Senin, 08 Juli 2013

Hentikan Impor Produk Pangan

8 Juli 2013

Impor Pangan I Petani Dalam Negeri Harus Dilindungi

JAKARTA – Kebijakan impor pangan yang mengakibatkan membanjirnya komoditas pangan di pasar dalam negeri harus segera dihentikan. Pasalnya, kebijakan tersebut sangat merugikan para petani lokal dan menghalangi pengembangan produk pangan domestik.

"Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, harus segera menutup rapat keran impor produk pangan, termasuk hortikultura, daging, dan perikanan," kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Abdul Halim, di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Menurut Abdul Halim, kebijakan menghalangi banjir impor pangan dapat dilakukan, antara lain, dengan menambah jenis komoditas dan pos tarif dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 60 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura.

Dia berpendapat tidak dicabutnya fasilitasi impor pangan mengindikasikan bahwa pemerintah lebih cemas dalam menghadapi gugatan Amerika Serikat ke WTO ketimbang melindungi petani dan nelayan rakyat Indonesia.

Kiara mengingatkan, Pemerintah AS menggugat Pemerintah RI ke dalam mekanisme penyelesaian sengketa WTO akibat diberlakukannya Peraturan Menteri Pertanian No 60 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura yang dianggap terlalu protektif dari masuknya produk hortikultura.

Padahal, ujar dia, aturan pembatasan hortikultura ini dikeluarkan setelah Indonesia diserbu berbagai komoditas pertanian murah, terutama produk hortikultura seperti bawang putih dan kentang dari AS, Australia, Kanada, dan China.

Merespons gugatan AS tersebut, ia menyayangkan bahwa Mendag bukannya bertahan untuk petani kecil, namun justru merevisi ketentuan pembatasan impor hortikultura ini melalui Permendag No 16 Tahun 2103 dengan memberlakukan pengaturan perizinan impor satu pintu guna memudahkan aliran impor barang masuk, mengurangi komoditas, pos tarif dan kuota.

"Konteks ini pula yang hendak dipromosikan oleh Kementerian Perdagangan saat berlangsungnya Konferensi Tingkat Menteri WTO kesembilan di Bali Desember mendatang," kata dia.
Untuk itu, Abdul Halim mengajak seluruh rakyat Indonesia, khususnya petani, nelayan, pedagang kecil, dan buruh untuk terlibat aktif melakukan koreksi terhadap berbagai kebijakan liberalisasi perdagangan dengan memberikan alternatif berdasarkan konstitusi RI.

Kiara juga menghendaki agar harga pangan dapat distabilisasi menjelang bulan Ramadan dan Idul Fitri mendatang. Selain itu, pemerintah diminta menjalankan reformasi agraria dan model pertanian agro-ekologis untuk mendukung terwujudnya kedaulatan pangan dan keberlanjutan lingkungan.

Ganti Sistem

Sementara itu, mantan Menko Perekonomian, Rizal Ramli mengusulkan agar sistem kuota bisa diganti dengan sistem tarif untuk menurunkan harga-harga kebutuhan pokok. "Kita minta pemerintah (Kemendag) supaya sistem kuota dihapus menjadi sistem tarif sehingga semua orang bisa impor barang asal bayar tarif," kata dia.

Menurut Rizal, mengubah sistem kuota ke sistem tarif akan memangkas biaya tinggi dan akan terjadi persaingan. Dengan demikian, tambah dia, harga jual kepada masyarakat akan turun. "Namun, tarif yang diberlakukan harus tinggi untuk melindungi petani dalam negeri," ujar dia.

Pada kesempatan itu, Rizal juga mengkritisi berbagai kebijakan yang diambil pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boediono yang dinilainya sangat tidak prorakyat. "Bayangkan, saat ini kenaikan harga BBM tidak tepat waktunya. Saat ini, kenaikan harga ini sudah tiga kali. Pertama, saat wacana rencana naik ramai, harga sudah naik. Kedua, saat gonjang-ganjing sidang paripurna harga sudah naik, dan ketiga, saat naik harga BBM maka harga barang naik lagi," ungkap dia.

Dengan kondisi tersebut, menurut Rizal, sangat jelas bahwa kebijakan yang dikeluarkan tidak melindungi rakyat. "Bagaimana pemerintah sekarang dalam waktu yang bersamaan mengeluarkan PP 46/2013 yang membebani UMKM pajak satu persen dari omzet dan PP 47/2013 yang membebaskan pajak barang mewah untuk orang asing," tambah dia.
Anggota DPD RI, Juniwati, mengatakan sistem ekonomi yang saat ini sudah kapitalis murni. "Memang pemerintahan saat ini raja tega," kata dia. aan/Ant/E-3

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/123503

Tidak ada komentar:

Posting Komentar