14 November 2012
RMOL. Sudah saatnya pemerintah menyusun kebijakan yang
berpihak kepada petani nasional. Dengan begitu pemerintah bisa
mewujudkan cita-cita keadaulatan pangan dan impor beras yang lebih
banyak merugikan keuangan negara bisa dihentikan.
Demikian disampaikan Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP)
Riza Ramli pada diskusi yang bertajuk "Asean Economy Development Through
the Strengthening of Food Self-sufficiency" di Jakarta, Selasa
(13/11).
"Keberpihakan terhadap petani inilah yang diterapkan seperti
pemerintah sejumlah negara maju, seperti Jepang dan Taiwan. Petani di
negara-negara itu benar-benar mendapatkan perlindungan dari
pemerintahnya. Itulah sebabnya mereka bisa hidup dengan tingkat
kesejahteraan yang sangat memadai," ujar Rizal Ramli pada acara yang
diselenggarakan Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia
(PMKRI) itu.
Menurut Rizal Ramli, publik harus bisa membedakan makna ‘ketahanan
pangan’ dan ‘kedaulatan pangan.’ Sepintas, lanjut dia, sepertinya tidak
ada perbedaan hakiki dari dua kaliimat ini. Namun sesungguhnya di balik
keduanya ada perbedaan makna yang amat fundamental.
Pada ketahanan pangan, paradigma yang dipegang adalah; yang penting
tersedianya bahan pangan sebagai kebutuhan pokok. Tidak penting sumber
stok itu, apakah hasil panen sendiri atau impor. Bahkan pada paradigma
ketahanan pangan yang dikembangkan justru pemenuhan kebutuhan beras
dengan cara mengimpor.
Stok beras dunia hanya sekitar 4 juta ton. Kalau tiap tahun Indonesia
mengimpor hingga 2 juta ton, ini akan mengerek harga beras di pasar
internasional. Akibatnya, kita harus mengeluarkan devisa dalam jumlah
sangat besar untuk impor beras. Adalah rahasia umum, bahwa ada komisi
sekitar US$10-US$20/ton. Bayangkan, berapa banyak keuntungan para
pemburu rente ini? Ini terjadi karena yang diterapkan adalah paradigma
neolib. Pada saat yang sama, rakyat harus membayar beras lebih tinggi
dari semestinya. Celakanya hal seperti ini juga berlaku pada produk
pertanian lain, seperti kedelai, jagung, dan gaplek.
“Sebetulnya pemerintah bisa tidak mengimpor beras. Caranya, dengan
membeli beras produksi petani sebanyak-banyaknya. Dengan cara ini tidak
perlu kita buang-buang devisa. Yang lebih penting lagi, petani pun
senang karena padi dan berasnya dihargai secara pantas,” ungkap Rizal
Ramli yang juga mantan Kepala Bulog ini.
Tiru Jepang dan Taiwan
Dia menyarankan agar Indonesia meniru Jepang dan Taiwan. Pemerintah
Jepang sangat memproteksi petani dan produk pertaniannya. Impor beras
dipersulit dengan berbagai macam peraturan. Pada saat yang sama,
pemerintah membeli beras petaninya dengan harga tinggi. Itulah sebabnya
petani Jepang makmur hingga bisa menjadi turis ke Bali dan tempat-tempat
wisata lainnya.
Hal serupa juga dilakukan Taiwan. Ketika Chiang Kai Sek lari dari
China ke Taiwan, dia memberi petaninya 0,5 hektare sawah. Walau tidak
luas, namun dengan program intensifikasi produksi padinya bisa jauh
lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Hal itu ditambah lagi dengan
pengembangan produk holtikultura lainnya, kesejahteraan petani Taiwan
jadi meningkat sangat baik.
Pemerintah bisa membagikan lahan di luar Jawa kepada petani,
masing-masing 10 ha untuk menanam sawit dan lainnya. Agar tidak terjadi
kecemburuan sosial, penduduk lokal menerima 20 ha. Ini jauh lebih bagus
ketimbang tanah dibagi-bagi kepada para konglomerat ratusan ribu bahkan
sampai jutaan hektar.
“Petani yang dapat lahan itu diberi biaya hidup untuk lima tahun.
Ditambah bibit dan sarana produksi lain, saya kira anggaran untuk tiap
keluarga tidak lebih dari Rp150 juta. Tapi setelah lima tahun, petani
kita sudah bisa menikmati hasil panen dan jadi kaya raya. Mereka tidak
perlu lagi ke Malaysia menjadi buruh sawit. Kita bahkan bisa mengimpor
tenaga kerja dari Pakistan atau Banglades untuk mengurus kebun-kebun
petani. Sayangnya, program ini tidak dilakukan,” paparnya. Rizal Ramli
yang juga mantan Menko Perekonomian ini.
Pada kesempatan itu Rizal Ramli juga menilai cita-cita Bung Karno
tentang Trisakti, yaitu kedaulatan dalam bidang politik, ekonomi, dan
budaya sangat relevan dengan kondisi hari ini. Tanpa kedaulatan, negara
sangat rentan dan bergantung pada negara lain, tidak mungkin jadi negara
kuat dan makmur. Trisakti juga relevan sebagai cara untuk menarik
manfaat sebesar-besarnya dari globalisasi dan hubungan internasional. [dem]
http://www.rmol.co/read/2012/11/14/85220/Keberpihakan-Pada-Petani-Wujudkan-Kedaulatan-Pangan-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar