Sabtu, 27 Oktober 2012

Saatnya Berdaulat Pangan

Tanggal 27 October 2012


IRMAN GUSMAN
Melambungnya harga berbagai barang pangan yang sangat memberatkan masyarakat banyak, terutama menjelang hari-hari besar tertentu seperti sekarang. Ini tentu harus disikapi dengan sebaik-baiknya. Untuk itu, harus diambil langkah strategis agar persoalan terselesaikan.
Sudah seharusnya kita memiliki kedaulatan pangan, bukan hanya sekadar ketahanan pangan. Tidak bisa lagi menyandarkan diri pada impor. Selama ini, Indonesia merupakan negara importir pangan terbesar di dunia. Sangat disayangkan, negara kita memiliki iklim yang sangat teratur, dengan konstruksi tanah yang sangat subur.
“Tongkat kayu jadi tanaman,” tapi jangankan keju, singkong pun diimpor. Kita memiliki garis pantai terpanjang di dunia, tapi garam pun diimpor. Bahkan di pasaran dalam negeri sekarang orang sudah lebih hafal dengan durian bangkok dari Thailand atau jeruk yongnam dari Cina. Tidak banyak lagi yang menyebut jeruk pontianak seperti dulu. Hal ini menunjukkan betapa besar ketergantungan kita kepada impor pangan dan produk pertanian dari negara asing.
Ini tidak boleh dibiarkan berlangsung terus-menerus, tanpa adanya langkah-langkah penyelesaian yang tepat progresif dan konstruktif. Artinya, at all cost, harus habis-habisan memperjuangkan agar secepatnya bisa swasembada pangan. Apa pun yang menjadi keunggulan secara nasional harus mampu diproduksi.
Banyak produk pertanian yang dari segi kualitas tidak kalah dengan produk yang sama dari negara asing. Persoalannya, kita belum mampu membuatnya menarik seperti produk-produk pertanian dari negara asing tersebut.
Dalam ketersediaan lahan mungkin masih akan dihadapi berbagai kendala. Artinya ekstensifikasi lahan mungkin masih menghadapi berbagai halangan yang tidak kecil. Tapi tidak boleh dinafikan, Indonesia bisa melakukan intensifikasi produksi pertanian. Kita harus mengapresiasi capaian yang diraih pemerintah sejauh ini, dengan peningkatan produksi beras nasional yang mencapai 3,17 persen lebih besar dari pada 2011. Dengan demikian, diharapkan agar surplus 10 juta ton beras benar-benar jadi kenyataan pada 2014.
Sekarang harus diperiksa kembali berapa sesungguhnya produksi beras secara nasional. Dari situ mungkin bisa diambil langkah-langkah untuk melakukan intensifikasi, seperti yang dilakukan negara lain. Mereka bisa mengembangkan manajemen pertanian dengan sangat baik. Input pupuk juga dilakukan dengan sangat baik, sehingga mampu memberikan insentif yang memadai bagi petani untuk lebih giat lagi dalam meningkatkan produksi pertanian.
Mengapa Thailand berhasil melakukan langkah-langkah yang dimaksud? Penyebab utamanya karena raja maupun pemerintah negara Gajah Putih itu sangat serius dengan masalah pengembangan produk pertanian. Karena itu, kita berharap pemerintah pun bisa melakukan langkah-langkah yang sama.
Pemerintah sebenarnya bisa intervensi, misalnya dalam pengendalian harga pupuk dan produk pendukung pertanian lainnya, sehingga biaya produksi petani bisa ditekan seminimal mungkin. Kalau kita menganggap ini menyangkut kedaulatan pangan, maka harus dilakukan dengan cara yang terbaik.
Impor?
Bagaimanapun, paham dalam soal pangan haruslah strategis. Dalam jangka panjang, harus ada komitmen kuat untuk bisa meningkatkan produksi dalam negeri. Apa pun bentuknya produk pertanian harus secepatnya bisa dikembangkan dan tingkatkan, termasuk juga peternakan.
Mungkin sudah seharusnya dipikirkan langkah-langkah terbaik untuk melakukan landreform. Tapi untuk jangka pendek, kalau masalah supply and demand-nya belum berimbang, kemampuan produksi belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, tentu kita harus melakukan impor.
Tapi sekali lagi dalam impor, harus mengutamakan kepentingan masyarakat luas. Harga barang impor jangan sampai mengganggu pengembangan potensi dalam negeri. Harus ada patokan. Jika terlalu tinggi tidak terjangkau oleh konsumen, tapi kalau terlalu rendah juga tidak baik, karena akan mengganggu produksi barang dalam negeri. Jika harga tinggi, tentu akan mendorong orang untuk lebih giat dalam memproduksi barang yang dimaksud.
Pada akhirnya, kita harus fokus bagaimana caranya pada waktu yang tidak terlalu lama bisa mencapai apa yang dimaksud dengan swasembada pangan. Untuk itu, mulai sekarang langkah-langkah yang tepat mesti diambil. Bagaimana pun caranya, at all cost kita harus investasi. Untuk mempertahankan kedaulatan negara, misalnya berapa pun biayanya keluarkan uang untuk melengkapi alutsista. Begitu juga dengan persoalan pangan. Berapa pun biayanya, demi mencapai kedaulatan pangan, investasikan uang guna mencapai tujuan swasembada pangan.
Kini dunia dihadapkan pada ancaman pangan global. Banyak pihak mengkhawaatirkan kondisi yang ada di dalam negeri saat ini. Bila krisis itu terjadi sementara kita masih terbelenggu kekuatan impor produk pangan, maka itu bukan persoalan yang bisa dipandang sepele. Karena itu, langkah-langkah yang strategis mestilah ada.
Tapi disamping itu, juga harus melihat berbagai perkembangan di berbagai belahan dunia. Soalnya, ketika kita dihadapkan pada ancaman krisis pangan global, sejumlah negara tetangga justru mengalami over produksi beras. Malah Thailand mengusulkan pembentukan kartel beras yang dinamakan ASEAN Rice Federation. Karena mereka over produksi sehingga kuatir harga beras akan melorot, Itu langkah-langkah yang sedang diupayakan Thailand, juga Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Laos.
Pertanyaannya sekarang, apa langkah kita sebagai negara pengimpor produk pangan yang dimaksud?(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar