Sabtu, 27 Oktober 2012

Lepas Kebergantungan Impor

Sabtu, 27 Oktober 2012

 JAKARTA - Lembaga Otoritas Pangan harus memiliki kewenangan kuat dalam mengontrol kebijakan pangan dalam upaya mengurangi kebergantungan pada impor pangan.

Kebergantungan pada impor bisa lepas karena di dalam lembaga itu, semua hal seperti produksi, distribusi, dan konsumsi ada dalam satu komando.

Demikian dikatakan pengamat pertanian dari Koodinator Aliansi untuk Desa Sejahtera, Tejo Wahyu Jatmiko, di Jakarta, kemarin. Menurut Tejo, lembaga tersebut minimal harus setingkat menteri koordinator yang memiliki kewenangan kuat dalam mengontrol urusan pangan. Namun, lembaga itu tetap berada di bawah presiden dalam menjalankan tugasnya.

"Lembaga itu kan ingin menyatukan 14 kementerian dan lembaga yang selama ini mengurusi pangan. Lembaga itu minimal setingkat menko agar memiliki kekuatan," ujarnya.

Dia mengatakan kewenangan itu salah satunya berupa intervensi hal-hal mengenai pangan sehingga keberadaan lembaga itu tidak saja menambah birokrasi, tetapi juga memberikan manfaat. Lembaga itu juga harus menjamin ketersediaan lahan produktif untuk pertanian sehingga konversi lahan akan berhenti.

Selama ini, terjadi ego sektoral yang terjadi antar kementerian dan lembaga dalam mengelola urusan pangan. Dia mencontohkan masalah produksi urusan Kementan, distribusi urusan Bulog, dan perdagangan urusan Kementerian Perdagangan.

Untuk itu, dia menilai keberadaan lembaga ini merupakan hal yang luar biasa, terutama dalam kewenangan yang harus dimilikinya. Agar keberadaan lembaga itu efektif, menurut Tejo, harus segera dibuat peraturan pemerintah sebagai aturan pelaksana teknis Undang-Undang Pangan sehingga proses kemandirian pangan bisa segera dilaksanakan.

"Peraturan pemerintah (PP) itu harus segera dibuat, jangan terlalu lama karena Undang- Undang Pangan sudah disahkan," kata dia.

Apabila PP tidak segera dibuat, UU Pangan yang sudah disahkan tersebut hanya akan menjadi kertas tanpa ada eksekusi teknis di lapangan. Hal serupa diungkapkan Guru Besar Universitas Udayana, Dewa Ngurah Suprapta. Ia mengatakan Indonesia harus mampu mewujudkan ketahanan pangan yang berbasis kemampuan produksi dalam negeri, tidak bergantung pada produk impor.

Ia mengatakan lembaga ketahanan pangan itu diharapkan mampu mengemban tugas berat tersebut agar Indonesia tidak lagi mengimpor hasil pertanian dan menghilangkan kebergantungan pada negara lain. Kewenangan yang diberikan presiden kepada lembaga pangan untuk menyusun strategi, sekaligus mendapat dukungan dari menteri terkait yang menangani masalah pangan.

Konversi Lahan

Sementara itu, Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Rachmat Pambudy, mengatakan pemerintah, dalam menindaklanjuti disahkannya UU Pangan, tidak perlu menerbitkan peraturan pembatasan konversi lahan pangan menjadi nonpangan.

"Sudah ada Undang-Undang Agraria yang menegaskan bahwa tanah berfungsi sosial, jadi aturan teknis konversi lahan tidak diperlukan," kata dia. Rachmat menjelaskan salah satu turunan dari fungsi sosial tanah dalam Undang-Undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 adalah tanah untuk kepentingan orang banyak, salah satunya adalah pangan.

"Oleh karena itu, UU Agraria harus diutamakan jika terjadi konversi lahan pangan, namun undang-undang tersebut selama ini memang tidak diimplementasikan oleh pemerintah," kata Rachmat.

Konversi lahan pertanian ditengarai sebagai salah satu sebab tingginya impor komoditas pangan di Indonesia. Pada 2011 lalu, Indonesia mengimpor 2,75 juta ton beras dengan nilai 1,5 miliar dollar AS. Di sisi lain, Menteri Pertanian, Suswono, memperkirakan 100 ribu hektare pertanian telah dikonversi menjadi kawasan baru setiap tahunnya.

Padahal selain sudah ada UU Agraria, terdapat payung hukum lain untuk mengerem laju konversi lahan pertanian, yaitu UU No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Secara terpisah, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) meminta pemerintah mengatasi masalah produksi pangan dengan mempercepat realisasi program swasembada pangan. naan/Ant/E-3

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/104085

Tidak ada komentar:

Posting Komentar