Jumat, 04 Januari 2013

Mentan Ngaku Surplus, Bulog Masih Butuh Impor

3 Januari 2013


Jakarta – Kementerian Pertanian mengumumkan adanya peningkatan jumlah produksi beras menjadi sebanyak 39 juta ton. Dengan total konsumsi hanya 34 juta ton, maka pemerintah menyatakan adanya surplus sebesar 5 juta ton. Namun Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Sutarto Alimoeso menyatakan, pada tahun 2013 masih perlu melakukan impor beras sebesar 670 ribu ton.
NERACA
Saat dihubungi Neraca kemarin (3/1), Menteri Pertanian Suswono mengatakan, data surplusnya pasokan beras didasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS). Sedangkan keterkaitan dengan importasi, lanjut dia, hal tersebut merupakan langkah yang diambil Bulog untuk kesiapan.
“Serapan bulog terhadap produksi dalam negeri tidak optimal, jika dia dapat menyerap sekitar 3,2-4 juta ton maka hal itu tidak terjadi,” ujarnya.
Menurut Suswono, tidak terserapnya produksi secara optimal membuat stok akhir tahun tidak dapat tercapai sebesar 1 ½ -2 juta ton. Hal itu terjadi akibat adanya penyaluran beras untuk masyarakat miskin (raskin) dan pengadaan operasi pasar.
Sejauh ini, tandasnya, kementerian pertanian telah mengoptimalkan produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga seharusnya tidak lagi diperlukan impor. Hal tersebut sejalan dengan rencana pemerintah yang menargetkan 10 juta ton per tahun. “Kita optimalkan lahan pertanian yang ada, misalnya dari 5,1 juta ton per ha menjadi 5,2 juta ton per ha,” ujarnya.
Di samping mengoptimalkan lahan pertanian, Suswono menyebut, yang menjadi tantangan bagi optimalisasi produksi pertanian yaitu perubahan iklim dan adanya konversi lahan sebesar 100.000 ha per tahun. Hal tersebut sangat ironis karena yang menjadi masalah impor selama ini adalah akibat keterbatasan lahan. Karena itu, pihaknya telah mengusulkan untuk tiga tahun ke depan tidak ada konversi lahan. Draft mengenai hal tersebut telah diajukan dan akan dibahas di lintas menteri untuk kemudian disampaikan ke Presiden.
Sebelumnya, Sutarto mengutarakan, Bulog tidak akan mengimpor beras pada 2013 apabila stok beras mencapai 6%. “Kalau hasil pertanian meningkat dengan capaian 6% sekitar 3 juta ton lebih, kita tidak akan mengimpor beras.Namun apabila itu tidak tercapai, kita akan lakukan impor,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, apabila tak tercapai, maka pihaknya akan mengupayakan impor beras maksimal 670 ribu ton beras. Angka tersebut adalah jumlah yang maksimal yang harus diimpor sebagai akibat apabila produksi beras tidak mencapai target.
“Untuk mencapai beras 6% tahun ini kita berharap curah hujan bersahabat (tidak banjir) agar tidak terjadi sebagaimana tahun 2007 hampir 100 ribu hektar tergenang banjir yang menyebabkan gagal panen 400 ribu ton di Jawa,” katanya.
Sutarto menambahkan, saat ini Bulog sudah punya tugas baru dari pemerintah berupa pengadaan beras 1 juta ton. Sementara Bulog sendiri sudah memiliki stok beras sebanyak 2 juta ton. “Karena stok Bulog cukup pengadaan dalam negeri meningkat. Kalau dalam negeri bisa ngapain impor,” tegasnya.
Masalah beras sering terjadi kontroversi lantaran data di Badan Pusat Statistik (BPS) hanya merupakan data komulatif. Akibatnya, data neraca bulanan di Kementerian Pertanian dan Badan Urusan Logistik (Bulog) berbeda.
“Yang terjadi di lapangan adalah 70% produksi beras terjadi pada saat masa panen raya yaitu pada bulan April-Maret sedangkan 30% berada di luar masa-masa panen,” kata pengamat pertanian dari IPB Bustanul Arifin saat dihubungi kemarin.
Menurut Bustanul, ada kesalahan dari manajemen stok yang dilakukan Bulog. Imbasnya, pada musim kemarau saat terjadi panen justru Bulog melakukan impor, padahal stoknya masih ada. “Manajemen stok Bulog masih kurang bagus sehingga kadang stoknya tidak mencukupi sehingga perlu dilakukan impor,” jelasnya.
Dia lantas menyarankan agar Bulog memperbaiki manajemen stoknya sehingga tidak dimanfaatkan oleh para tengkulak. Pasalnya selama ini yang memanfaatnya justru tengkulak beras. “Perbaiki manajemen dan juga tingkatkan produksi. Kalau meningkatkan produksi, tugasnya adalah tugas dari pemerintah sedangkan Bulog memperbaiki manajemennya,” tegasnya.
Saat ini, papar Bustanul, kebutuhan beras di Indonesia mencapai 35 juta ton. Angka ini didapat dari konsumsi per kapita dikalikan dengan jumlah penduduk dan hasilnya 35 juta ton. Sehingga tiap bulannya dibutuhkan beras sekitar 3 juta ton. Tak hanya itu, menurut dia, ada juga hal yang janggal ketika pasokan beras berlimpah tetapi justru harga beras cenderung naik. “Hal inilah yang harus dicermati oleh pemerintah dan diambil tindakan,” tuturnya.
Bustanul juga menilai upaya pemerintah dalam menstabilkan harga dengan mengimpor beras belum signifikan. “Jika terus menerus mengimpor, pasokan akan menumpuk dan harga bisa menjadi ‘liar’,” katanya.
Menurut Bustanul, pemerintah seharusnya melakukan perencanaan yang matang, terutama menyangkut bahan pokok seperti beras. Untuk itu, dia menghimbau pemerintah agar memprioritaskan produksi dalam negeri.
Bagi Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir, Bulog memang seharusnya melakukan impor. “Pada dasarnya kita mempersilakan impor, asal hanya untuk raskin dan stok beras nasional. Nyatanya sampai sekarang terpantau baik, impor terkendali,” ujarnya, Kamis.
Winarno mengakui, di tahun 2012 produksi beras mengalami surplus. Tetapi surplus yang terjadi adalah surplus terbatas, bukan surplus berlimpah. “Surplus kita hanya mampu memenuhi cadangan beras Bulog 1 juta ton beras, padahal seharusnya 2 juta ton, jadi memang Bulog perlu impor 1 juta ton lagi,” kata dia.
Jumlah tersebut, sambungnya, sudah memperhitungkan konsumsi beras nasional yang pada tahun 2012 naik 1,4%. “Mudah saja menghitung kenaikan konsumsi beras, lihat saja kenaikan jumlah penduduk, kira-kira samalah,” ujarnya.
Dia mengungkap, kebutuhan beras Indonesia pada 2012 sebesar 34 juta ton. Julah tersebut adalah kebutuhan nasional ditambah 2,4 juta ton untuk raskin, dan 2 juta ton untuk cadangan. “Cadangan kita memang harus 2 ton, apalagi menurut BMKG, pada Januari atau Februari ini akan terjadi banjir di mana-mana. Kalau betul itu terjadi, maka panen akan mundur dari Maret-April, menjadi April-Mei. Kita perlu persiapan untuk itu,” terang Tohir.
Winarno menuturkan bahwa petani tidak terlalu terganggu kalau terjadi banjir di Januari atau Februari ini. “Petani memang harus menanam ulang, tetapi umur tanaman masih muda, jadi tidak begitu rugi, hanya saja terjadi mundur panen,” bebernya.
Persiapan kedua yang harus dilakukan untuk produksi beras Indonesia 2013 adalah ketika memasuki musim kemarau nanti, kata Tohir. “Dibanding 2011 dan 2012, kekeringan yang terjadi di 2013 akan lebih hebat lagi. Ini tentu akan mengganggu produktivitas padi kita. Mungkin akan perlu impor lagi, tidak masalah,” ujar dia. bari/lia/lia/iqbal/kam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar