5 Februari 2013
Kasus dugaan korupsi dalam pemberian kuota impor daging sapi mencuat
setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Ahmad Fathanah dengan
barang bukti Rp 1 miliar. Kasus ini menjadi sorotan publik dan ramai
diperbincangkan karena diduga melibatkan presiden Partai Keadilan
Sejahtera saat itu, Luthfi Hasan Ishaaq.
Luthfi yang juga anggota
Komisi I DPR diduga menggunakan pengaruhnya dalam penentuan kebijakan di
Kementerian Pertanian terkait pemberian kuota impor daging sapi kepada
PT Indoguna Utama. Menteri Pertanian Suswono serta Direktur Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan Syukur Iwantoro menepis tudingan itu.
Menurut mereka, penentuan kuota impor daging sapi dilakukan transparan.
Tidak ada yang bisa memengaruhinya. Sistem pengurusan rekomendasi dan
izin impor sudah dirancang sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan
terjadinya intervensi dalam penentuan rekomendasi.
Bagaimana
sistem dibangun, dan di mana saja celahnya? Sebelum lahir Undang-Undang
(UU) Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan,
kewenangan pemberian perizinan impor daging sapi sepenuhnya ada di
tangan Kementan. Mulai dari seleksi administrasi, syarat teknis, hingga
pemberian rekomendasi sekaligus izin impornya.
Ketika itu,
berbagai praktik penyimpangan terjadi, tetapi tak sampai heboh. Kasus
manipulasi surat izin impor juga beberapa kali terjadi. Misalnya, dalam
catatan Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia, saat ini ada selisih
data impor daging di Kementan dan Bea dan Cukai mencapai 20.000 ton.
Setelah
ada perubahan, mekanisme pengurusan izin impor menjadi seperti saat
ini. Pengusaha yang mau mengimpor harus memenuhi syarat administratif
dan teknis perusahaan serta mendapatkan penetapan sebagai importir
terdaftar (IT) di Kemendag. Pada tahap ini muncul peluang terjadinya
manipulasi oleh para pelaksana teknis di lapangan. Upaya mempersulit
juga terjadi.
Agar bisa mengimpor daging, pengusaha harus punya
izin impor. Untuk itu, mereka terlebih dulu harus mengantongi
rekomendasi izin impor (rekomendasi persetujuan pemasukan/RPP). Importir
harus mengajukan permohonan ke Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan Kementan, melalui Kepala Pusat Perlindungan Varietas
Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP). Seleksi administrasi di sini
juga memberi peluang adanya penyimpangan, meski nilainya tidak besar.
Sambil
semua itu berjalan, pemerintah dalam Rapat Koordinasi Terbatas di Menko
Perekonomian yang dihadiri Kementan, Kemendag, Kementerian
Perindustrian, dan asosiasi menetapkan besaran kuota impor daging sapi
secara nasional. Tentunya setelah mempertimbangkan produksi dalam negeri
dan kebutuhan.
Ditetapkan kuota impor daging sapi secara
nasional, kemudian harus diturunkan per perusahaan. Ini dilakukan pada
Rapat Tim Teknis lintas sektoral, terdiri dari Kementan, Kemendag, dan
Kemenperin.
Dalam dua tahun belakangan ini, 2011 dan 2012, diskusi
seperti ini tidak terjadi lagi dalam Rapat Tim Teknis penentuan
rekomendasi kuota impor per perusahaan. Wakil Menteri Perdagangan Bayu
Krisnamurthi menyatakan dan bahkan sanggup membuktikan di KPK bahwa
tabel alokasi kuota rekomendasi impor per perusahaan sudah disiapkan
terlebih dulu oleh pihak Kementan. Kemendag tak bisa menolak karena
kewenangan atas RPP ada di Kementan.
Dalam proses pemberian
rekomendasi kuota oleh Kementan inilah, ada celah yang memungkinkan
terjadinya intervensi. Untuk pemberian izin impor tahun 2013, pembagian
alokasi rekomendasi izin impor dilakukan 3 Desember 2012.
Celah
lain yang berpotensi memicu penyalahgunaan, menurut Asosiasi Pengusaha
Importir Daging Sapi, adalah dengan menambah banyak jumlah importir,
khususnya importir fasilitas. Dengan begitu, persaingan kian ketat dan
peluang terjadinya praktik suap terbuka.
Dalam proses pemberian
komisi/fee, importir tentu tidak akan gegabah. Pemberian fee terkait RPP
paling aman setelah mereka mengantongi izin impor dari Kemendag.
Penerbitan izin impor hanya butuh lima hari setelah RPP diterima.
Dengan
ketatnya persaingan global dan tuntutan daya saing tinggi, kasus dugaan
korupsi daging jelas mengganggu daya saing industri lokal. Konsumen
juga dirugikan.(HERMAS E PRABOWO)
http://cetak.kompas.com/read/2013/02/05/03095491/celah.kebijakan.impor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar