Selasa, 04 Juni 2013

Sektor Pertanian Petani Ancam Gulirkan Moratorium Impor Hortikultura

4 Juni 2013

JAKARTA-Kelompok Petani mengancam menggulirkan gerakan moratorium impor produk hortikultura jika pemerintah memberikan kemudahan masuk produk buah dan sayuran asal China.

"Jika pemerintah meloloskan usulan perjanjian saling menguntungkan (Mutual Recognition Agreement/MRA) asal China, berarti menjadi bukti pemerintah tidak membela petani lokal. Kita akan meminta DPR membantu kita menggulirkan moratorium impor hortikultura. Sudah ada panja buah dan sayuran impor, kita akan meminta lebih keras berupa moratorium," kata Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Suryo Bawono, kepada Koran Jakarta, Senin (3/5)

Menurut Suryo, rencana pemerintah membuka kembali Priok, sebagai pintu masuk impor buah asal China, menyakitkan. Pasalnya sejak pengendalian pintu masuk impor di Pelabuhan Tanjung Priok, petani di sekitar Jakarta menikmati keuntungan. Sejak adanya penutupan, petani merasakan peningkatan permintaan produk buah dan sayuran dari konsumen di Jakarta.

Permintaan buah dan sayuran dari supermarket, pasar tradisional dan hotel mengalami peningkatan, sejak buah impor dikendalikan. "Karena buah dan sayuran impor menjadi mahal, permintaan buah dan sayuran lokal naik, dampaknya terjadi peningkatan produksi di level petani di sekitaran Jakarta," ujarnya.

Suryo menyatakan, petani akan melakukan gerakan untuk menolak pemberian status MRA kepada China, bahkan jika pemerintah tetap membuka Priok untuk produk buah dan sayuran asal China, maka petani akan mengajukan gugatan kebijakan itu kepada Mahkamah Konstitusi.

Lebih lanjut Suryo menilai, MRA dari China perlu dipertanyakan, karena tidak hanya menyangkut pintu masuk buah dan sayuran akan tetapi juga kekhawatiran masuknya penyakit. Selama ini MRA dengan AS, Kanada dan Jepang relatif lebih aman, karena produk hortikultura-nya sudah terkontrol dan aman. Akan tetapi untuk produk asal China dan Thailand perlu dikontrol secara serius.

Sebelumnya, pelaku usaha hortikultura juga menolak rencana pemerintah menjalin MRA dengan China. Permintaan China kepada pemerintah untuk membuka pintu masuk impor produk hortikultura, melalui perjanjian MRA perlu ditolak. Dan pemerintah harus konsisten mengendalikan impor, untuk memberikan kesempatan produk buah dan sayuran lokal menguasai pasar.

"Pemerintah harus konsisten dengan kebijakanya, jika buah dan sayuran impor asal China diperbolehkan masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok, maka negara lain, pasti meminta perlakuan sama. Pemerintah harus tetap berani melakukan pembatasan dan pengaturan impor asal China," kata Wakil Sekjen Dewan Hortikultura Nasional, Gun Soetopo.

Menurut Soetopo, lobi dan tekanan dalam perdagangan internasional merupakan hal yang wajar, dan pemerintah harus memiliki keberanian mempertahankan kebijakan pembatasan pintu masuk impor hortikultura, yang sudah diberlakukan sejak tahun lalu.

Jika dihitung, produk hortikultura seperti buah dan sayuran asal China lebih banyak masuk ke Indonesia, dibandingkan ekspor Indonesia ke China. Jadi tidak perlu ada kekhawatiran penolakan dari negara tersebut. () aan/E-3


http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/120893

Tidak ada komentar:

Posting Komentar