Senin, 22 Juli 2013

Kertel Pangan Capai Rp 11 T, BIN Cawe-cawe

22 Juli 2013

JAKARTA - Seharusnya, 2013 menjadi menjadi tahun pembuktian kinerja Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena merupakan detik-detik terakhir masa pemerintahannya. Tapi kenyataannya, masyarakat malah makin tercekik melonjaknya harga bahan kebutuhan pokok.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia pun menengarai ada kartel pangan senilai Rp 11, 34 triliun. Walhasil, Badan Intelijen Negara (BIN) yang lebih sering ‘mengintai’ sektor keamanan dan politik  kini digandeng Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menelisik dugaan kejahatan perdagangan itu.

“ Potensi kartel terdapat di enam komoditas strategis seperti daging sapi, daging ayam, gula, kedelai, jagung dan beras.Nilai kartel dari enam komoditas strategis ini mencapai Rp 11,34 triliun. Nilai potensi kartel ini belum termasuk dengan komoditas lainnya yang juga berpengaruh pada tata niaga pangan," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog, Natsir Mansyur dikutip dari dalam siaran pers, Senin (22/7).

Menurut Natsir, pangan nasional tidak seimbang karena permintaan banyak sementara ketersediaannya kurang.  Bila dirinci, kebutuhan daging sapi mencapai 340.000 ton, nilai kartelnya diperkirakan mencapai Rp 340 miliar. Untuk kebutuhan daging ayam 1,4 juta ton, nilai kartel mencapai Rp 1,4 triliun, komoditas gula kebutuhan 4,6 juta ton nilai kartel mencapai Rp 4,6 triliun.

Contoh lain adalah komoditas kedelai yang kebutuhannya mencapai 1,6 juta ton dengan nilai kartel sebesar Rp 1,6 triliun, jagung kebutuhan 2,2 juta ton nilai kartelnya mencapai Rp 2,2 triliun dan beras impor 1,2 juta ton kartelnya diperkirakan mencapai Rp 1,2 triliun.

Natsir menyebutkan, gambaran seperti ini diakibatkan karena penataan manajemen pangan nasional yang sangat lemah dari aspek produksi, distribusi dan juga perdagangannya. Pengelolaan kebijakan pangan dinilai sangat sentralistik, dimana Kemendag, Kementan dan Kemenperin tidak ikhlas menyerahkan kebijakan tata niaga pangan ke pemerintah daerah.

"Kontrol DPR terhadap pangan ini juga lemah. Sehingga DPR perlu memberikan sanksi kepada Kementerian yang tidak dapat menjaga kenaikan pangan yang berdampak ke rakyat. Sanksinya bisa berupa pengurangan anggaran di Kementerian itu," imbau Natsir.

Selain itu, lanjut Natsir, tidak adanya logistik pangan ikut menyebabkan persoalan pangan nasional. Sehingga, setiap kebijakan yang dikeluarkan Kemendag dan Kementan cenderung  spekulatif, dan data pangan tidak bisa tepat dan akurat.

Karena itu, pihaknya berharap agar Menkoperekonomian merombak tata niaga pangan ke arah yang  tepat, terutama komoditas pangan yang strategis seperti gula komsumsi dan rafinasi yang perlu dibuka pabrik-pabrik baru, kedelai,  jagung, daging sapi, ayam, hingga bawang putih.

Terpisah, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN)  Marciano Norman mengatakan gejolak kenaikan bahan pangan akhir-akhir ini diduga tidak semata-mata akibat keterbatasan produksi, tetapi disinyalir akibat ulah segelintir pelaku ekonomi yang ingin mengambil keuntungan. Bahkan tak tertutup kemungkinan gejolak ekonomi terkait dengan praktek kartel yang dilakukan oleh sejumlah oknum pengusaha. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir  diatas rata-rata 6 persen telah mendorong lahirnya semangat dan harapan baru  dikalangan pemerintah dan rakyat Indonesia untuk meraih tingkat kehidupan yang lebih baik pada masa-masa yang akan datang.

BIN pun telah membentuk Deputi Bidang Ekonomi secara sepesifik guna mendalami permasalahan sektor  industri,energi, perdagangan,pertanian, keuangan dan perbankanserta kejahatan ekonnomi lainnya.

Mengingat  spektrum permasalahan ekonomi yang semakin luas dan kompleks, lanjut marciano, misi BIN akan dapat terlaksana lebih efektif melalui kerjasama dengan berbagai instansi terkait. Seperti beberapa waktu yang lalu telah dilakukan pendandatangan kerjasama (MoU) antaar BIN dengan Kementerian Perdagangan terkait pengamanan sasaran dan program strategis  dibidang perdagangan.=

Semenetara, Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan mengatakan keberadaan kartel perlu penelusuran lebih jauh. Untuk komoditas daging misalnya, masih terlalu awal jika menyimpulkan keberadaan kartel di kalangan feedlotter. Termasuk juga, menyimpulkan bahwa pemerintah tidak bisa menurunkan harga akibat adanya kartel."Memang, kecendrungan kartelisasi itu terjadi apabila terjadi kenaikan harga selama pasoknya lebih dari cukup atau cukup," ujar Gita saat ditemui akhir pekan ini.

Dia menyatakan untuk komoditas bawang merah dan cabai rawit impor asal Vietnam dan China akan mulai masuk berbagai pasar di Indonesia pada pekan ini.

Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian telah mengeluarkan izin untuk mendatangkan 17 ribu ton bawang merah dan 9.700 ton cabai rawit mulai minggu ini hingga lebaran nanti.

"Kemungkinan impor dari Vietnam atau China. Ini untuk membantu pasokan lokal yang kurang karena terjadi gagal panen," katanya di Jakarta.

Cabai rawit pada beberapa waktu lalu sempat menembus Rp100 ribu per kilogram, sedangkan bawang merah Rp85 ribu per kilogram.Bahkan, ia mengklaim saat ini harga di dua komoditas tersebut telah berangsur-angsur turun. "Cabai rawit di Kramat Jati saat ini telah menjadi Rp35 ribu, turun drastis hingga 50 persen," paparnya.

Target Bulog Meleset

Realisasi impor daging sapi yang dilakukan oleh Perum Bulog ternyata meleset dari target. Hingga pekan ini, kuantitas daging yang berhasil didatangkan belum mencapai target 500 ribu ton.

Menurut Direktur Utama Bulog, Sutarto Alimoeso, sejak Selasa-Ahad pekan lalu instansinya sudah merealisasikan impor sebanyak 40 ton. Meski terbilang rendah, dia menjamin target impor 3.000 ton bisa selesai pada Desember mendatang. "Secara bertahap terus didatangkan," kata dia.

Dalam mengimpor daging, Bulog menemui serangkaian hambatan diantaranya menipisnya suplai daging di Australia karena musim dingin serta ketatnya pengaturan teknis yang diberlakukan pemerintah yang ketat. Jenis daging yang diimpor dibatasi hanya untuk jenis secondary cut. Selain itu tidak semua rumah potong hewan (RPH) di Australia menerapkan prosedur halal.

Pada pekan ini, Bulog akan mendatangkan lebih dari 200 ton daging impor dari Australia. Sutarto mengatakan daging impor sebanyak 100 ton akan tiba di Pelabuhan Tanjung Priok dan sisanya masuk melalui Bandara Soekarno-Hatta. Distribusi daging tersebut, kata dia, tidak hanya di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Mulai pekan ini Bulog akan memasok daging ke daerah lain yang membutuhkan. "Misalnya Jawa Barat, jika memang butuh kami siap untuk memasok," ujarnya.

Di tempat yang sama, Menteri Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan terus berusaha menyetabilkan harga daging sapi dengan memastikan ketersediaan pasokan. Menurut Hatta harga daging harus ditekan hingga mencapai Rp 75 ribu -80 ribu per kilogram. "Itu tetap menguntungkan petani dan tidak memberatkan konsumen," katanya.

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) Asnawi meragukan kehalalan daging sapi yang diimpor Bulog. Sebab daging tersebut berasal dari negeri minoritas muslim dan Bulog belum bisa membuktikan kehalalannya. "Kami pun belum bisa menjualnya pada konsumen," kata dia.ins,tmp

http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=06ca169a9ffaaa09925f064253341df8&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c

Tidak ada komentar:

Posting Komentar