Kamis, 14 Februari 2013

Tata Ulang Kebijakan Pangan

14 Februari 2013

JAKARTA - Pemerintah diminta menata ulang kebijakan pangan. Persoalan dari hulu ke hilir yang tidak kunjung membaik hingga permainan kuota untuk mendapatkan uang dinilai menyakitkan bagi kalangan petani. "Kebijakan dan program pangan lebih sering didesain untuk kepentingan penguasa dan partai politik, bukan untuk petani. Misalkan swasembada, sudah ditetapkan dari sejak 2007, tetapi hingga tahun 2014 nanti juga belum tentu terealisasi. Bahkan, yang sering menonjol justru program bansos, misalkan Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) yang diarahkan untuk kepentingan daerah pemilihan (dapil)," kata Manager Advokasi dan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, kepada Koran Jakarta, Rabu (13/2).

Menurut Said, pemerintah sering bergerak berdasarkan asumsi dan kepentingan dari level atas, padahal swasembada pangan untuk lima komoditas pangan seharusnya dimulai dari komitmen petani. Misalkan petani ditanya soal persoalanya, kesanggupanya hingga dukungan untuk peningkatan produksinya.

Jadi, kata Said, pemerintah jangan hanya membagikan benih, tetapi untuk dikorupsi atau membatasi kuota daging sapi untuk mendapatkan suap. Hal yang sama berlaku pada pupuk yang lebih sering terjadi kelangkaan hingga penyelewengan. Hingga saat ini, menurut Said, petani masih sering dijadikan stempel untuk pembenaran proyek di kementerian, bahkan lebih kasar lagi untuk dijadikan komoditas untuk kepentingan penguasa.

"Jadi, seolah-olah program, proyek, dan kebijakan pemerintah untuk menyejahterakan petani, akan tetapi di dalamnya ada kepentingan tertentu. Ini mencederai asas keadilan bagi petani," ungkap dia.

Said mengakui terjadinya kenaikan nilai tukar petani (NTP) setiap tahun meskipun di level 1-2 persen, akan tetapi indikator kenaikan tersebut tidak mengimbangi kebutuhan riil petani yang juga berstatus sebagai konsumen pangan. Jika dibandingkan dengan tengkulak, broker, dan pedagang, angka pendapatan petani selalu berada di kuadran terbawah.

Untuk itu, sudah saatnya pemerintah menata ulang tata kelola pembangunan pertanian, yang lebih menjawab kebutuhan petani dan pekebun kecil. "Jangan lagi mempermainkan petani, atau mengatasnamakan pembangunan pertanian. Tetapi, faktanya tidak melibatkan petani," ujar dia.

BUMN Pangan
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR, Viva Yoga Muladi, mengatakan dari sisi BUMN pangan juga terjadi salah kelola. Akibatnya, banyak BUMN pangan yang tidak mendukung peningkatan produksi, ketahanan, maupun kedaulatan pangan. "Mereka tidak fokus dengan bisnis intinya. Ada BUMN pangan yang mengurus asuransi bahkan kontruksi, seharusnya Menteri BUMN menegur dan mengembalikan bisnis inti BUMN Pangan itu. Jika tidak mendukung ketahanan dan kedaulatan pangan, lebih baik dibubarkan saja," ungkap dia.

Tidak hanya itu, Viva juga menengarai, BUMN tersebut lebih "keenakan" mengikuti tender yang menggunakan dana APBN, terutama untuk pengadaan pangan dari impor, yang ujung-ujungnya hanya untuk meraup untung. Untuk itu, Viva meminta BUMN pangan melakukan penataan kembali dan Menteri BUMN mengembalikan BUMN pangan, khusus untuk mengurusi pangan dan meninggalkan bisnis lain.

"Jadi harus fokus, BUMN seperti pertanian khusus mengurus benih, BUMN berdikari khusus mengurus peternakan. Jadi fokus, kalau melenceng, ya harus ditegur dan diberikan sanksi," paparnya.

Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) meminta agar permasalahan pangan nasional tidak dipermainkan. Pemerintah dan DPR harus mengambil langkah yang tegas dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. "Masalah pangan tidak boleh dipermainkan. Banyak persoalan yang membuat manajemen pangan kita jadi kacau, mulai dari pemberian rekomendasi izin, tata niaga, sampai kepada kartel pangan," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah, Natsir Mansyur.

Oleh karena itu, kata dia, Kadin menyambut baik usulan DPR agar dibentuk badan otoritas pangan yang dinilai merupakan langkah yang baik. "Bentuk badan otoritas pangan tersebut dengan melibatkan unsur pemerintah-Kadin-pakar," kata dia. aan/E-3

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/112552

Tidak ada komentar:

Posting Komentar