25 Desember 2012
JAKARTA – Upaya Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk
menyeret dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat pengeringan gabah
oleh Bank Bukopin, yang berekses pada kerugian keuangan negara ke depan
persidangan, dinilai sebagian pihak kurang tepat. Pasalnya, audit
terhadap potensi kerugian Negara tidak dilakukan oleh pihak yang
berwenang yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Melainkan, Kejagung
menggunakan tim akuntan publik independen. Auditor independen tersebut
menemukan adanya kerugian Negara sebesar Rp 59.584.529.500.
”Jika terkait dengan perhitungan keuangan negara, kasus ini harusnya
diaudit oleh BPK,” ungkap Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam
Indonesia (UII) Jogjakarta Mudzakkir, kepada Jawa Pos, kemarin (24/12).
Kendati demikian, Mudzakkir menjelaskan, Kejagung seharusnya
memperhatikan apakah kasus Bukopin ini benar menyangkut keuangan Negara.
Pasalnya, seperti diketahui bahwa kepemilikan saham Negara di Bukopin
kurang dari 51 persen.
Karena Negara bukan pemegang saham mayoritas, maka dalam hal ini Bukopin
pun tidak bisa disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sementara konsep kerugian Negara sendiri, ia menjelaskan, terjadi ketika
ada pengaruh gerakan terhadap arus kas Negara. Misalnya, setoran ke kas
Negara dimungkinkan menurun akibat suatu perbuatan melawan hukum.
Lantaran itu, Mudzakkir menerangkan, ketika BPK yang berwenang
memeriksa, menetapkan, dan menilai kerugian Negara, akhirnya menolak
menghitung adanya kerugian Negara pada kasus Bukopin ini dinilai sudah
tepat. ”Sikap BPK sudah benar,” jelasnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Setia Untung
Arimuladi, menampik adanya penyimpangan terhadap regulasi atas
penggunaan tim auditor independen tersebut. Ia mengatakan, penggunaan
akuntan independen merupakan kebijakan penuh penyidik. ”Auditor
independen ini tergantung penyidik. Yang terpenting adalah akuntan
kredibel,” ungkap Untung yang enggan menjabarkan lebih detil kepada Jawa
Pos.
Sebelumnya, setelah delapan tahun mangkrak, kasus dugaan korupsi
pengadaan alat pengeringan gabah oleh Bank Bukopin pada 2004, ditaksir
telah menggerogoti kantong keuangan Negara dalam jumlah besar. Kejagung
dengan menggandeng tim akuntan publik independen Nursehan dan Sinarhaja,
mencatat kerugian Negara.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto
mengatakan kerugian negara tak dapat diungkap secara cepat, lantaran
sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) enggan mengadakan pemeriksaan. Kedua lembaga
tersebut, lanjut Andhi, menganggap kepemilikan saham pemerintah yang
minim, yakni berada di bawah 50 persen tidak mengandung kerugian Negara.
”Karena sudah ada hitungannya (kerugian), jadi kita percepat
penyidikannya,” ungkap Andhi.
Dia melanjutkan, aksi penyidikan Kejagung untuk mencari kerugian Negara
kasus Bukopin bisa berjalan lagi pasca hembusan angin segar vonis kasus
pembobolan dana PT Elnusa (anak perusahaan Pertamina), sebesar Rp 111
miliar. Putusan pengadilan Tipikor Bandung kala itu dijadikan
yurisprudensi oleh Kejagung. Bahwa, meskipun kepemilikan saham
Pemerintah dalam suatu korporasi di bawah 50 persen, kasus Elnusa tetap
dapat diajukan ke lembaga peradilan.
Sekadar mempersegar ingatan, kasus ini bermula ketika Direksi PT Bank
Bukopin memberikan fasilitas kredit kepada PT Agung Pratama sebesar Rp
69,8 miliar pada 2004 yang dikucurkan dalam tiga tahap. Kredit itu
dikucurkan untuk membiayai pembangunan alat pengering gabah "drying
center" pada Bulog Divre Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara
Barat, dan Sulawesi Selatan, sebanyak 45 unit.
Namun, fasilitas kredit tidak digunakan sebagaimana mestinya, seperti
pada pengadaan spesifikasi merek dan jenis mesin. Akibat pemberian
kredit itu, penyidik menyatakan terjadi kredit macet di Bank Bukopin
ditambah bunga sebesar Rp76,24 miliar. Dari kasus ini, penyidik sudah
menetapkan 11 tersangka yang mayoritas diantaranya merupakan karyawan
Bukopin dan juga seorang pihak dari PT. Agung Patama.
http://www.jpnn.com/read/2012/12/25/151709/Auditor-Independen-Tak-Sah-Audit-Keuangan-Negara-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar