31 Januari 2013
feb.undip.ac.id - BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) telah merampungkan audit impor beras 2012, tetapi seperti telah dilansir dalam beberapa media masa belum mengumumkan hasilnya. Sambil menunggu hasil audit yang semestinya dapat membantu manajemen penanganan pangan (khususnya beras), maka ada baiknya pencerahan dapat dilakukan dengan merujuk kepada kisah dalam kitab suci, yang di dalamnya terdapat pelajaran berharga tentang bagaimana seharusnya menangani masalah krusial, salah satunya krisis pangan.
Dalam kitab suci Al Quran terdapat kisah
Nabi Yusuf yang dapat mengatasi masa sulit berupa krisis pangan
karena kekeringan dan paceklik. Diceritakan pada waktu itu Raja Mesir
bermimpi melihat tujuh sapi gemuk dimakan tujuh sapi kurus. Demikian
juga melihat tujuh tangkai gandum yang hijau, kemudian disusul oleh
tujuh tangkai gandum yang kering. Nabi Yusuf sebagai salah satu utusan
Allah mempunyai karakter “al-amin”, sehingga sudah pasti mampu dan
dipercaya dapat memaknai mimpi Raja Mesir tersebut.
Nabi Yusuf menerangkan di Mesir pada
waktu itu akan terjadi kemakmuran selama tujuh tahun berturut-turut,
kemudian tujuh tahun berikutnya akan disusul krisis berat karena muncul
masa paceklik. Manajemen logistik yang diusulkan oleh beliau adalah
menyimpan panen tanaman pokok masyarakat (gandum) pada saat terjadi
kelimpahan produksi untuk berjaga-jaga karena nantinya selama tujuh
tahun terjadi masa krisis karena terjadi kekeringan.
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana
beliau dapat mensosialisasikan ke masyarakat dan bagaimana teknik
penyimpanannya pada waktu itu ?. M. Luthfi Hamidi (dalam The Crisis-
Krisis Mana Lagi yang Engkau Dustakan?, Jakarta: Penerbit Republika,
2012, hal 365-377), menjelaskan yang penting adalah kemampuan manajerial
dan ilmu, tetapi yang lebih penting lagi adalah adanya sifat amanah
dalam melaksanakan suatu tugas.
Tentang bagaimana beliau
mensosialisasikan ke masyarakat secara rinci dapat dilihat dalam Al
Kitab (Genesis/Kitab Kejadian XLI:46 sampai XLII:38) di mana diterangkan
bagaimana Nabi Yusuf melakukan safari dari satu tempat ke tempat lain
untuk memberikan penyuluhan agar melimpahnya panen tidak
dihambur-hamburkan, akan tetapi disimpan guna berjaga-jaga pada saat
terjadi paceklik. Beliau juga meminta kepada masyarakat, untuk setiap
lima gantang gandum yang dipanen, satu gantangnya diserahkan kepada
Raja, untuk keperluan stok nasional.
Cara penyimpanannya supaya tahan lama
dalam Al Quran dinyatakan gandum yang disimpan diawetkan dengan cara
meninggalkan bulirnya tetap ditangkai. Hasil riset modern, seperti yang
dilakukan oleh Dr. ‘Abd al-Majid Bil’abid dan teman penelitinya dari
Universitas Rabat, Maroko, membenarkan teknik penyimpangan tersebut
supaya tahan lama. Hasil penelitiannya antara gandum yang tetap
ditangkai dengan yang terpisah, meunjukkan hasil yang nyata bahwa gandum
yang tetap ditangkainya semuanya kualitasnya tetap terjaga, sementara
bulir yang terpisah dari tangkainya, mulai mengering dan kehilangan
kadar air hingga 20,3 persen dan kadar gulanya juga hilang sampai 32
persen.
Pelajaran Berharga
Dunia sekarang ini di samping terkena
multi krisis seperti krisis ekonomi, keuangan, lingkungan hidup maupun
krisis moral, demikian juga krisis pangan sudah mulai nampak dan dalam
jangka yang tidak terlalu lama akan makin mengkhawatirkan. Penyebabnya
yang terpenting dari krisis pangan adalah terjadi perubahan iklim yang
ekstrim karena perilaku manusia itu sendiri.
Sebenarnya dalam urusan makanan pokok
yang berupa beras kondisinya di Indonesia dalam posisi surplus, tetapi
anehnya masih melakukan impor. Bahkan BPK sampai melakukan audit
dikarenakan kecurigaan terjadi penyelewengan dalam impor, terlebih lagi
dilakukan di saat terjadi panen raya, sehingga para petani dirugikan
karena harga turun drastis, persediaan melebihi dari permintaan.
Dalam kaitannya dengan manajemen
logistik Nabi Yusuf, mestinya pada saat produksi berlebih padi dapat
disimpan untuk berjaga-jaga karena masa depan komoditas pangan di dunia
akan mengalami krisis. Pemakaian produksi domestik harus menjadi
prioritas, karena produksi dalam negeri yang berlimpah. Badan penyangga
pangan dalam hal ini Bulog harus mendapat prioritas untuk dapat membeli
produk lokal petani dengan biaya yang ditanggung bersama dengan
Pemerintah dan kran impor harus dihentikan.
Sosialisasi mengenai bahaya pangan di
masa depan sebenarnya sangat mudah dilakukan sekarang ini karena
perkembangan teknologi informasi yang maju dan sudah menjangkau ke
mana-mana, bahkan sampai daerah terpencil sekalipun. Televisi, telepon
seluler dan internet perkembangannya sudah demikian cepat di Indonesia,
dan sudah memasyarakat secara hampir merata.
Mengenai teknik penyimpanannya, kalau
dahulu pada waktu varietas lokal yang bermacam-macam masih ditanam
masyarakat luas, persis seperti yang diamanatkan dalam kisah Nabi Yusuf
tersebut. Para petani yang panen akan menyimpan hasil panen padinya di
gudang maupun di lumbung desa, dengan tetap menyimpang bulir padi pada
tangkainya yang diikat oleh seutas tali bambu.
Keadaan sekarang yang cenderung mulai
melihat kepada keaslian (back to nature), maka pemakaian benih lokal
dan pupuk organik ada tanda-tanda mulai digemari segmen masyarakat
tertentu. Sekiranya ini berlangsung, maka teknik penyimpanannya persis
dapat meniru Nabi Yusuf, meski keberadaan prasarana dan sarana lainnya
perlu penyesuaian.
Tetapi sekiranya seperti sekarang di
mana Revolusi Hijau berhasil sukses di mana terdapat kebaharuan
sepertinya pada benih, pupuknya buatan, dan lainnya yang diinovasi,
maka dengan melakukan perubahan seperlunya manajemen ala Nabi Yusuf
tetap relevan. Dengan perhitungan statistika dapat dilakukan perkiraan
pada masa depan berapa kebutuhan beras dan berapa konsumsinya ,
daerah-daerah mana yang surplus dan defisit.
Lakukan penyimpanan padi di gudang
pribadi, lumbung padi, Bulog maupun tempat lainnya. Teknologi kekinian
tentunya dapat menjaga kapan beras disimpan dan dikeluarkan dengan
kualitas yang terjaga, adapun besarnya biaya penyimpanan haruslah
dipenuhi oleh pemerintah. Hal ini semata dilakukan karena masalah
urusan pangan adalah demikian vital dan krusial, karena menyangkut
masalah “perut”.
Penanganan logistik pangan memang benar
membutuhkan kemampuan manajerial dan ilmu yang khusus. Mengenai hal
tersebut di Indonesia tidak kekurangan, masalahnya dalam pelaksanaannya
dibutuhkan sifat amanah seperti yang dicontohkan oleh nabi Yusuf.
Jikakau dalam menjalankan tugas dilakukan dengan amanah, maka tidak
perlu harap-harap cemas menanti bagaimana hasil audit BPK.
Purbayu Budi Santosa adalah Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip. Dimuat di Harian Republika, 25 Januari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar