Senin, 01 Juli 2013

Staf Khusus SBY Diduga “Otak” Dari Mega Korupsi di Bulog

1 Juli 2013

JAKARTA_BARAKINDO- Kabar mencengangkan kembali membuat heboh para pengguna sosial media. Pasalnya, Staf Khusus Presiden SBY Bidang Pangan dan Energi, Jusuf Gunawan Wangkar (JGW), disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan Mega Korupsi di Perum Bulog. Hal itulah yang disebut-sebut menjadi alasan mundurnya  JGW dari posisi sebagai Staf Khusus Presiden SBY pada 14 Mei 2013 lalu.

Meski beralasan ingin fokus mengurus bisnis keluarga, namun pemilik akun twiter @TrioMacan2000 menduga, bahwa mundurnya JGW dari statusnya sebagai Staf Khusus Presiden SBY adalah terkait dengan dugaan mega korupsi di Perum Bulog. Kabar lain menyebutkan, bahwa JGW mundur terkait dengan kondisi kesehatannya.
“Alasan yang sesungguhnya adalah, JGW diduga terlibat dan bahkan sebagai otak dari berbagai kasus korupsi di sektor pangan, termasuk kasus korupsi impor pangan (beras),” katanya.
Pemilik akun @TrioMacan2000 membongkar skandal korupsi tersebut secara bertahap. Pada Jumat (21/6/2013) kemarin, @TrioMacan2000 menulis, ada beberapa modus korupsi di Perum Bulog, mulai dari permainan harga dan kualitas beras impor, hingga korupsi Movenas dan Beras Miskin (Raskin).
Pengunduran diri JGW, lanjutnya, bertepatan dengan pemeriksaan Ketua Dewan Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hilmi Aminuddin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Diketahui, 14 Mei 2013 adalah kali pertama KPK memeriksa Hilmi Aminuddin, dan tiga hari sebelumnya, Hilmi dikhabarkan bertemu dengan Presiden SBY. Dalam pertemuan itu, Hilmi secara blak-blakan menyampaikan semua informasi mengenai mafia pangan yang melibatkan Staf Khusus Presiden SBY. Menurut data Hilmi, kata @TrioMacan2000, korupsi terbesar sektor pangan, termasuk impor sapi/daging, otak pelakunya adalah JGW. “SBY Shock!!”.
Tidak hanya itu, Hilmi juga diduga membongkar keterlibatan orang-orang dalam Istana yang dekat dengan Presiden SBY. Selain JGW, lanjutnya, para mafia pangan itu terdiri atas Kasan atau Kusen, dan Lidya yang juga merupakan isteri dari JGW.
Lalu siapakah sebenarnya JGW, Lidya dan Kasan (kakak dari JGW itu)? Menurut @TrioMacan2000, mereka adalah karibnya SBY sejak masih aktif di TNI. Mereka adalah pemasok catering di TNI. Ketika SBY menjadi Panglima Pasukan Garuda di Bosnia mengemban misi perdamaian dari PBB, JGW dan Kasan disebut-sebut sebagai pengusaha yang memasok makanan bagi TNI di Bosnia. “Mundurnya JGW dari Staf Khusus Presiden SBY, dapat diartikan sebagai upaya untuk tidak menyeret keterlibatan SBY dalam kasus korupsi dan mafia pangan,” jelas pemilik akun tersebut.
Otak Dugaan Korupsi Impor Beras
Sementara di Perum Bulog sendiri, menurut @TrioMacan2000, JGW dan isterinya dianggap sebagai otak dari dugaan korupsi impor beras. Posisi Sutarto Alimoeso yang juga karibnya SBY semasa SMA dahulu, disebut-sebut memudahkan komunikasi antara JGW dengan Direksi Perum Bulog tersebut.
Sementara modus yang diduga digunakan dalam kasus dugaan korupsi impor beras itu, adalah dengan mewajibkan Perum Bulog membeli beras impor dari perusahaan milik JGW/Lidya di Vietnam. Tak hanya itu, pembelian beras lainnya oleh Perum Bulog juga disebut-sebut haruslah melalui perusahaan-perusahaan milik JGW, Lidya dan kasan di Vietnam, Thailand, Myanmar dan lainnya. Tentu saja harga beli Perum Bulog itu disinyalir sudah di Mark-up, dan Direksi Perum Bulog pun “sudah mengetahui” hal tersebut.
“Direksi Perum Bulog tidak ada yang berani melawan kehendak JGW, Lidya dan Kasan. Karena kalau berani, maka bakal dipecat seperti Sutono, Direktur Pelayanan Publik (PP) Perum Bulog yang dianggap mbalelo dahulu,” katanya.
Dugaan korupsi impor beras itu bermula pada 20-25 Januari 2011 lalu, saat Sutono sedang berada di Vietnam untuk merealisasikan impor beras Indonesia dan Vietnam. Tiba-tiba ada telepon masuk dari Istana yang memerintahkan agar Sutono menerima atau menemui seorang wanita bernama Lidya. Sutono pun patuh. Ketika bertemu dengan Sutono, Lidya langsung minta Sutono membatalkan skema impor beras yang sudah hampir final dan diubah dengan skema baru. Tentu saja Sutono tidak bersedia memenuhi permintaan Lidya yang mengaku sudah puluhan tahun menjadi teman karib Presiden SBY tersebut.
“Lidya langsung menyodorkan koper penuh uang pecahan U$D 100 kepada Sutono. Sutono pun marah dan menolaknya mentah-mentah,” jelasnya menambahkan, bahwa Sutono pun tetap melaksanakan skema impor beras sesuai dengan rencana semula, hingga akhirnya Lidya kecewa dan melapor ke Istana.

Hingga akhirnya, hanya dalam tempo tiga hari, atau tepatnya pada 27 Januari 2011, Sutono yang baru pulang dari Vietnam, tiba-tiba dipecat dengan disodori Surat Keputusan (SK) Pemberhentian. Sejak saat itulah posisi Sutono sebagai Direktur PP Perum Bulog digantikan oleh Agusdin Fariedh, yang disebut-sebut sebagai bonekanya Sutarto Alimoeso (Dirut Perum Bulog sekarang). (Bersambung) (Redaksi)*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar