Selasa, 17 Maret 2015

Peran Bulog Lemah, Harga Beras Melangit

Selasa, 17 Maret 2015

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih menilai, lonjakan harga beras yang berulang setiap tahunnya, diakibatkan oleh lemahnya peranan Perum Bulog dalam mengontrol harga beras.

"Kenaikan harga beras sekarang itu lebih disebabkan lemahnya peran bulog. Akibatnya terjadi penimbunan dan distributor yang mendistorsi distribusi pangan," kata Henry pada Agrofarm.

Menurut Henry, Bulog kurang bergigi lantaran bergantung pada pasokan beras dari pedagang yang memiliki banyak rekanan. Dalam hal ini distributor dan pengecer. "Bulog terkesan dipermainkan oleh mereka karena Bulog tidak punya alat. Hanya mengandalkan pasokan dari petani yang notabene punya banyak rekanan lain," cetus dia.

Terkait pernyataan pihak Bulog yang mengumumkan saat ini pasokan beras surplus, Henry sangsi. Pasalnya menurut Henry, konversi lahan pertanian menjadi perumahan dan pabrik di Indonesia yang cukup tinggi belum diimbangi oleh niat pemerintah dalam menggiatkan pembukaan lahan untuk pertanian. Itu tentunya membuat produksi beras kian menurun. Di sisi lain, populasi penduduk Indonesia malah bertambah.

"Laju konversi lahan pertanian saja di Indonesia itu sampai 100.000 hektar per tahun. Sementara pemerintah baru belum ada langkah serius, belum ada juga penambahan lahan yang diwacanakan 9,4 juta hektar itu," katanya.

Menurutnya, pemerintah perlu mengecek dengan teliti saat mengklaim surplus beras. Tahun lalu misalnya, Hendri mencurigai surplus beras yang diumumkan pemerintah sedianya adalah beras impor alih-alih beras hasil produksi petani dalam negeri.

"Kalaupun ada usaha pemerintah itu baru sebatas memperbesar input pupuk, benih, traktor, itupun melalui kelompok tani. Bukan melalui koperasi," ucapnya.

Untuk mengatasi melonjaknya harga beras, Henry sepakat bahwa impor beras tidak dibutuhkan. Menurutnya, langkah paling efektif dalam mengontrol harga beras adalah dengan komplementer asupan karbohidrat dari panganan lain seperti jagung, ubi dan pisang. Konsumsi beras rata-rata masyarakat Indonesia adalah 130 kg per orang per tahun, "Kalau dikurangi 20 persen saja misalkan, itu kan sudah signifikan," ujar dia.

Terkait langkah operasi pasar yang dilakukan Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, Henry melihat hal itu sebagai langkah yang kurang efektif dalam menekan harga beras.

"Kalau mau efektif harusnya distribusi berasnya pakai koperasi atau lembaga yang permanen. Bukan sekadar operasi pasar," pungkasnya.

Sementara itu Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, Ngadiran, menduga melonjaknya harga beras di Pasar Induk Cipinang karena adanya permainan oknum tertentu. Menurut dia, oknum-oknum tersebut biasanya mampu membeli beras dalam jumlah banyak dan memiliki gudang untuk menampungnya. "Kalau harga naik, jangan pedagang terus yang dituduh," kata Ngadiran ketika dihubungi Agrofarm.

Ngadiran menyesalkan selama ini pemerintah lebih memilih menjual beras kepada perusahaan besar. Padahal, menurut dia, pemerintah bisa bekerja sama dengan pedagang kecil maupun koperasi pasar.

Untuk menormalkan harga jual beras, menurut Ngadiran, pemerintah sebaiknya menjual beras langsung kepada pedagang maupun koperasi pasar. Pemerintah tak perlu khawatir karena pedagang maupun koperasi pasar sanggup membeli beras yang dijual pemerintah.

Selain itu, Ngadiran mengimbau pemerintah untuk tidak melakukan operasi di pasar-pasar besar saja. "Pemerintah sebaiknya melakukan operasi di kelurahan-kelurahan," ujarnya. Dian Yuniarni/Irsa Fitri

http://www.agrofarm.co.id/read/pertanian/2108/peran-bulog-lemah-harga-beras-melangit/#.VQdcGNKsUXs

Tidak ada komentar:

Posting Komentar