Kamis, 14 Maret 2013

Krisis Bawang, Bukti Ketergantungan Pangan Impor

14 Maret 2013

JAKARTA – Meroketnya harga bawang di sejumlah daerah memasuki pekan ini menunjukkan masih tergantungannya RI terhadap produk pangan impor terutama hortikultura (sayur dan buah). Kondisi itu menjadi salah satu pemicu merosotnya produktivitas dalam negeri.

Selain itu, sistem perdagangan oligopoli (kartel) yang mampu mengendalikan harga berdampak pada terbentuknya struktur perdagangan tidak sehat, yang pada akhirnya merugikan masyarakat sebagai konsumen. Pendapat itu disampaikan Pengamat Pertanian, Bustanul Arifin kepada SH, Kamis (14/3) pagi.

“Perbedaan memasok dan menimbun memang tipis, jadi banyak pihak-pihak yang melakukan antisipasi akibatnya harga melambung,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Suswono yang ditemui SH di kantornya, Rabu (13/3), menegaskan pengaturan masa panen sangat penting demi menjaga harga di tingkat petani tetap baik. Ia juga menekankan insentif harga bagi para petani jangan sampai memberatkan konsumen. Selain itu, mekanisme resi gudang untuk komoditas pangan bisa membantu menjaga harga di tingkat petani.

Ia mengatakan pengaturan masuknya produk impor diharapkan bisa mempertahankan harga sayuran dan buah-buahan lokal. Ditegaskan, pemerintah tidak melarang masuknya impor barang jenis hortikultura, namun mengatur agar barang tersebut tidak memukul produk dalam negeri yang memberikan imbas pada kerugian petani.

“Kita tidak melarang impor produk hortikultura ke dalam negeri tetapi kita jaga agar masyarakat dan petani terlindungi,” katanya.

Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Kemenko Perekonomian Dyah Maulida di Kementerian Perekonomian, Jakarta, Rabu (13/3) siang menyatakan, pemerintah melonggarkan aturan kebijakan impor hortikultura.

Salah satunya dengan menambah kuota impor komoditas bawang putih sebesar 160.000 ton. Langkah ini dilakukan untuk mengatasi lonjakan harga bawang putih di pasaran. Pemerintah juga berharap cara ini bisa mengurangi tekanan inflasi yang berasal dari komoditas bawang putih.

“Sekarang sudah keluar rekomendasi dari Kementerian Pertanian 160.000 ton, jadi izin sedang keluar. Dari Kementerian Perdagangan sudah sekitar 75 persen dari itu sudah keluar izinnya, sudah siap eksekusi,” katanya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menambahkan, pemerintah akan sesegera mungkin menstabilkan harga bawang putih yang saat ini sudah cukup membuat inflasi menjadi tinggi. “Kami hanya memasok bawang putih sebesar 5 persen dari kebutuhan nasional. Oleh sebab itu diperlukan tambahan impor untuk betul-betul menjaga suplai,” katanya.

Hatta mengaku sudah meminta Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk segera memperbaiki regulasi dan segera memasok bawang putih agar harga menjadi lebih stabil.

Ekonom Bank Internasional Indonesia (BII) Josua Pardede mengatakan, dalam mengambil sebuah kebijakan maka pemerintah seharusnya terlebih dahulu memikirkan dampak yang bisa terjadi. Dalam kasus melonjaknya harga bawang putih ini, karena pasokan bawang putih terhenti dan tidak bisa menutup kebutuhan di dalam negeri.

Kendati demikian, ia menyambut baik keputusan pemerintah untuk melonggarkan kebijakan impor hortikultura. Namun, hal tersebut menurutnya masih akan terkendala izin yang diberikan Kementerian Perdagangan yang membutuhkan waktu minimal 10 hari. “Dampaknya harga stabil bisa terasa pada akhir bulan Maret,” ucapnya.

Harga Tetap Meroket

Pasokan yang kurang menyebabkan harga jual bawang masih tetap tinggi hingga Rabu (13/3). Di sejumlah pasar tradisional di Kota Bandung harga bawang putih Rp 55.000-60.000 per kilogram (kg) dan bawang merah Rp 45.000 per kg.

Kondisi serupa juga terjadi di Pasar Terong, Pasar Toddopuli, dan Pasar Pabaeng-baeng, Sulawesi Selatan (Sulsel). Bawang merah di Pasar Terong dijual seharga Rp 38.000-40.000 per kg. Harga tersebut naik tajam dibandingkan pekan sebelumnya yang masih bisa diperoleh di kisaran Rp 16.000-20.000 per kg.

Sedangkan harga bawang putih di Pasar Terong sudah melejit menjadi Rp 53.000, dibanding sebelumnya yang hanya Rp 25.000 per kg. Bawang putih yang sebelumnya masih dibeli secara eceran seharga Rp 1.000 per siung kini sudah melonjak menjadi Rp 2.000 per siung atau Rp 5.000 per tiga siung.

Harga bawang putih dan merah di Sulawesi Utara (Sulut) pekan ini meroket tajam. Bawang putih pada pekan lalu masih dihargai Rp 32.000 per kg. Harga bawang merah juga melonjak mencapai Rp 60.000-Rp 70.000 per kg, padahal sebelumnya masih berkisar Rp 30.000 per kg.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Ferry Sofwan menyatakan lonjakan harga bawang tidak terlepas dari pasokan yang berkurang. “Pasokan kurang karena di sentra-sentra bawang saat ini belum memasuki masa panen,” jelasnya.

Sentra bawang di Jabar di antaranya berada di Cirebon, Majalengka serta di Kabupaten Bandung dan Garut. Ferry menyatakan musim panen bawang diperkirakan mulai pada akhir Maret nanti.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Utara, Sanny Parengkuan mengatakan, melonjaknya harga bawang akibat pasokan sudah mulai berkurang. “Kalau pasokan semakin menipis kemungkinan juga harganya akan semakin naik hingga Rp 100.000 seperti harga bawang putih dan bawang merah yang terus naik,” ujarnya.

Sanny Parengkuan menambahkan, kenaikan harga ini disebabkan pengaruh cuaca sehingga sangat mempengaruhi produksi komoditi pertanian seperti bahan pangan itu. Ia mengatakan bahan pokok pangan seperti bawang putih dan bawang merah ini sebagian diproduksi lokal dan juga didatangkan dari pulau Jawa.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta data produksi dan permintaan bawang dibuat transparan. “Berapa banyak yang kita produksi, berapa kebutuhan kita, kita menginginkan transparansi, dan perhitungan yang tepat dari semua pihak, BPS (Badan Pusat Statistik), Kementerian Pertanian, semua. Mari kita hitung baik-baik, dengan demikian tidak keliru kebijakan kita,” kata Presiden di Jakarta, Rabu (13/3) siang. (Caca Casriwan/Didit Ernanto/Rusdy Embas/Novie Waladow/Ant)
Sumber : Sinar Harapan



http://shnews.co/detile-16339-krisis-bawang-bukti-ketergantungan-pangan-impor.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar