013

STOK PANGAN Tahun 2013 Tak Impor Beras

12 Februari 2013



JAKARTA (Suara Karya): Perum Bulog optimistis, tahun 2013 tidak akan impor beras. Pasalnya, pada 2012 lalu, Bulog telah berhasil menembus pengadaan hingga 3,678 juta ton setara beras. Terlebih lagi, stok beras pada akhir tahun 2012 lalu juga mencapai 2,27 juta ton.
"Ini merupakan jumlah terbesar dalam sejarah Bulog. Karenanya, kami yakin tahun ini tidak akan impor beras,"kata Direktur Utama Perum Bulog, Sutarto Alimoeso, di Jakarta, Senin (11/2).
Dijelaskannya, pada 2012, Bulog berhasil mencapai rekor tertinggi pengadaan sebesar 3,678 juta ton. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding tahun 2009 yang mencapai 3,65 juta.
Bahkan, tidak hanya pengadaan yang berhasil mencapai rekor baru, stok beras pada akhir tahun lalu juga mencapai rekor baru yakni sebanyak 2,718 juta ton.
Sementara rekor sebelumnya terjadi pada 2009 yang mencapai 1,9 juta ton.
Jika pada 2012, kata Sutarto, pihaknya bertekad mencapai pengadaan tertinggi, maka pada tahun ini, Bulog bertekad untuk tidak ada impor beras lagi. Walau demikian, katanya, target itu bisa tercapai jika produksi padi tahun 2013 sesuai dengan target Kementerian Pertanian sebanyak 72 juta ton.
"Mudah-mudahan produksi padi tahun ini berhasil sesuai target pemerintah. Dengan begitu, pengadaan Bulog juga minimal bisa sama dengan tahun lalu. Kalau produksi baik, kita harapkan pengadaan juga akan baik," tuturnya.
Selain dukungan keberhasilan produksi padi, Sutarto menganggap, ada faktor lain yang berpengaruh terhadap target Bulog untuk tidak impor lagi. Yakni, kondisi harga beras dan stok beras.
"Harga sangat berpengaruh terhadap pengadaan beras Bulog dari dalam negeri. Stok beras yang di-pegang pemerintah menjadi ukuran, terutama bagi pedagang untuk berspekulasi. Jika stok beras pemerintah cukup besar, maka harga akan relatif stabil. Sebab, pedagang juga tidak akan berani bermain-main," paparnya.

Berbagai Strategi

Bulog memiliki berbagai strategi agar bisa menyerap gabah atau beras dalam ne-geri. Pertama, mekanisme dorong tarik.
Dengan mekanisme ini, Bulog harus menarik atau terjun langsung membeli gabah/beras di produksi petani. Kedua, mekanisme jaringan semut, yakni Bulog tidak hanya membeli gabah/beras dari mitra besar, tetapi juga perusahaan penggilingan skala kecil dan kelompok tani. Cara ini, dinilai cukup berhasil dalam mendongkrak pengadaan Bulog di tahun lalu.
Ketiga, memberikan insentif kepada daerah-daerah yang pengadaannya minus, terutama yang bukan sentra produksi padi. "Selama ini daerah minus mendapat beras dari daerah surplus.
Dengan insentif ini, biaya yang semula untuk ongkos angkut beras dari daerah surplus dialihkan sebagai insentif pengadaan di daerah itu. Jadi akan lebih optimal," katanya.
Strategi keempat, lanjut Sutarto, adalah pengembangan on farm. Dibeberapa sentra produksi padi, Bulog sudah mulai melakukan penanaman padi sendiri. Karena itu, paradigma Bulog sekarang ini berubah 180 derajat.
"Jika dulu Bulog membeli gabah/beras menunggu harga jatuh, saat ini Bulog harus menjemput bola. Begitu ada informasi panen, Bulog langsung terjun ke lapangan melakukan pengadaan dengan strategi yang telah disiapkan," ujarnya. (Novi)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar