Jumat, 30 Agustus 2013

Tahu-Tempe

30 Agustus 2013

HANYA 120 hari lagi 2014: tahun swasembada kedelai. Itu kalau KIB-II, Kabinet Indonesia Bersatu, mengikuti slogan Ganjar Pranowo: <I>ora ngapusi lan ora korupsi.<P> Terlebih,  sumber protein utama rakyat tani sudah berulang ditarget keswasembadaannya. Faktanya, target itu makin musykil. Sudah bisa dipastikan tidak terealisir di 2014. Itu kalau tidak boleh disebut sebagai janji politik <I>ngapusi<P>, janji politik yang <I>esuk tempe sore dele.<P>

Semakin dekat 2014 ternyata tahu-tempe, semakin ramping karena melangitnya harga kedelai hari ini. Dalam kondisi stagnasinya daya beli publik, itulah yang bisa dilakukan penjual tahu tempe dan warung nasi. Harga kedelai per kilogram yang awal Agustus Rp 7.000, kini sudah menyentuh angka Rp 9.000. Goyangan kedelai masih berlanjut dan diramalkan mendekati Rp 10.000. Kenaikan sebesar hampir 30% kurang dari sebulan tentu tidak bisa dimaklumi.

Dengan angka importasi kedelai sebesar 1,7 juta ton, 635 kebutuhan nasional, dan harga awal Agustus Rp 7.000/kg, nilai import netto mencapai  Rp 1.19 triliun. Sementara, pada harga Rp 9.000, import menjadi Rp 1.53 triliun. Beda harga telah mengakibatkan lonjakan nilai import Rp 0.34 triliun. Besaran volume uang inilah yang menempatkan kedelai selalu ranum untuk dijamah.

Kemendadakan lompatan harga sungguh tidak bisa dikaitkan dengan alasan produksi dan tataniaga global. Tidak ada pula alasan lokal yang begitu mendadak pengaruhnya, terlebih, ketika pengamanan tataniaga tahu tempe melalui Bulog telah lama diamanatkan Presiden SBY. Melalui tugas pengamanan itu pula, pengaruh drastis akibat kemerosotan nilai tukar rupiah terhadap dolar mestinya bisa diisolasi. Tetapi, secara historis, kedelai memang ajang permainan yang makin <I>nyahwati <P> karena rentenya.

Sejarah jeritan TT tahun lalu masih segar dalam ingatan. Ramadan-Syawal 1433, krisis tahu tempe mencuat. Seperti biasanya, kelangkaan, lebih tepatnya pelangkaan, digoreng dengan aneka pendekatan agitatif, mulai agitasi konsumen, pengrajin, pedagang, pendekatan politisi dan birokrasi, sampai kerohaniwanan. Mudah diduga, melalui <I>market intelligent<P>, bahwa pelangkaan tersebut adalah <I>sulapan, man made<P>, direkayasa untuk memaksa KIB-II membebaskan cukai. Itulah krisis nurani yang disulap untuk tujuan rente tahun lalu. Ironis, tujuan itupun diluluskan KIB-II dengan penghapusan cukai.

Krisis nurani  berlanjut. Mengantisipasi krisis langganan, KIB-II mentargetkan produksi 1,9 juta ton kedelai, 2012. Kondisi normalpun target ini irrasional karena produksi 2011 hanya 712.000 ton. Realisasinya, produksi kedelai hanya mencapai 788.000 ton, 40% dari target bikinan sendiri. Publik menilai, itulah janji politik <I>ngapusi<P>. Padahal amanat legalnya, ketahanan pangan harus berkemandirian.

Setahun kemudian, perihal yang sama kini kembali terjadi. Krisis TT ini cukup membuktikan bahwa apapun komoditasnya, karut-marut pangan hanyalah terkait dengan tarik-menarik antara dua hal saja yang sedang syarat krisis nurani dan moral hazard: kesungguhan pembangunan, dan kekuatan kapitalis menggoreng kepentingan rente importasi. Pertarungan dua pihak ini bahkan nampak pula dalam jajaran KIB-II, tarik-manarik antar instansi teknis yang memperhadapkan kegigihan swasembada, meski ngapusi, di satu pihak, dan kengototan untuk importasi demi rente pada pihak lain.

Goreng menggoreng kedelai ini dalam sejarahnya jelas sekali modus operandi bakunya, dan dilakukan siapapun yang terlibat termasuk importir, BUMN terkait, pedagang antara, permainan politisi melalui komprador, dan sebagainya. Melalui kajian inteligensia pasar sederhana sebenarnya gejalanya mudah ditengarai untuk kemudian ditanggulangi Pemerintah, kalau mau.

Sayangnya, hal itu hanya bisa dan mungkin terjadi ketika ada kesungguhan KIB-II melakukan pemihakan terhadap rakyat banyak konsumen tahu tempe  dan rakyat tani kedelai, sekaligus kesungguhan dukungan terhadap upaya pengembangan kedelai sebagai sumber protein alternatif publik demi masa depan generasi anak bangsa. Kenapa tidak terjadi? Itulah tarik-menarik antara permainan komprador dan kelambanan penanganan KIB-II.


M Maksum Machfoedz
(Penulis Guru Besar UGM, Ketua PBNU)

http://krjogja.com/liputan-khusus/analisis/2152/tahu-tempe.kr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar