Jumat, 09 November 2012

Pemerintah Dinilai Terlalu Berorientasi Impor

08 November 2012

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat, Ma''mur Hasanuddin, menilai kebijakan pemerintah masih didominasi oleh paradigma importasi. Paradigma ini membuat pola pikir mengenai kedaulatan pangan tidak lepas dari impor.

"Contoh kecil, selama ini pemerintah lebih mengutamakan importasi dan melegalkan konversi lahan pertanian terus-menerus," kata Ma''mur dalam keterangan pers tertulisnya, Kamis, 8 November 2012.

Menurut dia, kebijakan impor bertolak belakang dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan produksi beras. Ma''mur menyoroti wacana rencana pemerintah mengimpor beras dari Kamboja sebesar 100 ribu ton tahun ini.

Legislator dari Jawa Barat ini menegaskan, selama ini rasio impor beras Indonesia terhadap konsumsi beras nasional terus meningkat hampir dua kali lipat. Ketergantungan terhadap beras impor akan mengakibatkan melemahnya semangat memproduksi yang menyebabkan tergerusnya anggaran negara.

Padahal di sisi lain, dia melanjutkan, Kementerian Pertanian didorong untuk meningkatkan produksi pertanian. Sayangnya, sejauh ini tidak ada kebijakan proteksi lahan dan revitalisasi infrastruktur yang memadai dari pemerintah. Kementerian Perdagangan pun, ia menilai, hanya melihat beras sebagai komoditas ekonomi yang diperjualbelikan dan kecukupan stok, namun kurang mempertimbangkan keberpihakan terhadap petani lokal.

"Bulog telah sering diingatkan untuk dapat secara maksimal menyerap gabah petani di masa panen, namun tidak pernah terealisasi dengan baik," katanya.

Penyerapan Bulog, dia menambahkan, harus seiring dengan Angka Ramalan (ARAM) II yang dirilis Badan Pusat Statistik bahwa Produksi padi 2012 diperkirakan sebesar 68,96 juta ton gabah kering giling (GKG) atau naik sebesar 3,20 juta ton (4,87 persen) dibandingkan dengan di 2011. Kenaikan tersebut diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 2,09 juta ton dan di luar Jawa sebesar 1,11 juta ton.

"Penanganan pemerintah terhadap sistem perberasan nasional parsial dan tidak menyeluruh, sehingga sering kali perkembangan produksi hanya dilihat pada capaian hasil, bukan pada proses pencapaiannya. Sedangkan di sisi hilir importasi beras terus berlangsung yang mengakibatkan harga beras lokal terkoreksi rendah di pasaran," ujar Ma''mur.

Karena itulah, ia menyarankan disusunnya sebuah tatanan perberasan nasional yang menyeluruh dan mencakup berbagai aspek penting dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi petani dalam meningkatkan produksi, mendorong semangat pedagang beras, industri penggilingan, insentif permodalan ringan, dan konsumen. Dalam lima tahun terakhir pasar dunia mengalami surplus, namun Indonesia terus-menerus kekurangan.

"Indonesia menjadi konsumen utama beras dunia, karena kegagalan dalam diversifikasi pangan dan pengembangan infrastruktur pertanian penunjang produksi padi," ujar Ma''mur.

Sepanjang 2011, beras impor yang masuk ke Indonesia sebanyak 2,75 juta ton dengan nilai US$ 1,5 miliar. Vietnam merupakan negara terbesar pemasok beras sebanyak 1,78 juta ton tahun lalu. Sementara beras dari Thailand sebanyak 938,7 ribu ton dengan nilai US$ 533 juta.

http://www.tempo.co/read/news/2012/11/08/090440475/Pemerintah-Dinilai-Terlalu-Berorientasi-Impor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar