Jumat, 19 Oktober 2012
DPR menyatakan UU Pangan yang baru akan membebaskan
Indonesia dari ketergantungan impor pangan, sebuah klaim yang disebut
aktivis berlebihan.
Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pangan Herman Khaeron,
mengatakan revisi Undang-Undang No. 7/1996 tentang pangan yang baru saja
disahkan berpihak pada petani dan mendorong kemandirian serta
kedaulatan pangan nasional.
Herman, yang juga wakil ketua komisi pertanian DPR, mengatakan
undang-undang tersebut mengamanatkan agara upaya pemenuhan kebutuhan
pangan di dalam negeri diutamakan dari produksi domestik.
Impor pangan tetap dibolehkan, ujar Herman, namun hanya dilakukan
sebagai alternatif terakhir untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri
karena UU ini mengatur pembatasan impor produk pangan dengan sejumlah
ketentuan.
Impor pangan, misalnya, hanya boleh dilakukan jika produksi pangan dalam
negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri atau produk
pangan tersebut tidak diproduksi di dalam negeri, kata Herman.
Ia menambahkan bahwa untuk memastikan hal itu, UU Pangan ini
mengamanatkan pembentukan Lembaga Pangan Nasional yang bertanggung jawab
di bidang pangan secara nasional.
“Karena UU ini mengatur sistem perancanaandan informasi, akan ada data
aktual kebutuhan pangan nasional. Lembaga ini yang tentunya punya
otoritas untuk memberire komendasi, meski hal-hal teknis terkait ekport
import tetap di Kementerian Perdagangan, sehingga nanti kementerian
teknis bisa lebih fokus di produksi,” ujar Herman.
Herman menambahkan, adanya lembaga khusus yang mengawasi kebutuhan
pangan di dalam negeri akan lebih menjamin kepastian jumlah stok pangan
nasional.
Lembaga ini juga yang nantinya akan menjembatani perbedaan data antara
kementerian mengenai jumlah stok pangan nasional, ujarnya. Dengan
begitu, menurut Herman, ketegangan antar lembaga terkait rencana impor
produk pangan, seperti pada kasus kisruh import garam antara Kementrian
Perikanan dan Kelautan dengan Kementerian Perdagangan, bisa dihindari.
Dan sesuai amanat UU Pangan, Lembaga Pangan Nasional ini harus sudah
terbentuk paling lambat tiga tahun sejak undang-undang ini disahkan.
Lembaga otoritas pangan nasional tersebut nantinya merupakan peleburan
dari sejumlah badan pangan yang ada saatini, seperti Badan Pertahanan
Pangan di bawah Kementerian Pertanian, Dewan Ketahanan Pangan dibawah
presiden serta sejumlah badan usaha milik pemerintah untuk ketahanan
pangan mulai dari Bulog, pabrik pupuk dan lain-lain.
Sementara itu, meski diakui sedikit membela nasib petani, namun UU
Pangan dianggap sejumlah aktivis pegiat pertanian mengandung kelemahan.
Aturan importasi pangan saja tidak cukup untuk menguatkan kemandiran dan
kedaulatan pangan nasional, ujar mereka.
Ketua Aliansi Petani Indonesia, Muhammad Nurudin, menyoroti ketiadaan
aturan tegas mengenai pemberdayaan sektor pertanian dalam UU pangan
itu, baik itu pemberdayaan di sektor keuangan seperti bantuan
permodalan bagi para petani maupun ketentuan soal ekstensifikasi lahan.
Padahal kedua hal itu, menurutnya, sangat mendesak untuk
ditindaklajuti. Khusus mengenai perluasan areal pertanian, Muhamad
Nurudin menyebut jika tidak ditingkatkan dalam 15 – 20 tahun lagi
Indonesiaterancam rawan pangan.
“Luasan panen kita yang 12 juta hektar dengan jumlah petani yang 14 juta
itu tidak cukup. Kalau tingkat laju pertumbuhan penduduk kita tidak
bisa ditekan 15 – 20 tahun kita rawan pangan. Harusnya pemerintah
mencetak sawah baru, tapi di UU pangan itu tidak secara tegas menyatakan
demikian,” ujar Nurudin.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Institut Pertanian Bogor, Drajat
Wibowo mengungkapkan sebagai negara agraris, Indonesiaseharusnya mampu
berswasembada beras mapunkomoditas lainnya
“Sudah saatnya bagi Kementerian Pertanian untuk melihat kembali apa yang
dilakukan oleh Departemen Pertanian pada jaman Orde Baru dulu. Terlepas
dari politisnya, tetapi dulu ada pencetakan sawah besar-besaran, dulu
ada persiapan irigasi, ada bibit unggul yang terus-terusan, hampir
setiap kwartal ada penemuan bibit unggul baru,” ujarnya.
http://www.voaindonesia.com/content/dpr-uu-pangan-baru-dorong-kedaulatan-pangan-nasional/1529421.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar