Jumat, 13 September 2013

Impor jadi Budaya? Mendag, Mentan, dan Bulog Tak Becus Kerja

12 September 2013

Jakarta, MDTV: Utusan Khusus Presiden untuk Penanggulangan Kemiskinan, HS Dillon mengungkapkan, budaya impor seperti yang dilakukan oleh para menteri, yaitu Menteri Perdagangan (Mendag), Gita Wirjawan, dan Menteri Pertanian (Mentan), Suswono, hanya menguntungkan sekelompok pihak, karena menciptakan praktik kartel.

"Selain itu, impor dan kartel sangat bertentangan dengan filosofi bangsa Indonesia," katanya, Kamis (12/9). Menurutnya, dahulu bangsa Indonesia maju dalam bidang pertanian, karena memiliki people power. Namun saat ini, kondisinya terbalik. Ia menilai, hal tersebut tak terlepas dari peranan para pemimpin negeri ini yang justru tak berpihak pada rakyat. "Berbeda dengan Malaysia, kondisi masyarakat di sana lebih baik karena pemimpinnya berpihak pada rakyatnya," ujar Dillon.

Di luar negeri, lanjutnya, banyak kekuatan politik yang bisa memberangus praktik kartel agar negara ekonomi tidak rusak. Namun, lagi-lagi ia melihat kondisi yang terbalik di Indonesia, karena kekuatan politik tidak melakukan hal tersebut. Ia menilai, Kadin sebenarnya punya peranan dan bisa mendesak presiden agar melaksanakan kebijakan yang menguntungkan pemerintah serta rakyatnya dalam rangka memberantas praktik kartel.

Ditegaskannya, kenaikan harga pangan yang terjadi akhir-akhir ini merupakan permainan para kartel yang sudah terjadi sejak bertahun-tahun. "Kartel besar ada di balik semua ini. Pedagang-pedagang besar yang memiliki kekuatan menentukan harga," katanya. Permainan kartel juga melibatkan birokrat maupun instansi tertentu sehingga mereka mendapatkan keuntungan dengan tingginya harga. Menurut dia, Bulog selaku instansi yang diberi kewenangan untuk mengontrol harga di pasar pada kenyataannya tidak mampu melakukan fungsinya tersebut dan akhirnya harga  diserahkan ke pasar.

Padahal, tambahnya, tak ada satu pun negara di dunia berpenduduk besar yang pemerintahnya menyerahkan urusan pangan kepada pasar, sedangkan di Indonesia yang terjadi justru sebaliknya. Dirinya juga menyayangkan kebijakan pemerintah yang menjadikan Bulog sebagai Perusahaan Umum (Perum) sehingga peran lembaga tersebut untuk melindungi rakyat kecil berubah sebagai lembaga pencari keuntungan. Dillon mengakui, kenaikan harga pangan saat ini bisa dijadikan sebagai legitimasi pihak tertentu seperti Bulog maupun para pedagang dari luar negeri.

Dillon menambahkan, penyebab terjadinya gejolak harga komoditas pangan saat ini akibat ketidakmampuan dan rendahnya pola pikir pejabat-pejabat di Kementan dan Kemendag. Mereka dinilai hanya memikirkan rencana jangka pendek, sehingga tidak bisa merealisasikan program jangka panjang yang bertujuan mewujudkan swasembada pangan. "Beberapa tahun lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah memerintahkan kepada Menteri Pertanian untuk melakukan restrukturisasi sektor pertanian secara luas, tetapi instruksi ini tidak dijabarkan dalam program dan kebijakan yang konkret dan jelas. Akibatnya, hingga kini tidak terlihat ada keberhasilan dalam program ini," tuturnya.

Untuk itu diperlukan pemikiran yang cermat dalam membereskan sistem tata niaga pertanian, serta keberpihakan kepada petani. Jika tidak, bukan tak mungkin ketergantungan RI akan produk pangan impor akan semakin berkepanjangan. Parahnya lagi, lanjutnya, importasi pangan tak hanya terjadi pada satu komoditas saja namun hampir di seluruh komoditas pertanian yang sanggup diproduksi di dalam negeri juga impor.

http://menit.tv/read/2013/09/12/15168/0/13/Impor-jadi-Budaya-Mendag-Mentan-dan-Bulog-Tak-Becus-Kerja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar