JAKARTA (Suara Karya): Perum Bulog optimistis, tahun 2013
tidak akan impor beras. Pasalnya, pada 2012 lalu, Bulog telah berhasil menembus
pengadaan hingga 3,678 juta ton setara beras. Terlebih lagi, stok beras pada
akhir tahun 2012 lalu juga mencapai 2,27 juta ton.
"Ini merupakan jumlah terbesar dalam sejarah Bulog.
Karenanya, kami yakin tahun ini tidak akan impor beras,"kata Direktur
Utama Perum Bulog, Sutarto Alimoeso, di Jakarta, Senin (11/2).
Dijelaskannya, pada 2012, Bulog berhasil mencapai rekor tertinggi
pengadaan sebesar 3,678 juta ton. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding tahun
2009 yang mencapai 3,65 juta.
Bahkan, tidak hanya pengadaan yang berhasil mencapai rekor
baru, stok beras pada akhir tahun lalu juga mencapai rekor baru yakni sebanyak
2,718 juta ton.
Sementara rekor sebelumnya terjadi pada 2009 yang mencapai
1,9 juta ton.
Jika pada 2012, kata Sutarto, pihaknya bertekad mencapai
pengadaan tertinggi, maka pada tahun ini, Bulog bertekad untuk tidak ada impor
beras lagi. Walau demikian, katanya, target itu bisa tercapai jika produksi
padi tahun 2013 sesuai dengan target Kementerian Pertanian sebanyak 72 juta
ton.
"Mudah-mudahan produksi padi tahun ini berhasil sesuai
target pemerintah. Dengan begitu, pengadaan Bulog juga minimal bisa sama dengan
tahun lalu. Kalau produksi baik, kita harapkan pengadaan juga akan baik,"
tuturnya.
Selain dukungan keberhasilan produksi padi, Sutarto
menganggap, ada faktor lain yang berpengaruh terhadap target Bulog untuk tidak
impor lagi. Yakni, kondisi harga beras dan stok beras.
"Harga sangat berpengaruh terhadap pengadaan beras
Bulog dari dalam negeri. Stok beras yang di-pegang pemerintah menjadi ukuran,
terutama bagi pedagang untuk berspekulasi. Jika stok beras pemerintah cukup
besar, maka harga akan relatif stabil. Sebab, pedagang juga tidak akan berani
bermain-main," paparnya.
Berbagai Strategi
Bulog memiliki berbagai strategi agar bisa menyerap gabah
atau beras dalam ne-geri. Pertama, mekanisme dorong tarik.
Dengan mekanisme ini, Bulog harus menarik atau terjun
langsung membeli gabah/beras di produksi petani. Kedua, mekanisme jaringan
semut, yakni Bulog tidak hanya membeli gabah/beras dari mitra besar, tetapi
juga perusahaan penggilingan skala kecil dan kelompok tani. Cara ini, dinilai
cukup berhasil dalam mendongkrak pengadaan Bulog di tahun lalu.
Ketiga, memberikan insentif kepada daerah-daerah yang
pengadaannya minus, terutama yang bukan sentra produksi padi. "Selama ini
daerah minus mendapat beras dari daerah surplus.
Dengan insentif ini, biaya yang semula untuk ongkos angkut
beras dari daerah surplus dialihkan sebagai insentif pengadaan di daerah itu.
Jadi akan lebih optimal," katanya.
Strategi keempat, lanjut Sutarto, adalah pengembangan on
farm. Dibeberapa sentra produksi padi, Bulog sudah mulai melakukan penanaman
padi sendiri. Karena itu, paradigma Bulog sekarang ini berubah 180 derajat.
"Jika dulu Bulog membeli gabah/beras menunggu harga
jatuh, saat ini Bulog harus menjemput bola. Begitu ada informasi panen, Bulog
langsung terjun ke lapangan melakukan pengadaan dengan strategi yang telah
disiapkan," ujarnya. (Novi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar