23/11/2012
Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) menyesalkan lemahnya proteksi pemerintah terhadap para
petani lokal. Hal itu terlihat dari mudahnya pemerintah untuk membuka
keran impor bagi sejumlah komoditi pangan, seperti garam, kedelai,
beras, dan daging sapi.
"Yang memprihatinkan, kabinet kok bisa
disetir oleh komprador. Kami sangat menyesalkan bagaimana kabinet
mengambil keputusan dipengaruhi oleh beberapa orang komprador.
Produktifitas lokal diabaikan sehingga kesannya kualitas pertanian dan
peternakan lokal rendah agar ada alasan untuk mengimpor. Mayoritas
korbannya adalah masyarakat kecil di kampung-kampung," tandas Ketua PBNU
Prof KH Maksum Machfudz, dalam konferensi pers tentang rencana
kerjasama Komite Garam PBNU dengan PT Garuda Food dalam meningkatkan
produksi garam rakyat, di Gedung PBNU, Kamis (22/11).
Prof Maksum
mengatakan, PBNU mendukung dengan sangat serius langkah-langkah yang
dilakukan oleh Komite Garam, dalam meningkatkan kualitas dan
produktifitas serta pemasaran garam rakyat yang diproduksi oleh Asosiasi
Petani Garam Nusantara (Aspegnu).
"PBNU mendukung, karena ini
menjadi problem masyarakat luas. PBNU dibentuk untuk memoderasi
masyarakat di segala bidang, termasuk di bidang ekonomi dan politik.
Kita mendesak pemerintah agar menciptakan iklim ekonomi yang
berkeadilan, dan jauh dari kenakalan," tandasnya.
Tentang rencana
kerjasama Aspegnu, Komite Garam PBNU dengan PT Garuda Food, Machfoud
berharap bisa menjadi solusi bagi problem pangan di negeri ini,
sekaligus juga menjadi percontohan bagi pemerintah, bahwa sejatinya,
produksi lokal pun bisa bersaing jika diperhatikan dan diberi pembinaan.
"Dari
kasus garam ini, kita mulai perbaikan. Kasus garam ini menjadi uji
coba, agar mengetuk rekan-rekan di kabinet bahwa banyak masyarakat
kecil yang harus didampingi. Mereka tak harus dimanjakan, hanya
diperlukan kebijakan dan sentuhan kecil agar mereka mampu berkembang,"
ujarnya.
Ia menguraikan sejumlah masalah pangan di negeri ini
adalah bagian dari desain segelintir importir pangan, yang ingin
mengambil keuntungan dengan membunuh produksi para petani dan peternak
lokal.
"Garam dari tahun lalu belum selesai. Garam belum selesai
disusul masalah beras. Kita gembar-gembor swasembada beras, tapi
pemerintah impor terus. Kemudian swasembada kedelai juga diserang
krisis. Krisis ini dibuat oleh kartel importer yang memanfaatkan
psikologi massa. Jagung, gula juga tinggal menunggu bom waktu. Gula
diancam kebanjiran gula rafinasi. Ditambahlagi oleh krisis daging sapi,"
paparnya.
Ditambahkan, berbagai problem pangan itu sengaja
diciptakan oleh sejumlah pengusaha dengan memainkan pasar, menimbun
bahkan melenyapkan sejumlah komoditi pangan dari pasaran, sehingga
harga-harga melambung naik, lalu mendesak pemerintah untuk meningkatkan
jumlah impor bahkan menghapuskan bea cukai impor pangan.
"Negara
ini tak bisa diharapkan, kecuali komitmen bersama dari berbagai elemen
masyarakat. Kita tak mau dikadalin terus oleh komponen bangsa tertentu
yang ingin mengambil keuntungan dari impor. Ini bukan su'udzon. Ini
persoalan konspirasi, kongkalikong Negara dengan komprador, agar
memelihara rendahnya kualitas lokal, untuk melegalkan impor pangan,"
tandasnya.
Ia menyesalkan sikap abai pemerintah terhadap petani
dan peternak lokal, juga upaya liberalisasi ekonomi pangan yang
dilakukan pemerintah. Padahal, kata Machfoud, negara-negara maju seperti
Amerika saja melakukan proteksi ketat terhadap produksi pangan lokal.
"Keterbatasan
tekhnologi petani sangat sulit dijangkau oleh masyarakat. Di Amerika
petani mendapat subsidi pemerintah, di kita perhatian pemerintah rendah.
Negara-negara maju masih keberatan menurunkan subsidinya pada
pertanian. Tapi Negara kita malah bergaya menghapus subsidi untuk petani
lokal dan membuka keran impor selebar-lebarnya," katanya.
http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,40923-lang,id-t,PBNU+Sesalkan+Pemerintah+Disetir+Importir-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar