Rabu, 17 Juli 2013

Peran Bulog Dipertanyakan, Isu Korupsi Bekas Stafsus SBY Diungkit

17 Juli 2013

RMOL. Harga bahan kebutuhan pokok diperkirakan akan terus melambung tinggi. Perubahan cuaca dan kecenderungan konsumsi masyarakat yang tinggi menjelang Lebaran dan akhir tahun menjadi persoalan pelik. Salah satu penyebab meroketnya harga bahan pokok makanan di seluruh daerah diyakini adalah peran Badan Urusan Logistik (Bulog) yang dikebiri.

Strategi pengendalian Sembako dengan operasi pasar dianggap cara kuno gaya pemadam kebakaran. Sementara, Bulog yang dulu masih punya peran intervensi beras dan non beras, kini tak berdaya. Para pakar ekonomi menyatakan, sudah saatnya peran Bulog dikembalikan ke perannya sebelum krisis 1998 sebagai tangan pemerintah untuk menstabilisasi harga. Komisi di DPR yang membidang perdagangan dan perindustrian pun meminta Bulog tidak hanya mengurusi masalah beras saja, tetapi badan urusan logistik dalam skala nasional.

Tapi persoalan yang lebih gawat adalah bila di dalam Bulog sendiri digerogoti tikus-tikus mafia pangan. Para mafia ini menyusup masuk ke dalam Bulog dan menyalahgunakan wewenang demi mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Apakah hal ini sudah disadari sebelumnya oleh para anggota DPR dan pengamat ekonomi?

Baru-baru ini seruan agar pemerintah lebih tegas menindak kartel dan mafia pangan semakin kuat. Sorotan publik kepada para pejabat di bidang pangan semakin tajam. Dan berbarengan dengan itu, kabar bahwa akan ada pencopotan di internal Bulog terdengar. Siapa gerangan yang akan didepak? Tak tanggung-tanggung, dia adalah Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog, Jusuf Gunawan Wangkar (JGW), bekas Staf Khusus Presiden SBY Bidang Pangan dan Energi.

Kabar itu belum terkonfirmasi sampai saat ini. Namun kalau melihat rekam jejaknya, sosok JGW memang penuh kontroversi. Dari berbagai sumber diketahui bahwa pria kelahiran Surabaya, 6 Maret 1962 itu punya hubungan dekat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono. Kedekatan itu yang membuatnya dengan mudah melakukan banyak hal yang menyalahi hukum. Bahkan ia disebut sebagai mafia pangan itu sendiri.

Di Bulog, modus korupsinya adalah di bidang impor beras dengan mewajibkan Bulog membeli beras impor dari perushaan miliknya dan sang istri di Vietnam, Thailand dan Myanmar. Jajaran Direksi Bulog sudah tahu modus tersebut, tapi tidak ada yang berani melawan karena takut dipecat.

JGW yang merangkap Penasihat Ahli Kapolri juga dikaitkan dengan pengadaan pesawat MA-60 untuk PT Merpati Nusantara. Pengadaan pesawat itu diduga mengandung mark up sebesar 40 juta dollar AS. Peran JGW mulai terendus sejak kecelakaan maut Merpati tipe MA-60 berkapasitas 50 orang di Kaimana, Papua, Sabtu 7 Mei 2011.  Direktur Indonesia Development Monitoring, Munatsir, menyebut perusahaan yang menjadi broker pengadaan pesawat Merpati bukan perusahaan yang profesional di bidangnya. Munatsir menjelaskan, perusahaan yang menjadi broker pengadaan pesawat MA di Indonesia adalah PT Pelangi Golf yang dipimpin Mulyadi. PT Pelangi Golf dibantu oleh Jusuf Wangkar.  Saat itu, wartawan sempat menanyakan dugaan itu kepada JGW. Jawabannya cuma "Sumpah Demi Allah, saya tidak tahu menahu soal pengadaan itu."(saat diminta konfirmasi 26 Mei 2011).

JGW sudah tidak menjabat Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi sejak Mei lalu. Jabatan itu sudah dipegangnya sejak 2009. Media massa baru mendapat kabar bahwa JGW mengundurkan diri pada 13 Mei lalu. Di media massa, Jurubicara Presiden Julian Pasha menyebut pengunduran diri itu karena alasan kesehatan. Sedangkan Seskab Dipo Alam mengatakan Jusuf ingin mengurus bisnis keluarganya.

Tapi, banyak yang yakin bahwa pengunduran diri itu atas desakan Presiden sendiri. SBY mendapat informasi bahwa jejak JGW dalam banyak kasus korupsi mulai terkuak.

Kabar pencopotan JGW dari Ketua Dewan Pengawas Bulog belum terkonfirmasi kebenarannya. Beberapa anggota Komisi VI DPR yang coba diminta keterangan belum merespons.

Namun, di tengah jeritan masyarakat akibat harga pangan yang meroket, dan impian Presiden SBY untuk mendarat mulus di 2014, rasanya belum terlambat untuk menggelar operasi pemberantasan mafia pangan  besar-besaran. Kita juga harus mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut banyak informasi soal korupsi pangan dan menyeret para pelakukan untuk diadili seadil-adilnya. [ald]

 Laporan: Aldi Gultom

http://www.rmol.co/read/2013/07/17/118863/1/Peran-Bulog-Dipertanyakan,-Isu-Korupsi-Bekas-Stafsus-SBY-Diungkit 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar