Rabu, 24 Oktober 2012

Serikat Petani Indonesia Segera Uji Materi UU Pangan ke MK

Rabu, 24 Oktober 2012


JAKARTA--MICOM: Serikat Petani Indonesia (SPI) meilai UU Pangan yang baru tidak sesuai dengan konsep kedaulatan pangan. 

SPI berpendapat bahwa UU Pangan yang baru ini tidak sesuai dengan konsep kedaulatan pangan dan tidak mengakui dan melindungi hak atas pangan rakyat Indonesia dan berpotensi merugikan petani, nelayan, dan produsen pangan lainnya. 

Untuk itu, SPI akan melakukan kajian hukum lebih mendalam untuk melakukan upaya hukum uji materi terhadap UU Pangan ke Mahkamah Konstitusi. 

RUU tentang Revisi UU Pangan No 7 Tahun 1996 akhirnya disahkan, Kamis (18/10) lalu. Pemerintah dan DPR sepakat bahwa UU Pangan yang baru ini akan dapat menjadi pedoman dan mengakomodasi permasalahan-permasalahan di bidang pangan yang ada di negeri ini. 

"Namun kami, Serikat Petani Indonesia (SPI) tidak sependapat dengan Pemerintah dan DPR dalam hal ini,'' ujar Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih dalam rilis yang dikirim ke Media Indonesia, Rabu (24/10). 

Dia mengatakan UU Pangan yang baru ini belum mampu menjawab masalah yang ada dan tidak mampu mengubah kehidupan petani dan nelayan sebagai produsen pangan. 

Dalam UU Pangan yang baru disahkan minggu lalu tersebut, SPI melihat Pemerintah terkesan memaksakan konsep kedaulatan pangan dan ketahanan pangan untuk disatukan dalam UU ini. 

Padahal konsep kedaulatan pangan merupakan jawaban atas gagalnya konsep ketahanan pangan yang telah diterapkan selama ini. 

Mengacu pada UU tentang Pangan sebelumnya, UU No 7 Tahun 1996, konsep ketahanan pangan yang diimplementasikan pemerintah hanya terbatas pada kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. 

Konsep ini persis dengan konsep ketahanan pangan yang dicanangkan FAO, yaitu tanpa melihat dari mana pangan tersebut dihasilkan atau dengan cara apa pangan tersebut dihasilkan. 

Dalam ketahanan pangan, suatu negara dikatakan aman apabila mampu memenuhi pangannya tanpa dia memproduksi sendiri pangan tersebut, artinya, suatu negara boleh menggantungkan pemenuhan pangannya terhadap negara lain melalui mekanisme impor. 

Pada akhirnya, konsep ketahanan pangan ini telah menegasikan para petani pangan, dalam hal ini produsen pangan utama. Petani dipaksa sistem dan paradigma yang berorientasi pada keuntungan dan berorientasi uang. 

Akhirnya, petani dikondisikan untuk masuk kedalam pasar produk pertanian yang tanggap terhadap perkembangan harga. 

Untuk kasus Indonesia, karena harga cash crops-- seperti tanaman perkebunan --lebih menguntungkan maka pemerintah lebih mendorong pada pengembangan tanaman cash crops untuk mencapai pertumbuhan ekspor setinggi-tingginya. 

Petani terpaksa mengikuti keinginan sistem yang sudah berorientasikan pasar. Akibatnya, petani/pelaku pertanian yang kuat dan bermodal sajalah yang bisa bertahan. Di sisi lain, yang lemah semakin kehilangan akses mereka terhadap alat-alat produksi seperti tanah, air, benih, teknologi dan pasar. 

Konsep ketahanan pangan yang diterapkan baik di dunia maupun di Indonesia semata berusaha menjamin pangan murah, lewat segala cara terutama lewat impor pangan dalam mekanisme liberalisasi pangan. 

Kebijakan pangan Indonesia yang saat ini telah sangat bergantung pada impor menyebabkan negeri ini berada pada posisi yang sangat sulit. Betapa disayangkan bahwa tingginya kebutuhan pangan dalam negeri malah digunakan sebagai peluang untuk membuka liberalisasi pangan lebar-lebar. 

Padahal Indonesia sebagai negara agraris yang besar sesungguhnya memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, bahkan memasok bagi kebutuhan global. 

Untuk menjawab krisis pangan dan pertanian yang terjadi di dunia, pada tahun 1996 La Via Campesina menyusun konsep Kedaulatan Pangan sebagai counter proposal atas konsep Ketahanan Pangan yang disusun FAO dalam World Food Summit di Roma untuk mendorong pemenuhan pangan melalui produksi lokal. 

Kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya, diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. 

Artinya, kedaulatan pangan sangat menjunjung tinggi prinsip diversifikasi pangan sesuai dengan budaya lokal yang ada. 

Kedaulatan pangan juga merupakan pemenuhan hak manusia untuk menentukan sistem pertanian dan pangannya sendiri yang lebih menekankan pada pertanian berbasiskan keluarga—yang berdasarkan pada prinsip solidaratas--bukan pertanian berbasiskan agribisnis—yang berdasarkan pada profit semata. (OL-11) 

http://www.mediaindonesia.com/read/2012/10/24/358087/284/1/Serikat-Petani-Indonesia-Segera-Uji-Materi-UU-Pangan-ke-MK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar