08 November 2012
TEMPO.CO, Jakarta
- Anggota Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat, Ma''mur Hasanuddin,
menilai kebijakan pemerintah masih didominasi oleh paradigma importasi.
Paradigma ini membuat pola pikir mengenai kedaulatan pangan tidak lepas
dari impor.
"Contoh kecil, selama ini pemerintah lebih
mengutamakan importasi dan melegalkan konversi lahan pertanian
terus-menerus," kata Ma''mur dalam keterangan pers tertulisnya, Kamis, 8
November 2012.
Menurut dia, kebijakan impor bertolak belakang
dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan produksi beras. Ma''mur
menyoroti wacana rencana pemerintah mengimpor beras dari Kamboja sebesar
100 ribu ton tahun ini.
Legislator dari Jawa Barat ini
menegaskan, selama ini rasio impor beras Indonesia terhadap konsumsi
beras nasional terus meningkat hampir dua kali lipat. Ketergantungan
terhadap beras impor akan mengakibatkan melemahnya semangat memproduksi
yang menyebabkan tergerusnya anggaran negara.
Padahal di sisi
lain, dia melanjutkan, Kementerian Pertanian didorong untuk meningkatkan
produksi pertanian. Sayangnya, sejauh ini tidak ada kebijakan proteksi
lahan dan revitalisasi infrastruktur yang memadai dari pemerintah.
Kementerian Perdagangan pun, ia menilai, hanya melihat beras sebagai
komoditas ekonomi yang diperjualbelikan dan kecukupan stok, namun kurang
mempertimbangkan keberpihakan terhadap petani lokal.
"Bulog
telah sering diingatkan untuk dapat secara maksimal menyerap gabah
petani di masa panen, namun tidak pernah terealisasi dengan baik,"
katanya.
Penyerapan Bulog, dia menambahkan, harus seiring dengan
Angka Ramalan (ARAM) II yang dirilis Badan Pusat Statistik bahwa
Produksi padi 2012 diperkirakan sebesar 68,96 juta ton gabah kering
giling (GKG) atau naik sebesar 3,20 juta ton (4,87 persen) dibandingkan
dengan di 2011. Kenaikan tersebut diperkirakan terjadi di Jawa sebesar
2,09 juta ton dan di luar Jawa sebesar 1,11 juta ton.
"Penanganan
pemerintah terhadap sistem perberasan nasional parsial dan tidak
menyeluruh, sehingga sering kali perkembangan produksi hanya dilihat
pada capaian hasil, bukan pada proses pencapaiannya. Sedangkan di sisi
hilir importasi beras terus berlangsung yang mengakibatkan harga beras
lokal terkoreksi rendah di pasaran," ujar Ma''mur.
Karena itulah,
ia menyarankan disusunnya sebuah tatanan perberasan nasional yang
menyeluruh dan mencakup berbagai aspek penting dalam menciptakan kondisi
yang kondusif bagi petani dalam meningkatkan produksi, mendorong
semangat pedagang beras, industri penggilingan, insentif permodalan
ringan, dan konsumen. Dalam lima tahun terakhir pasar dunia mengalami
surplus, namun Indonesia terus-menerus kekurangan.
"Indonesia
menjadi konsumen utama beras dunia, karena kegagalan dalam diversifikasi
pangan dan pengembangan infrastruktur pertanian penunjang produksi
padi," ujar Ma''mur.
Sepanjang 2011, beras impor yang masuk ke
Indonesia sebanyak 2,75 juta ton dengan nilai US$ 1,5 miliar. Vietnam
merupakan negara terbesar pemasok beras sebanyak 1,78 juta ton tahun
lalu. Sementara beras dari Thailand sebanyak 938,7 ribu ton dengan nilai
US$ 533 juta.
http://www.tempo.co/read/news/2012/11/08/090440475/Pemerintah-Dinilai-Terlalu-Berorientasi-Impor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar