Jakarta (ANTARA News) - Anggota Panja RUU Pangan, Viva Yoga Mauladi, mengharapkan Undang-Undang Pangan dapat menjadi landasan hukum dalam membangun kedaulatan pangan nasional, sebab, bila suatu negara tidak mandiri dalam hal pangan, maka kedaulatan negara bisa terancam.

"Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia paling utama dan pemenuhannya diwajibkan kepada negara karena bagian dari HAM yang dijamin UUD 1945. Negara berkewajiban membangun kedaulatan pangan yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan menjamin kebebasan bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal," kata Viva di Gedung DPR RI di Jakarta, Jumat.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan, kalau di UU Pangan no 7 tahun 1996 tentang pemenuhan kebutuhan pangan hanya di tingkat rumah tangga, maka di UU yang baru di tingkat perseorangan, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.

Dalam hal cadangan pangan untuk menghadapi masalah kekurangan pangan, gangguan pasokan dan harga, serta keadaan darurat, pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/ kota dan desa berkewajiban mengelola, menguasai dan menyediakan pangan sesuai tingkatannya.

"Pemerintah berkewajiban mengelola stabilisasi pasakon, cadangan, distribusi dan harga pangan pokok (makanan utama sehari-hari sesuai dengan potensi sumber daya dan kearifan lokal). Dalam realitasnya sampai saat ini harga dan pasokan pangan masih dikuasai dan dikendalikan oleh mafia pangan.

Negara tersubordinasi dan tidak berdaya akibat pangan masuk ke dalam liberalisasi pasar. Karena pasar tidak sempurna, maka negara sulit mengendalikan harga dan pasokan pangan. Para mafia tidak berpikir bagaimana petani sejahtera, negara berdaulat, tapi mereka hanya berorientasi kepada keuntungan dan mungkin saja ada motif politik lain yang menyertainya," kata dia.

Dalam hal mewujudkan kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan nasional, perlu dibentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada presiden.

"Lembaga ini dapat mengusulkan kepada presiden untuk memberikan penugasan khusus kepada BUMN di bidang pangan untuk melaksanakan produksi, pengadaan, penyimpanan dan/ atau distribusi pangan pokok dan pangan lainnya yang ditetapkan pemerintah.

Untuk itu pemerintah harus segera mengeluarkan Peraturan presiden (Perpres) agar lembaga ini segera terbentuk dan bekerja. Bila tidak, maka pemerintah dianggap tidak serius dalam membangun kedaulatan pangan, meski pemerintah diberi waktu paling lambat 3 tahun untuk membentuk lembaga pangan ini, karena persoalan pangan sangat mendesak direalisasikan solusinya," kata Viva..

Sementara itu, terkait impor pangan hanya dapat dilakukan jika produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/ atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Untuk pangan pokok, misalnya beras, jagung, kedele, impor hanya dilakukan jika produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak mencukupi.

"Impor pangan/ pangan pokok tidak boleh menyengsarakan petani, nelayan, pengusaha pangan, pembudidaya ikan. Jangan sampai impor justru merusak harga. Bila itu terjadi maka negara telah gagal melindungi petani atas nama impor," ungkap Ketua Badan Pemenangan Pemilu PAN itu.

Ia juga meminta pemerintah untuk memberikan sanksi tegas kepada pelaku usaha pangan yang melakukan penimbunan.

"Sanksi berupa pencabutan izin, dipenjara maksimal 8 tahun dan mengganti kerugian sebesar-besarnya Rp100 miliar," pungkas Viva.

(Zul)