17 November 2012
Jakarta-Yustisi.com:
Kejaksaan Agung memastikan tidak akan
menghentikan penyidikan skandal dugaan korupsi pengadaan alat pengering
gabah (driying center) di Bank Bukopin senilai Rp76,3 miliar.
“Siapa bilang dihentikan. Kami tinggal
menunggu kelengkapan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan”
ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andi Nirwanto menanggapi
perkembangan penyidikan skandal korupsi Bank Bukopin, Jumat (16/11), di
Jakarta.
Meskipun perkara Bank Bukopin telah ditangani kejaksaan sejak empat tahun silam, namun 11 tersnagkanya tidak pernah ditahan.
“Kami lebih memfokuskan kepada
kelengkapan berkas. Buat apa tersangka ditahan jika ternyata
pemberkasannya lambat. Mereka malah bisa bebas demi hukum,” kata Andi.
Adapun kesebelas tersangka skanal Bank
Bukopin ini adalah HHB, karyawan Bank Bukopin; ZKP, account officer; EW,
Manajer Divisi Kredit Agribisnis; Shr, Manajer Pengembangan dan bekas
anggota Komite Kredit; ELH, Pemimpin Bank Bukopin cabang Medan/mantan
Group Head Agribisnis dan anggota Komite Kredit; ECH, General Manager
Area III/anggota Komite Kredit; DT, Management; serta GNG Kuasa
Direktur PT Agung Pratama Lestari.
Tim penyidik yang diketuai Fadil
Djumhana telah memeriksa bekas Direktur Utama Bank Bukopin, Sofyan Basir
yang sekarang menjadi Direktur Utama Bank BRI). Namun, statusnya belum
menjadi tersangka.
Perkara Bank Bukopin ini berbeda dengan
penyidikan skandal dugaan korupsi PT Chevron Pasific Indonesia yang
merugikan uang negara Rp200 miliar, dimana semua tersangkanya langsung
ditahan di Rumah Tahanan Kejaksaan Agung.
Dalam perkara Bank Bukopin, tim penyidik
sebelumnya telah mengumpulkan alat bukti dari hasil penyitaan gudang
Bulog di Indonesia, di antaranya kantor Bulog di Bali, Nusa Tenggara
Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
Skandal Ini berlangsung pada 2004,
bermula saat Direksi PT Bank Bukopin memberi kredit kepada PT Agung
Pratama Lestari sebesar Rp62,8 M, untuk mengadakan alat pengering gabah
pada Divisi Regionnal Bulog Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara
Barat, dan Sulawesi Selatan sebanyak 45 unit. Namun, kredit ini
digunakan tidak sesuai spesifikasi. Mesin merek Sincui, tapi yang dibeli
merek Global Sea. Akhirnya, kredit macet dan membengkak hingga menjadi
Rp76,3 miliar. isa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar