Rabu, 20 Februari 2013

Bulog batal jadi pengelola tata niaga kedelai

20 Februari 2013

Badan Urusan Logistik (Bulog) mengungkapkan kepercayaan diri untuk diserahi tugas mengelola tata niaga kedelai. Bahkan Menko Perekonomian Hatta Rajasa akhir bulan lalu menjamin Bulog akan diperluas fungsinya, termasuk mengelola pasokan kedelai nasional dari hulu sampai hilir.

Berbeda dari yang sudah diwacanakan selama ini, ternyata Bulog tidak masuk dalam skenario stabilisasi harga kedelai ala Kementerian Perdagangan. BUMN yang saat ini fokus mengurusi beras ini, tidak mendapat hak khusus mengimpor kedelai dari luar negeri.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Bachrul Chairi menyatakan mekanisme impor akan disesuaikan dengan rekam jejak perusahaan. Baik swasta maupun Bulog harus mengikuti prosedur yang sama. Alokasi impor BUMN itu bahkan disamakan seperti importir lain.

"Enggak (diberi alokasi lebih besar). Kita pakai past performance. (Peran Bulog) sama saja sesuai kemampuan, mereka yang terlibat dalam impor adalah mereka yang sudah berpengalaman tiga tahun mengimpor (kedelai) berturut-turut atau lima tahun meski tidak berturut-turut impor," ujarnya di Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (20/2).

Bahkan, dalam bahasan mengenai peraturan menteri perdagangan (permendag) stabilisasi kedelai, Bulog sama sekali tidak dilibatkan. Tim diisi oleh Kemendag, Kemenko Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTI).

Berdasarkan penjelasan Bachrul, Kemendag menjadi instansi yang paling berperan mengendalikan gejolak harga kedelai. Bachrul menegaskan penentuan importasi kedelai tidak akan bernasib kisruh seperti daging. Sebab, sifatnya adalah impor sesuai kebutuhan di pasar, tidak dibagi dalam kuota tertentu.

"Jadi intinya KOPTI dan petani dapat harga tertentu (sesuai HPP), sisanya mekanisme pasar," ujarnya.

Aspek yang membedakan importasi kedelai dari skema impor daging ada pada pernyataan yang harus ditandatangani importir. Isinya mengatakan importir juga membeli kedelai dari petani lokal. Mereka juga harus taat aturan bahwa importasi bahan baku tahu tempe itu dilakukan dalam rangka stabilisasi harga.

"Enggak (mirip daging), kan ada pernyataan (importir) bukti bahwa mereka beli dr petani. Misal produksi petani 800.000 ton, alokasi impor setahun hanya 10 persen," kata Bachrul.

Direktur Utama Bulog Sutarto Alimoesso awal tahun ini padahal menyatakan siap mengelola tata niaga kedelai. Pihaknya berencana mendatangkan 400.000 ton kedelai impor sebagai cadangan menstabilkan harga bahan baku tempe tahu itu.

Hanya saja, saat itu Bulog memang meminta fasilitas khusus jika diberi tugas mengelola kedelai. Alasannya, BUMN ini sudah lama tidak mengatur tata niaga komoditas selain beras.

"Tidak bisa kita dilepas bebas mengurus kedelai, (swasta) ini kan sudah punya jaringan 10 tahun lebih, mereka sudah stabil. Kalau kita masuk tanpa pemerintah yang memberi fasilitas beda awalnya, ya berat. Itu logis aja dalam berdagang," kata Sutarto.
[arr]
 Reporter : Ardyan Mohamad
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar