2 Februari 2013
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan lembaga itu
memprioritaskan penanganan korupsi pada impor pangan, hasil kolaborasi
pengusaha hitam dan oknum otoritas yang berwenang.
Untuk itu,
KPK juga diharapkan segera menyelidiki potensi korupsi pada impor gandum
terkait dengan diskriminasi kebijakan pemerintah dan monopoli pada
pasar impor domestik yang telah berlangsung 30 tahun. Penegasan KPK itu
disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, di Jakarta, Jumat
(1/2).
Bahkan, menurut Bambang, pihaknya telah mencanangkan
program tahunan terkait strategi penanganan kasus korupsi yang
terkonsentrasi di tiga kluster, yakni penerimaan pajak, ketahanan
ekonomi, serta ketahanan energi dan pangan.
Bambang menjelaskan
melalui penangkapan pejabat Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Rabu
(30/1), KPK ingin memperlihatkan kepada publik bahwa sektor ketahanan
pangan juga menjadi bagian prioritas mereka. "Makanya, suap kemarin ini
berkaitan dengan itu (ketahanan pangan). Tiba-tiba harga daging
melonjak. Kasihan masyarakat kalau harga sekilo daging 100 ribu," kata
dia. Selanjutnya, tambah Bambang, KPK akan terus menyasar pada penangan
korupsi di sektor ketahanan pangan. "Ketahanan pangan menjadi fokus
karena menyangkut hajat hidup orang banyak," tandas dia.
Sebelumnya, Ketua KPK, Abraham Samad, mengaku tengah membidik pengusaha
hitam pelaku kartel kebutuhan pangan impor sebagai hasil kolaborasi
dengan otoritas berwenang di lingkungan pemerintah yang mengakibatkan
Indonesia semakin tidak mandiri dalam pengadaan pangan. "Kartel importir
pangan hanya menguntungkan pengusaha hitam dan pejabat pemerintah
tertentu," kata Abraham.
Pelaku impor pangan, kata Abraham,
hanya dikuasai oknum pengusaha tertentu karena sifatnya sudah kartel.
Ini diperparah kebijakan pemerintah yang tidak mendorong tumbuh kuatnya
ketersediaan pangan di dalam negeri. "Ini mesti ditertibkan karena
implikasinya sangat luas kalau dibiarkan berlarut-larut. Sangat ironis
jika menyadari sumber daya alam kita yang sangat melimpah, tapi
kebutuhan pangan sangat tergantung impor," kata Abraham.
Segelintir Pemain
Terkait
dengan fokus KPK itu, Ketua Eksekutif Indonesia Human Rights Committee
for Social Justice (IHCS), Gunawan, meminta KPK menyelidiki dugaan
penyelewengan impor gandum. Pasalnya, pasar impor gandum kini dikuasai
segelintir pemain. Dia menduga ada permainan untuk mengatur impor
gandum. "Gandum ketika kemudian diubah menjadi terigu punya peran besar
dalam konsumsi pangan dan produksi pangan olahan di Indonesia. Maka,
impor gandum adalah persoalan ekonomi skala besar di Indonesia yang
celakanya hanya dikuasai segelintir perusahaan," kata Gunawan.
Menurut
dia, permainan kebijakan impor gandum menyebabkan potensi kerugian
negara yang sangat besar. "Selain itu, penyelewengan impor gandum akan
berpengaruh pada stok nasional terigu dan berpengaruh pada persaingan
antarnegara eksportir gandum seperti Amerika, Australia, dan Turki,"
kata Gunawan. Sebelumnya, aktivis Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan
(KRKP), Yusuf Maguantara, mengatakan perlakuan khusus terhadap importir
gandum yang monopolistik berupa pembebasan bea masuk impor gandum harus
dihapuskan.
Selain menimbulkan ketidakadilan, kebijakan itu
juga berpotensi merugikan negara karena hilangnya kesempatan mendapatkan
pendapatan pajak. Akhir tahun lalu, pemerintah mengenakan bea masuk
tindakan pengamanan sementara (BMTPS) dari 5 menjadi 20 persen untuk
impor terigu asal Turki. "Jika pemerintah konsekuen, semestinya impor
gandum juga kena bea masuk setidaknya 15 persen," kata Yusuf.
Apabila nilai impor gandum 3 miliar dollar AS, potensi pendapatan dari
bea masuk yang hilang sekitar 4,27 triliun rupiah setahun. "Inilah
potensi pendapatan negara yang hilang. Kenapa hingga kini KPK tidak
pernah memeriksa kemungkinan korupsi di sini. KPPU pun malah membela
importir monopolistis," tambah Yusuf.
Oleh karena itu, dia pun
menyayangkan bahwa sumber korupsi terbesar impor pangan pada komoditas
gandum dibiarkan saja. "Malah, pemerintah membela mati-matian pengenaan
bea masuk nol persen untuk importir monopolistis yang puluhan tahun
menguasai pasar impor gandum nasional."
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/111731
Tidak ada komentar:
Posting Komentar