10 Juni 2013
JAKARTA, kabarbisnis.com:
Target pencapaian swasembada pangan yang bertumpu atas empat komoditas
pertanian strategis pada tahun 2014 diyakini mustahil dapat tercapai.
"Kalaupun ada kenaikan produksi hanya sesaat bahkan ada komoditas yang
grafiknya turun," ujar Manajer Advokasi dan Jaringan Koalisi Rakyat
untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah.
Ia menjelaskan,
pada tahun 2014 Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan swasembada
padi, jagung, kedelai, gula dan daging. Masing-masing target produksinya
adalah 76,57 juta ton untuk padi.Sementara, 29 juta ton jagung, 2,7
juta ton kedelai, 3,45 juta ton gula dan 0,66 juta ton daging.
Dari target tersebut, Said memperkirakan, tidak akan tercapai jika
melihat tren produksi hingga tahun 2012 lalu. Pada tahun 2012, produksi
padi hanya 68 juta ton, jagung 17 juta ton, kedelai 783.000 ton.
Sedangkan gula dan daging, produksi 2011 masing-masing 2,2 juta ton dan
465.000 ton.
Situasi ini mengakibatkan laju impor pangan terus meningkat.
Menurut Said, kalaupun ada kenaikan produksi pada satu komoditas
pangan, keberhasilan itu sesungguhnya tidak mencerminkan keberhasilan
pemerintah yang sebenarnya.
Pasalnya, menurut Said, pemerintah
gagal mencapai target-target swasembadanya.Padahal,menurut Said,
waktunya tinggal satu tahun saja. "Ada kesan target pencapaian hanya
dijadikan alat politik dan dan pencitraan pemerintah seolah-olah
berhasil swasembada," tegasnya.
Pada akhir 2011,Badan Pusat
Statistik (BPS) mencatat nilai impor tanaman pangan Indonesia telah
menembus angka US$ 7 miliar dengan volume impor mencapai 15,3 juta ton.
Adapun neraca perdagangannya telah negatif hingga US$ 6,4 miliar.
Said mengkhawatirkan data di banyak kajian menunjukkan bagi negara
berkembang peningkatan impor berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi. semakin besar impor, semakin landai pertumbuhan ekonominya.
Meningkatnya impor tidak hanya menguras devisa negera namun juga
memberikan tekanan yang luar biasa pada petani. Apalagi ditengah
langkanya proteksi pemerintah terhadap petani dan produk-produknya.
Menurutnya,produk petani kalah bersaing dengan pangan impor yang lebih
murah. Akibatnya petani tidak mengalami peningkatan pendapatan secara
signifikan, tetap bergelut dengan kemiskinan dan rawan pangan.
Hingga akhir 2012, angka kemiskinan hanya turun 0,3% menjadi 11,66% atau
29 juta jiwa. Padahal target penurunan kemiskinan hingga 8%. Dari
jumlah itu sebanyak 18 juta jiwa atau 64% berada di pedesaan yang
mayoritas berprofesi sebagai petani gurem dan nelayan tradisional.
Said menegaskan,pertumbuhan produksi pangan yang terjadi sesaat tentu
tidak dapat dibanggakan dan dipandang sebagai keberhasilan terlebih
tidak sampai memenuhi target.Semestinya pertumbuhan produksi
diskenariokan jangka panjang, berkelanjutan dan berkeadilan.
"Penaikan produksi harus berdampak positif bagi subyek utama produksi
pangan yaitu petani. Jika selama ini petani hanya dipandang sebagai alat
produksi," pungkasnya. kbc11
http://www.kabarbisnis.com/read/2839514
Tidak ada komentar:
Posting Komentar