Minggu, 03 Februari 2013

Ironi Impor Pangan

2 Februari 2013

Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap tangan terduga kasus penyuapan untuk penambahan kuota impor daging sapi. Kasus ini makin menambah bukti bahwa berbagai impor pangan tidak lepas dari kepentingan pihak tertentu. Beberapa tahun lalu, manipulasi impor beras dan gula memperlihatkan bahwa kejahatan dalam impor itu nyata.
Untuk kasus impor daging, setidaknya Kompas pada tahun 2005 telah mengingatkan semua pihak agar tidak bermain-main dengan impor daging dan produk turunannya. Saat itu masalah terbesar adalah impor akan dilakukan dari negara yang tidak bebas penyakit.
Polemik negara bebas dan zona bebas pun menguat meski Indonesia sebenarnya sejak semula memegang teguh impor daging hanya dilakukan dari negara yang bebas penyakit. Lobi-lobi dari beberapa kalangan nyaris memperbolehkan impor dari zona bebas. Maksudnya, semisal di sebuah negara yang tidak bebas ada dua provinsi yang bebas penyakit maka impor daging bisa dilakukan dari dua provinsi itu.
Hanya karena tekanan dari beberapa kalangan rencana ini batal. Apakah hal itu terus menyurutkan mereka yang tetap ingin mendapat untung besar dengan mengorbankan status bebas penyakit kuku dan mulut serta sapi gila yang dipegang Indonesia? Rupanya tidak! Mereka terus bergerak dan melobi hingga menyentuh penyusunan aturan importasi itu.
Ini baru satu komoditas! Komoditas lain pun kerap dipermainkan. Paling sering komoditas beras. Dari mulai pemalsuan data muatan kapal hingga pemalsuan jumlah kapal yang masuk. Pemalsuan data muatan semisal, total muatan 70.000 ton beras, tetapi yang dilaporkan ke kantor Bea dan Cukai hanya 700 ton. Akibatnya, negara dirugikan miliaran rupiah dari bea masuk.
Kasus pemalsuan jumlah kapal juga beberapa kali terjadi. Dalam laporan yang masuk jumlah kapal beras hanya lima, tetapi kenyataannya kapal beras yang masuk ke Indonesia ada tujuh kapal. Dua kapal lainnya biasanya masuk bebas ke pelabuhan-pelabuhan di luar Jawa.
Apakah pemerintah tetap berdiam diri? Apalagi belakangan impor beras dan gula juga terus naik. Belum lagi harga kedelai yang melonjak juga mendorong impor kedelai dalam jumlah besar. Sepertinya pemerintah tetap berdiam diri atau tidak akan banyak perubahan dalam kebijakan impor pangan.
Impor pangan masih akan besar dan kesempatan para pemburu rente juga makin besar. Apalagi dengan alasan untuk menjaga stabilitas politik di tahun politik menjelang Pemilu 2014, maka impor pangan akan tetap tinggi—dengan alasan agar tidak terjadi gejolak harga di masyarakat, maka pangan harus tersedia. Impor menjadi pilihan dibandingkan memenuhinya dari dalam negeri. Alasannya waktu tidak mencukupi! Aneh sekali.
Impor pangan di tahun politik sudah lama dikritik. Setidaknya sejarawan Prof Onghokham pernah menemukan bukti aktivitas impor, termasuk impor pangan, menjelang Pemilu 1955 atau pemilu pertama Indonesia sangat besar. Volume impor juga naik pada saat menjelang pemilu.
Impor pangan di Indonesia menjadi sebuah ironi. Pada saat pemerintah harus melindungi petani, tetapi kenyataannya impor pangan malah makin besar. Akan tetapi, kalau sudah bicara kepentingan, maka segala cara dilakukan. Impor pun merajalela. Kita hanya bisa menunggu KPK akan menangkapi mereka yang selalu merekayasa impor pangan.

http://cetak.kompas.com/read/2013/02/02/02453847/ironi.impor.pangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar