Pengamat Pertanian
Rabu, 24 Oktober 2012
Pengesahan Undang-Undang Pangan oleh DPR pada 18 Oktober lalu--atau
bertepatan dengan Hari Pangan Sedunia 2012--tidak serta-merta memenuhi
harapan besar soal kemandirian dan kedaulatan pangan. Harapan tinggi itu
masih harus diraih melalui jalan panjang, bahkan bisa berliku, sangat
tergantung pada kemauan pemerintah.
Memang, UU Pangan diharapkan menjadi landasan hukum dalam membangun
kedaulatan pangan nasional--karena wajib hukumnya bagi sebuah negara
berdaulat menyediakan pangan bagi seluruh rakyatnya. Pangan merupakan
kebutuhan paling dasar manusia dan pemenuhannya menjadi kewajiban
negara. Namun, disahkannya UU Pangan tidak serta-merta memberikan
keterjaminan pangan sebagaimana harapan orang banyak. Soalnya, masih ada
delapan peraturan pemerintah terkait UU Pangan yang harus diselesaikan
paling lambat Oktober 2014 apabila pemerintah memang berkomitmen. Untuk sementara ini, UU Pangan biasa-biasa saja. Tidak luar biasa. Kita
tidak bisa banyak berharap terhadap UU Pangan ini. Tanpa diikuti
peraturan di bawahnya, UU Pangan tidak berarti apa-apa. Karena itu, paling tidak delapan peraturan--tujuh peraturan pemerintah
dan satu peraturan menteri--harus segera diselesaikan pemerintah. Jadi,
pemerintah harus berkomitmen tinggi untuk menyelesaikan dalam kurun dua
tahun ini. Berkaitan dengan peran Perum Bulog ke depan, UU Pangan akan berfungsi
lebih memperkuat. Selama ini, sejumlah peraturan terkait penyediaan
pangan, khususnya beras, bersifat mengkooptasi atau bahkan seolah-olah
menafikan Bulog. Sebut saja peraturan Menkeu, Menperdag, Menko Kesra,
dan lain-lain mengenai penyediaan beras yang notabene seharusnya menjadi
peran Bulog. Nah, merujuk kepada UU Pangan, pelaksanaan program-program
seperti itu harus menempatkan Bulog sebagai "bos" utamanya. Bulog memang disebut akan menangani komoditas utama seperti beras,
gula, atau sejumlah komoditas lain. Menyusul kehadiran UU Pangan, Bulog
bisa menjalankan tugas sebagai Badan Otoritas Pangan (BOP) yang memiliki
kewenangan penuh mengatur pangan dalam negeri, berperan sebagai
stabilisator pangan. Masalahnya, perjalanan ke depan ini sangat ditentukan oleh birokrasi
pemerintah yang masih lamban dan berbelit. Penyelesaian peraturan
tentang peran Bulog terkait dengan UU Pangan baru sungguh niscaya atau
bahkan wajib (fardu a'in) apabila memang semua pihak menginginkan
kemandirian dan kedaulatan pangan nasional ditegakkan.
Jika tidak, jangan berekspektasi terlalu tinggi terhadap UU Pangan
karena hanya akan menghadapi kekecewaan. Itu pula sebabnya, UU Pangan
dikatakan biasa-biasa saja karena memang mensyaratkan kesiapan birokrasi
dalam memfasilitasinya. Namun apabila berkomitmen, pemerintahan niscaya
menyelesaikan berbagai peraturan terkait minimal di akhir masa
jabatannya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar