![]() |
Prof Dr M Maksum Machfoedz |
Terlepas dari mana angka 10 juta ton. Karena faktanya tidak ada yang tahu rasionalitas surplus 10 juta ton. Maka kisruh beras awal 2014 harus dicermati secara serius. Kecuali berpotensi jadi penyebab kontra produktifnya capaian swasembada dan surplus beras, kisruh kali ini adalah mengingkari UU 18/2012 tentang Pangan, dan UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Pasalnya, dua UU yang mengamanatkan kedaulatan pangan dan petani telah sertamerta digembosi. Siapapun yang salah, perspektif legal dan politik harus menjadi referensi, bukan sekedar kejahatan pasar. Bagaimana surplus kalau awal tahun telah digembosi. Kementerian Perdagangan tidak mau disalahkan. Begitu pula Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Bea Cukai, apalagi importer dan pihak lain. Semuanya menyatakan akan legalitas terhadap apa yang dilakukan dan melemparkar persoalan kepada pihak lain.
Satu contoh legalitas adalah pernyataan Kemendag yang pada akhirnya mengakui atas pemberian izinnya terhadap importasi 16.900 ton beras dari Vietnam dengan berkilah bahwa itu didasarkan atas rekomendasi Ditjen Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian Kementan. Itupun terbatas untuk beras premium seperti Japonica, Basmati, Thai Hom Mali, Beras Ketan, dan beras premium sejenisnya. Sementara fakta yang menghebohkan adalah importasi sejumlah besar beras Vietnam kualitas medium. Padahal tegas sekali sudah ditetapkan bahwa importasi beras medium adalah tugas Bulog sebagaimana ditegaskan ulang Menko Perekonomian dalam Rakor Pangan, 22 Januari lalu.
Informasi pasar yang berkembang sementara ini, menyebut terdapatnya gelontoran beras import kualitas medium di Pasar Induk Cipinang yang disebut sebagai produk importasi legal. Itulah faktanya, tidak 'jumbuh'. Tidak ketemu antara fakta dan teori legalitas. Realitas pasarnya jelas sekali terdapat produk import non-Bulog yang menunjukkan telah terjadinya pengingkaran legal itu. Tetapi, semua mengklaim semua tindakannya sangat legal. Saling lempar dan tak satupun lembaga menyatakan tanggungjawab atas kekeliruannya.
Terakhir ditemukan fakta baru yang harus menjadi ujung dari segala kekeliruan legal dan ujung lempar-melempar sulapan pasar dimaksud. Ada sinyalemen yang mengerucut pada adanya kongkalikong antara oknum petugas survei dan oknum importir. Pihak importir tentu tidak mau dipersalahkan. Karena importasinya didasarkan atas dokumen 'preshipment', kelengkapan dokumen angkutan, dan dokumen Surat Persetujuan Import yang sangat legal dikeluarkan Kementerian Perdagangan. Titik terang terakhir menunjuk pada ketidakjelasan kualitas dalam urusan importasi beras ini karena keseluruhan jenis dan kualitas beras ditempatkan dalam kodifikasi produk impor beras yang sama untuk semuanya. Ketidaktegasan kategorisasi dalam operasionalisasi legalitas importasi beras ini adalah kesalahan fatal. Ketika pada kenyataannya ketegasan legal aturan hukum yang melandasinya telah dibangun sangat transparan untuk membedakan pemberlakuan legalitas antara komoditas beras kualitas premium dan kualitas medium.
Menyedihkan sekali. Ternyata kesalahan legal yang sebenarnya mudah dihindari dalam perumusan kebijakan telah mengakibatkan importasi beras sangat rawan dan mudah dimanfaatkan sebagai landasan legalitas untuk kepentingan rente. Untik kesekian kalinya, kelemahan kebijakan hanya mampu memberikan rambu-rambu yang sangat abu-abu, tidak tegas dan mudah dipelintir untuk kepentingan syahwat jangka pendek. Kecerobohan aturan seperti ini mudah sekali mendukung surplus beras RI hasil impor beras dari Vietnam.
Melihat betapa mudah sebetulnya mangakomodsi perbedaan perlakuan aneka kualitas beras dalam kodifikasi importasi yang berbeda ini, publik cenderung mempertanyakan kesungguhan penyusunan atau penyusun kebijakan yang terkait, kenapa begitu mudah membuat kesalahan. Karena sederhananya, banyak pihak menilai bahwa kekeliruan tata-aturan terkait beras ini bukanlah sekedar kekeliruan kebijakan. Akan tetapi pengeliruan kebijakan, yang sengaja dibangun untuk melebarkan kesempatan mengais rente. Jikalau betul itu yang terjadi, maka Bangsa ini sudah betul-betul terjangkit penyakit kelirumologi. (*)
Prof Dr M Maksum Machfoedz
(Penulis adalah Guru Besar UGM/Ketua PBNU)
http://krjogja.com/liputan-khusus/analisis/2638/surplus-beras-vietnam.kr
Sandi: NKRI HARGA MATI
BalasHapusKepada Yth Bapak Kepala Penyidik KPK
Berikut dugaan modus korupsi di Perum Bulog.
Pertama:
Pelanggaran PD-11 Thn 2011 (Peraturan Direksi) ttg pelaksanaan Movenas oleh Direktur PP, menunjuk movenas kepada pengusaha Indarto melalui anak perusahaan Ujasang di atas 2000 ton yg seharusnya dilelang. Karena kalau dilelang selisih HPS dan harga lelang 100-150 rb rupiah/ton.
Link:
https://plus.google.com/photos/109414570950189276042/albums/5974236667146345345
Kedua:
Pengusaha Indarto memfaatkan kenaikan tarip movenas dengan jumbo bags yang 20 persen lebih tinggi dari pelaksanaan tanpa jumbo bags namun pelaksanaan tanpa jumbo bags.
Link:
https://plus.google.com/photos/109414570950189276042/albums/5966473806419159089
Ketiga:
Berikut dugaan hasil korupsi berupa rumah di kediri fariedh (Direktur PP) hasil dari penyelewengan movenas tanpa lelang dengan pemakaian tarip jumbo bags tersebut.
Alamat Fariedh:
Jalan Raden Patah no: 36 dan 38
Dukuh Klodran
Desa Sidomulyo
Kecamatan Semen
Kabupaten Kediri
Link:
https://plus.google.com/photos/109414570950189276042/albums/5966453487622667425
Alamat Indarto Wijaya:
PT. Surya Buana Sentosa
Jalan Perak Timur 220
Surabaya
HP : 081-130-0893
Demikian informasi ini dapat membantu penyidikan lebih lanjut. Jumlah movenas per tahun di Perum Bulog mencapai 1 juta ton sehingga jumlah yang diselewengkan sangat besar. Terimakasih.