Selasa, 26 Februari 2013

Perum Bulog Akan Stabilisasi Harga Kedelai

26 Februari 2013

JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah memutuskan untuk memberikan tambahan tugas kepada Perum Bulog untuk menstabilkan harga kedelai. Hal ini bertujuan untuk memberi insentif kepada petani kedelai sekaligus menjaga kelangsungan produksi perajin tahu dan tempe.
Demikian salah satu keputusan rapat koordinasi tentang ketahanan pangan yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Senin (25/2). Hadir dalam pertemuan sekitar dua jam itu antara lain Menteri Pertanian Suswono, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak, dan Kepala Perum Bulog Sutarto Alimoeso.
Dalam keterangan pers usai rapat, Hatta menyatakan, forum telah tuntas membahas rancangan peraturan presiden tentang tambahan tugas kepada Perum Bulog untuk melakukan fungsi stabilisasi kedelai. Selanjutnya, dokumen tersebut akan segera dikirim ke Presiden untuk ditandatangani.
Guna mendukung fungsi stabilisasi itu, kata Hatta, Perum Bulog juga diberi kewenangan untuk mengimpor kedelai. Ini akan diatur lebih lanjut oleh Menteri Perdagangan. Impor kedelai oleh Perum Bulog tidak akan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
”Kita harapkan petani akan semakin termotivasi untuk meningkatkan produksinya, yang harus kita akui tahun 2012 lebih kecil dibandingkan tahun 2011. Oleh sebab itu, dengan adanya itu, kita melindungi petani sekaligus menjaga agar perajin tempe dan tahu tidak terpukul dengan fluktuasi harga,” kata Hatta.
Gita Wirjawan menyatakan, pihaknya diberi tugas untuk menyelesaikan peraturan Menteri Perdagangan yang menjadi turunan dari peraturan presiden tentang tambahan tugas kepada Perum Bulog untuk menstabilkan harga kedelai. Hal ini akan menjadi payung hukum bagi Kementerian Perdagangan maupun Perum Bulog untuk membantu menstabilkan harga kedelai.
Suswono berpendapat, persoalan utama pada produk kedelai adalah harga yang tidak menguntungkan bagi petani sehingga mereka tidak bergairah menanam kedelai. Ini semakin diperparah dengan membanjirnya kedelai impor. Padahal, dari sisi kualitas, kata Suswono, kedelai dalam negeri jauh lebih bagus dari impor.
”Dulu tahun 1992 ketika kita swasembada kedelai, harga kedelai 1,5 kali harga beras. Sekarang karena dibanjiri impor dan harga impor jauh lebih murah maka petani akhirnya tertekan sehingga beralih ke tanaman lain, seperti tebu, padi, dan jagung, yang lebih menguntungkan,” kata Suswono.
Suswono menekankan perlunya tambahan 500.000 hektar areal lahan kedelai untuk swasembada kedelai. Namun hal yang telah diserukannya sejak awal itu belum pernah mendapatkan respons konkret sampai hari ini.
Pemerintah didesak untuk segera mengeluarkan harga pembelian pemerintah untuk kedelai. Janji tersebut sudah dilontarkan pertengahan 2012, namun sampai sekarang belum terealisasi. Padahal, HPP menjadi jaminan dan stimulus bagi petani untuk memacu produksi kedelai.
Ketua Umum Dewan Kedelai Nasional Benny Kusbini mengatakan, kebijakan HPP kedelai sangat dinantikan petani dan perajin tahu-tempe. ”Kita nggak ngerti kenapa sampai sekarang belum keluar juga. Jika menyangkut kepentingan orang kecil seperti petani dan perajin, gerak pemerintah lamban. Giliran menyangkut kepentingan asing responsnya cepat,” kata Benny. (ENY/MAS/K06/K07/LAS)

http://cetak.kompas.com/read/2013/02/26/02341123/perum.bulog.akan.stabilisasi.harga.kedelai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar