Rabu, 29 Januari 2014

Skandal Beras, Periksa Gita Wirjawan dan Kabulog

Selasa, 28 Januari 2014

Salamuddin Daeng
Jakarta - Pengamat ekonomi yang juga Peneliti The Institute Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng mengungkapkan, negara Indonesia sekarang bukan sekedar sebuah rumah yang bolong, namun semua dinding rumah sudah hancur.

“Negara praktis  tanpa pelindung dari terpaan hujan dan angin. Barang-barang impor masuk tanpa kendali, tanpa otoritas yang mengaturnya,” paparnya di Jakarta, Selasa (28/1/2014).

“Para pengurus negara seenanak perutnya sendiri. Menjadikan jabatan sebagai alat untuk mengeruk keuntungan pribadi dan keluarga, memperkaya diri dan keluarga. Pengurus negara tidak ubahnya seperti mafia dalam kekuasaan, diperalat oleh kartel internasional dan sindikat bisnis gelap dalam negeri,” tambahnya.

Ia mencontohkan bagaimana mafia menguasai negara sangat terlihat dalam kasus impor beras. “Negara sudah tidak memiliki kendali atas pemenuhan beras nasional. Di atas logika menyerahkan beras pada mekanisme pasar, justru beras jatuh ke tangan mafia. Akibatnya beras yang masuk ke Indonesia diduga semuanya illegal,” tandasnya.

Daeng mengemukakan, Bulog pada laporan akhir tahunnya, mengatakan selama tahun 2013, tidak melakukan kegiatan impor. Karena stok Bulog dinilai cukup. Artinya semua beras impor yang dicatat oleh BPS itu merupakan beras khusus (premium). Untuk itu kepada media, Bayu menegaskan bahwa beras itu adalah hasil dari selundupan.

“Faktanya Secara total komulatif (Januari-November 2013), beras impor yang masuk adalah 156.386 ton atau US$ 88,9 juta,” bebernya.

Selain itu, lanjutnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa juga menuturkan hal yang senada. "Secara kebijakan tidak ada kebijakan untuk mengimpor beras umum kecuali oleh Bulog. Yang ada kalau untuk pelaku usaha ini adalah beras khusus dengan ada sekian prosedur," jelasnya.

Menurutnya, yang berbeda adalah pernyataan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai). Dipaparkan beras tersebut masuk dalam kategori legal atau berada dalam izin Kementerian Perdagangan nomor 06/ M-DAG/PER/2/2012. Barang dengan kode HS 1006.30.99.00 tersebut juga tercatat 83 kali impor selama 2013 melalui pelabuhan Tanjung Priok dan Belawan.

“Ini skandal besar! Segera periksa Gita Wirjawan dan Kepala Bulog!” serunya. (Ren)

http://edisinews.com/berita-skandal-beras-periksa-gita-wirjawan-dan-kabulog.html

1 komentar:

  1. Sandi: NKRI HARGA MATI
    Kepada Yth Bapak Kepala Penyidik KPK

    Berikut dugaan modus korupsi di Perum Bulog.

    Pertama:
    Pelanggaran PD-11 Thn 2011 (Peraturan Direksi) ttg pelaksanaan Movenas oleh Direktur PP, menunjuk movenas kepada pengusaha Indarto melalui anak perusahaan Ujasang di atas 2000 ton yg seharusnya dilelang. Karena kalau dilelang selisih HPS dan harga lelang 100-150 rb rupiah/ton.
    Link:
    https://plus.google.com/photos/109414570950189276042/albums/5974236667146345345

    Kedua:
    Pengusaha Indarto memfaatkan kenaikan tarip movenas dengan jumbo bags yang 20 persen lebih tinggi dari pelaksanaan tanpa jumbo bags namun pelaksanaan tanpa jumbo bags.
    Link:
    https://plus.google.com/photos/109414570950189276042/albums/5966473806419159089

    Ketiga:
    Berikut dugaan hasil korupsi berupa rumah di kediri fariedh (Direktur PP) hasil dari penyelewengan movenas tanpa lelang dengan pemakaian tarip jumbo bags tersebut.
    Alamat:
    Jalan Raden Patah no: 36 dan 38
    Dukuh Klodran
    Desa Sidomulyo
    Kecamatan Semen
    Kabupaten Kediri
    Link:
    https://plus.google.com/photos/109414570950189276042/albums/5966453487622667425

    Demikian informasi ini dapat membantu penyidikan lebih lanjut. Jumlah movenas per tahun di Perum Bulog mencapai 1 juta ton sehingga jumlah yang diselewengkan sangat besar. Terimakasih.

    BalasHapus