Minggu, 21 Oktober 2012
Skalanews - Indonesian Human Rights Committee for Social Justice menilai UU Pangan yang baru disahkan DPR masih mengecewakan.
Ketua
IHCS Gunawan mengatakan, dalam RUU Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun
1996 tentang Pangan Dan UU Pangan yang baru disahkan DPR, di dalam
klausul menimbangnya, menyatakan bahwa pemenuhan pangan merupakan
bagian dari HAM yang dijamin UUD 1945.
"Tapi di dalam klausul
mengingatnya tidak menyebut UU pengesahan Kovenan Internasional Hak-hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya. Di dalam Ketentuan Umumnya juga tidak ada
definisi hak atas pangan," kata Gunawan, dalam siaran persnya yang
dikirimkannya via blackberry messenger, di Jakarta, Minggu (21/10).
Artinya,
kata dia, UU Pangan tidak jelas standar dan indikator hak atas pangan.
Sehingga di dalam batang tubuhnya ada banyak kewajiban negara dan hak
warga negara terkait pangan yang tidak jelas pengaturannya. "Yang
paling jelas adalah tidak diaturnya reforma agraria sebagai realisasi
pemenuhan hak atas pangan, dan tidak ada mekanisme tanggung gugat jika
terjadi pelanggaran hak atas pangan," kata Gunawan.
Karena itu,
dia menganggap UU Pangan yang baru disahkan masih mengecewakan. UU
Pangan, menurutnya, baru berasas kedaulatan dan ketahanan. Padahal
konsep kedaulatan pangan seharunya menjadi kritik terhadap konsep
ketahanan pangan.
"Karena kedaulatan pangan berbasis pada petani dan nelayan. Sedangkan ketahanan pangan berbasis mekanisme pasar," kata Gunawan.
Lebih
lanjut dikatakan Gunawan, konsep hak atas pangan lebih luas dibanding
konsep ketahanan pangan. Dari sekedar pilihan kebijakan, menjadi
pendekatan berbasis hak. Selain itu, dalam Ketentuan Umumnya juga tak
dipisahkan antara pelaku usaha pangan yang kecil dengan yang besar.
"Dalam
Pasal 17 dari UU Pangan yang baru disebutkan pelaku usaha pangan
dikategorikan produsen pangan bersama dengan petani, nelayan dan
pembudidaya ikan dimana pemerintah berkewajiban melindungi dan
memberdayakannya," ujarnya.
Lalu di Pasal 18 disebutkan
pemerintah berkewajiban menghilangkan berbagai kebijakan yang berdampak
penurunan daya saing. Harusnya, kata Gunawan, dibedakan antara pelaku
usaha pangan besar dengan produsen pangan lainnya. Karena memberlakukan
hal sama pada pihak yang berbeda atau menyuruh petani, nelayan dan
pelaku usaha pangan kecil bersaing dengan perusahaan pangan raksasa
adalah bentuk dari diskriminasi.
"Dengan membedakannya akan
menjadi jelas bagi pemerintah, mana yang harus dilindungi dan
diberdayakan, serta mana yang harus dibatasi. Padahal selama ini
perusahaa pangan yang mengakibatkan perampasan tanah, air dan benih
serta kenaikan harga pangan," katanya. (Gus/mvw)
http://skalanews.com/baca/news/2/47/126694/umum/ihcs--uu-pangan-masih-mengecewakan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar