Senin, 09 Maret 2015

Jaringan Semut Beraksi, Beras Bulog cuma Fiksi (1)

Senin, 09 Maret 2015

Pengantar:
Naiknya harga beras di awal 2015 disebut merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah bangsa ini. Diduga salah satu penyebabnya adalah jaringan para mafia beras yang menguasai gudang penyimpanan beras milik Badan Urusan Logistik (Bulog). Tim investigasi Media Indonesia menelusuri carut marut peredaran beras ini dan melaporkannya dalam enam tulisan mulai Senin (9/3) dan ini memrupakan tulisan pertama.
------------------------

JARINGAN mafia beras atau yang biasa dipanggil jaringan semut disinyalir menguasai gudang penyimpanan beras milik Badan Urusan Logistik (Bulog). Walhasil, negara berpotensi dirugikan hampir Rp2,09 triliun.

Dan salah satu modusnya adalah beras yang diborong oleh Bulog hanya fiksi. Dengan kata lain, bulir beras yang disebut dibeli Bulog itu hanya berupa tulisan di pembukuan Bulog.

Jawa Timur, khususnya Madura, termasuk daerah yang banyak mendapat beras gaib itu. Aparat kejaksaan telah menjadikan 12 orang sebagai tersangka dalam kasus itu.

Mereka yang dijadikan tersangka adalah Kepala Bulog Subdivre XII Madura Suharyono, Wakil Kepala Bulog Subdivre XII Madura Prayitno, petugas administrasi Eki Youri Sutriono, serta pengawas internal Hariyanto Ali Sabri, Shohibul Muniri (mitra Bulog, UD Perpadi), Pardi (penghubung), Marzuki (mitra Bulog, UD Dua Anak dan UD Vina Jaya), mantan Kepala Gudang Subdivre XII Madura Kardiono, serta tiga orang lainnya dengan inisial Kad, IDP, dan Sun.

Hanya saja, diakui Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Pamekasan Samiaji Zakariya saat dihubungi, orang yang disebut-sebut sebagai otak jaringan semut itu belum tersentuh. ''Kami menyimpulkan kasus ini adalah pengadaan beras fiktif,'' terangnya.

Menurut sumber Media Indonesia di Perum Bulog, beras gaib di gudang Bulog terjadi di sejumlah wilayah dari 1,7 juta ton stok beras Bulog diseluruh Indonesia (posisi per Desember 2014).  Seperti, di Papua, sebanyak 1.700 ton, Nusa Tenggara Barat 400 ton, dan Madura 1.600 ton. Dari tiga daerah itu saja, beras fiktif mencapai 3.700 ton. Dengan asumsi harga beras Rp8.000 per kilogram, Rp29,6 miliar.

''Sebenarnya bukan kehilangan karena memang barangnya tidak ada. Barangnya ada hanya sebatas administratif atau di atas kertas saja,'' ujar pejabat Bulog tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar