Sabtu, 24 Agustus 2013

Gejolak Pangan Terjadi Lagi

24 Agustus 2013

Harga Daging Masih Mahal, Kedelai Mulai Langka.

JAKARTA-Pemerintah dinilai tidak memiliki terobosan dalam peningkatan produksi pangan, dan hanya menggantungkan stok dari pasokan impor. Karena itu, gejolak harga pangan dipastikan terulang lagi.

"Tidak ada upaya serius. Pemerintah justru terbelenggu impor untuk menjaga pasokan. Sekarang posisinya sudah offside, karena rupiah melemah dan pangan impor menjadi mahal. Pemerintah sekarang tidak belajar dari gejolak pangan sebelumnya," kata Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Iliyani S Andang kepada Koran Jakarta, Jumat (23/8).

Menurut Ilyani, pemerintah tidak memiliki terobosan untuk meningkatkan produksi pangan, yang terjadi justru kebijakan yang biasa saja dan hanya sebatas rutinitas.

Ia mencontohkan, saat ini perkembangan pangan organik cukup positif akan tetapi pemerintah masih mempertahankan subsidi pupuk urea atau kimia, padahal banyak petani yang sudah kembali menggunakan pupuk organik.

Jika dilihat angka subsidi, kata Ilyani subsidi untuk pupuk kimia mencapai 13,5 triliun rupiah, tetapi selama ini dinikmati perusahaan pupuk. Ironisnya, perusahaan dan pemerintah mengklaim harga pupuk murah sesuai harga patokan, akan tetapi faktanya petani selalu kesulitan memperoleh pupuk karena sering langka di pasaran, saat pupuk tersedia harganya cenderung mahal.

Harusnya, pemerintah memiliki terobosan-terobosan untuk mengurangi angka subsidi pupuk kimia. Misalnya dengan subsidi pupuk langsung ke petani dan mengganti dengan pupuk organic. Caranya sederhana dengan memberikan subsidi sapi ke petani dan kotoranya bisa digunakan sebagai pupuk, sehingga selain populasi sapi meningkat, petani juga bisa mendapatkan pupuk organik.

"Subsidi sebesar apapun, kalau tidak langsung dinikmati petani ya sulit untuk meningkatkan produktivitas bagi petani. Akibat produktivitas tidak meningkat, produksi pangan tidak mencukupi," imbuhnya.

Jika pemerintah mau belajar, kata Ilyani, seharusnya dari hulu sampai hilir sektor pangan diperbaiki misalkan dengan menyiapkan instrument. Mulai dari instrument pengendalian harga, memprioritaskan pasokan pangan lokal, memperbaiki managemen stok, dan pemerintah menyerap produk hasil petani saat harganya turun.

"Empat instrument itu bisa dilakukan untuk menjaga pangan, karena pangan itu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Tetapi melihat rendahnya komitmen pemerintah, maka sulit mengharapkan itu terealisasi," ujarnya.

Untuk itu, Ilyani berharap pemerintah bergerak cepat, karena saat ini saja harga daging belum turun. Harga kedelai sudah merangkak naik karena impornya mahal.

Mulai Kesulitan
Saat ini, pengusaha kecil pembuatan tahu di Jawa Barat dan Jawa Tengah mulai mulai kesulitan untuk mendapatkan kedelai. Di kota Bandung dan Cirebon, kedelai kini sulit didapat karena harga komoditi ini terus naik.

Perajin tahu di sentra tahu Cibuntu Kota Bandung, Lilis , 43 tahun, mengatakan harga kedelai impor saat ini sudah mencapai 8.500 rupiah per kilogram (kg) dan merupakan harga tertinggi yang pernah dirasakan perajin tahu. Menurutnya, harga normal kedelainya sekitar 7000 rupiah per kg.

"Minggu lalu harga kedelai masih 7.000 rupiah per kg, lalu merangkak naik sejak dollar AS menguat. Kemarin 8000 per kg, hari ini sudah 8.500 per kg. Harga itu sudah terlalu mahal, sementara harga jual tahu belum naik," kata dia.

Bagja , 35 tahun, mengatakan perajin tahu Cibuntu berencana bertemu untuk menentukan langkah apakah menaikan harga jual atau berhenti berproduksi.

Sedangkan para perajin tahu dan tempe di daerah Pantura Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, terpaksa mengurangi produksi karena harga bahan baku kedelai naik.

Secara terpisah, Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Teguh Boediyana mengatakan harga daging di tingkat peternak sampai saat ini masih tergolong tinggi yakni berkisar 33.000 hingga 34.000 rupiah per kilogram (kg) berat hidup. "Pada tingkat harga seperti itu, harga daging yang dilepas ke pasaran minimal akan 85.000 rupiah perkg," kata dia.

Menurut dia, mahalnya harga daging sapi di Indonesia disebabkan karena tingginya harga sapi hidup di beberapa sentra utama. Untuk itu, menurut Teguh, jalan keluar yang harus diterapkan adalah memperbanyak pasokan sapi. "Peternak sapi lokal harus digiatkan kembali agar mereka bisa menyuplai lebih banyak ke pasar daging," katanya.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan pemerintah terus mencari solusi bagaimana meningkatkan pasokan kedelai agar kebutuhan masyarakat tercukupi. aan/tgh/E-3

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/127004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar