Rabu, 5 Februari 2014
JAKARTA, (PRLM).- Mantan Menko Perekonomian era pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Rizal Ramli meminta Menko Perekonomian Hatta Rajasa ikut bertanggjawab soal impor sekitar dua ribuan ton beras Vietnam, yang meresahkan petani belakangan ini.
Sebab, dalam kasus impor tersebut ketika melibatkan dua kementerian yaitu Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan sudah menjadi tanggung jawab dan wewenang Menko Perekonomian. Apalagi dalam impor beras 2 juta ton per tahun itu keuntungannya 30 persen atau setara dengan Rp 8,4 triliun.
“Jadi, kalau masalah impor dan ditangani oleh dua kementerian, maka Menko Perekonomian harus juga dimintai pertanggungjawabannya. Sebab, nilai impor beras itu sangat besar dan pasti merugikan petani sekaligus mengancam kedaulatan pangan bangsa ini,” tandas Rizal Ramli pada wartawan di Jakarta, Rabu (5/2/2014).
Sebelumnya menurut Mendag Gita Wirjawan bahwa impor beras Vietnam tersebut atas rekomendasi Mentan Suswono, dan Mendag akan mencabut izin impor tersebut jika menyalahi ketentuan yang sudah ditetapkan.
Namun, Suswono sendiri membantah jika dirinya tak pernah merekomendasikan untuk impor beras tersebut. Untuk itulah kata Rizal Ramli, Menko Perekonomian harus ikut bertanggung jawab.
Mengapa ada saja kecenederungan pejabat untuk impor beras tersebut, menurut Rizal, karena dalam impor untungnya besar dan transaksi bisa dilakukan di luar negeri. Padahal, Indonesia belum tentu membutuhkan beras impor di tengah kesediaan beras dalam negeri masih lebih dari cukup atau surplus.
“Impor itu harus dilakukan dalam keadaan darurat, seperti panas berkepanjangan. Jadi, kasus impor beras ini kejam sekali, selain dikorupsi, juga memiskinkan petani, dan sebaliknya malah mensubsidi petani Vietnam,” katanya kecewa.
Menurut Rizal, sesungguhnya kebutuhan beras di Indoensia bisa sangat mencukupi jika pemerintah ini benar-benar akan mewujudkan kedaulatan pangan melalui pertanian. Misalnya di Sulawesi Selatan, yang tanahnya sangat baik untuk pertanian padi dan sebagainya. Hanya saja diperlukan pembangunan irigasi yang memadai dengan membangunan waduk-waduk, dan itu bisa menambah kebutuhan pangan sampai 5 juta ton per tahun.
Dengan demikian untuk mewujudkan kedaulatan pangan itu tidak sesulit yang dibayangkan. “Hapus sistem kartel diganti dengan kuota, dan melakukan investasi besar-besaran terhadap pertanian dengan membangun irigasi, subsidi pupuk, sehingga rasio harga gabah dan pupuk, 2 : 1, agar petani beruntung dan sejahtera. Prinsipnya, pangan itu harus dikawal untuk menjaga kedaulatan pangan dalam negeri,” tambah Rizal Ramli. (A-109/A_88)***
http://www.pikiran-rakyat.com/node/268809
Sandi: NKRI HARGA MATI
BalasHapusKepada Yth Bapak Kepala Penyidik KPK
Berikut dugaan modus korupsi di Perum Bulog.
Pertama:
Pelanggaran PD-11 Thn 2011 (Peraturan Direksi) ttg pelaksanaan Movenas oleh Direktur PP, menunjuk movenas kepada pengusaha Indarto melalui anak perusahaan Ujasang di atas 2000 ton yg seharusnya dilelang. Karena kalau dilelang selisih HPS dan harga lelang 100-150 rb rupiah/ton.
Link:
https://plus.google.com/photos/109414570950189276042/albums/5974236667146345345
Kedua:
Pengusaha Indarto memfaatkan kenaikan tarip movenas dengan jumbo bags yang 20 persen lebih tinggi dari pelaksanaan tanpa jumbo bags namun pelaksanaan tanpa jumbo bags.
Link:
https://plus.google.com/photos/109414570950189276042/albums/5966473806419159089
Ketiga:
Berikut dugaan hasil korupsi berupa rumah di kediri fariedh (Direktur PP) hasil dari penyelewengan movenas tanpa lelang dengan pemakaian tarip jumbo bags tersebut.
Alamat Fariedh:
Jalan Raden Patah no: 36 dan 38
Dukuh Klodran
Desa Sidomulyo
Kecamatan Semen
Kabupaten Kediri
Link:
https://plus.google.com/photos/109414570950189276042/albums/5966453487622667425
Alamat Indarto Wijaya:
PT. Surya Buana Sentosa
Jalan Perak Timur 220
Surabaya
HP : 081-133-0893
Demikian informasi ini dapat membantu penyidikan lebih lanjut. Jumlah movenas per tahun di Perum Bulog mencapai 1 juta ton sehingga jumlah yang diselewengkan sangat besar. Terimakasih.