10 Januari 2013
Pekan lalu, Menteri Perdagangan Gita Irawan Wirjawan menyatakan tidak
ada dukungan fiskal untuk menopang kebijakan harga pembelian pemerintah
untuk komoditas kedelai. Karena instrumen anggaran gagal, Kementerian
Perdagangan akan memanfaatkan instrumen perdagangan, dengan memanfaatkan
dana keuntungan Perum Bulog.
Dengan kenyataan ini, Bulog tidak
harus berkecil hati. Justru sebaliknya, harus menunjukkan kompetensinya
dan menyiapkan diri sebaik mungkin dalam ”bisnis” kedelai agar mampu
bersaing dengan swasta.
Tentu bukan tugas ringan. Mengingat selain
menjaga harga komoditas pangan yang ditugaskan pemerintah kepadanya
tetap stabil, pada saat bersamaan Bulog juga harus mampu mendorong
peningkatan produksi pangan dalam negeri melalui kebijakan harga
pembelian pemerintah. Agar iklim usaha tani kedelai tetap bagus.
Keseimbangan
harga ini harus bisa dicapai agar produksi kedelai nasional meningkat,
di sisi lain kelangsungan hidup bisnis industri olahan terjamin. Bulog
harus mampu berdiri di tengah, antara petani sebagai produsen dan
konsumen (industri). Tujuannya agar ketergantungan terhadap pangan impor
bisa ditekan, stabilisasi harga terjaga, dan bisnis pangan olahan
berbasis kedelai tetap menjanjikan. Tidak mudah bagi Bulog karena harus
melakukan pendekatan bisnis murni.
Kendati tidak ada dukungan
fiskal karena pemerintah tidak menyetujui, Bulog harus lebih
bersemangat. Yang harus dikembangkan sekarang adalah jiwa bisnis Bulog,
tentunya semangat dan jiwa bisnis yang terukur.
Meski tak ada
kucuran dana APBN, dalam bisnis kedelai sebenarnya Bulog sudah
mendapatkan modal luar biasa. Pertama, Bulog mendapat peluang besar
untuk menjalin kontrak penjualan kedelai dengan pembeli. Artinya ada
pasar yang pasti bagi komoditas yang akan dijual Bulog, di tengah
kekecewaan produsen tahu-tempe dan industri berbasis kedelai pada
importir dan distributor swasta. Bulog menjadi pengharapan baru. Dan
mereka menjadi pembeli loyal akibat trauma masa lalu.
Kedua, Bulog
mendapatkan kuota impor sehingga jaminan pasokan ke pembeli dapat
dipenuhi. Dengan catatan, kuota impor untuk Bulog bisa dengan fleksibel
ditambah, ketika para pesaing bisnis mulai mempermainkan harga dan
barang di Bulog menipis. Kedua modal ini sudah cukup menjadikan Bulog
pemain hebat komoditas kedelai nasional.
Modal tambahan lainnya,
sebagai institusi pemerintah yang berpengalaman soal pangan, Bulog tak
akan kesulitan mendapatkan pinjaman dari bank. Ketiga modal ini jelas
akan menggetarkan lawan bisnis Bulog, di tengah masih cukup tersedianya
margin keuntungan kedelai impor.
Tantangan sekarang justru ada
pada kalangan internal Bulog. Kalau orang Bulog mudah digoda, sangat
mungkin bisnis Bulog tidak akan berkembang. Bulog tidak mungkin
bersaing, apalagi menjaga stabilitas harga dan mendorong peningkatan
produksi.
Ujung-ujungnya, Bulog hanya akan jualan izin impor demi
keuntungan segelintir orang. Dengan dalih ketidakmampuan bersaing dengan
pasar. Atau Bulog hanya membeli komoditas impor dari pihak ketiga, dan
turut menjadi pemain dan ikut memperkeruh pasar komoditas dalam negeri.
Tiga
modal utama: pasar, kuota impor, dan pinjaman ada pada Bulog. Pebisnis
pemula sekalipun, mampu berjaya dengan ketiga modal di atas. Kalau Bulog
tetap tidak bisa menjalankan tugasnya, jelas soal kompetensi. (HERMAS E PRABOWO)
http://cetak.kompas.com/read/2013/01/10/02021983/menguji.kompetensi.bulog
Tidak ada komentar:
Posting Komentar