Senin, 29 April 2013

Impor Beras Ke Myanmar Dibarter Pupuk Korbankan Petani Lokal

29 April 2013

Kementan Selalu Gagal Penuhi Cadangan Beras Dari Produksi Dalam Negeri

RMOL. Rencana pemerintah mengimpor beras dari Myanmar yang dibarter alias ditukar dengan pupuk, hanya menambah rugi petani di dalam negeri.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan, kerja sama pemerintah dengan Myan­mar jangan sampai meru­gikan petani lokal.

“Kerja sama barter pupuk de­ngan beras akan me­ngancam pe­tani,” katanya ke­pada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Politisi Golkar ini menilai, de­ngan masuknya beras impor lagi akan membuat beras dalam ne­geri lebih. Alhasil, harga dalam negeri akan turun. Kondisi itu juga berdampak pada turunnya harga gabah petani.

Menurut dia, kerja sama ini hanya menguntungkan perusa­haan pupuk, sedangkan pe­tani dirugikan. Padahal peru­sahaan pupuk sudah mendapatkan sub­sidi besar.
Sayangnya, penyalur­an di dalam negeri tidak terkon­trol dan tidak tepat sasaran.

“Jangan sampai petani yang dikor­bankan. Masak kita mau Myanmar beli pupuk tapi kita di­pak­­sa beli berasnya,” ucap Firman.

Karena itu, dia meminta peme­rintah tidak perlu mengimpor be­ras tahun ini karena stok di gu­dang Perum Bulog akan surplus.

“Berdasarkan data yang dike­luarkan Badan Pusat Statistik (BPS) akan terjadi surplus. Kami minta tahun ini tidak ada impor beras sama sekali,” tekannya.

Firman juga berharap, peme­rintah lebih memprioritaskan pe­ngadaan beras dalam negeri un­tuk mengisi stok Bulog.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yus­tika mengatakan, impor beras menjadi dilema bagi pe­me­rintah.
Meski produksi dalam negeri susah terpenuhi, tapi ha­rus tetap menyediakan cadangan be­ras untuk antisipasi bencana.

 Menurut Erani, saat ini cada­ngan beras Bulog hanya 4-5 per­sen. Padahal, cadangan beras ideal adalah 15 persen dari kebu­tuhan dalam negeri.
“Sekarang cada­ngan beras Bu­log cuma 2 juta ton,” jelasnya.

Ia mengatakan, seharusnya pe­merintah memenuhi cadangan be­ras dari peningkatan produksi dalam negeri. Namun, Kemen­terian Pertanian (Kemen­tan) be­lum mampu melakukan­nya dan selalu gagal padahal anggarannya besar.

“Alasannya ma­sih klise dan sama yaitu produksi. Padahal, kegiatan impor beras sangat mem­bebani Anggaran Pen­dapatan dan Belanja Negara (APBN),” cetus Erani.

Pengamat pertanian Khudori menyatakan, produksi beras na­sional sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Bahkan, surplus berda­sarkan data BPS.

Berdasarkan data BPS, awal Maret produksi gabah kering gi­ling tahun 2012 sebesar 69,05 juta ton atau setara 40,05 juta ton beras. Sementara konsumsi beras masyarakat Indonesia sekitar 139 kilogram per kapita per tahun atau total 34,05 juta ton per tahun. Artinya, terjadi surplus beras tahun lalu sebesar 6 juta ton.

Menteri Perdagangan (Men­dag) Gita Wirjawan mengaku, pe­merintah akan melakukan impor beras 500 ribu ton dari Myanmar. Rencana impor tersebut merupa­kan salah satu butir yang tertuang dalam Memorandum of Unders­tanding (MoU) antara Indonesia dan Myanmar.

Gita mejelaskan, rencana impor itu bukan keharusan yang dilaku­kan setiap tahun, hanya opsi saja. Artinya, jika Myanmar kelebihan beras dan Indonesia sedang ke­ku­ra­ngan, maka kebutu­han 500.000 ton diambil dari Myanmar.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan sebelumnya menegaskan, Indo­ne­sia tidak perlu meng­impor be­ras lagi tahun ini karena produksi beras mencukupi.

“Tahun ini Bulog menyerap 3,5 juta ton beras. Saya yakin jika ter­capai, tidak perlu impor beras,” ujar Dahlan.

Bahkan, sebenarnya tahun lalu pun Indonesia tak perlu meng­impor beras. Tapi saat itu Bulog ragu apakah stok yang tersedia dapat mencukupi kebutuhan kon­sumsi dalam negeri. Akhir­nya, Bulog tetap impor beras dan ter­nyata di akhir tahun masih sisa stok 2 juta ton beras. [Harian Rakyat Merdeka]
 

http://ekbis.rmol.co/read/2013/04/29/108311/Impor-Beras-Ke-Myanmar-Dibarter-Pupuk-Korbankan-Petani-Lokal- 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar