Senin, 03 November 2014

Tata Niaga, Produk, & Branding Jegal Daging Impor Bulog

Minggu, 2 November 2014

Mengapa daging yang diimpor Bulog tidak diserap pasar? Ishana Mahisa, Ketua Industri Pengolahan Daging Indonesia (NAMPA), menyebut, itu tak lepas dari tata niaga, produk, dan branding daging itu sendiri.Ishana juga melihat, itu karena tata niaga. Di indonesia penjualan daging dilakukan oleh importir, distributor dan pedagang. Importir dan distributor ada yang besar dan kecil.  

Selama ini importir memberi utangan kepada distributor, dan distributor memberi utangan ke pedagang. “Importir, distributor dan pedagang sudah ada keterikatan. Sementara Bulog datang sebagai pemain baru menjual dengan harga tunai ke pedagang, tentu Bulog  sulit menembus para pedagang di pasar,” kata Ishana pada Agrofarm di Jakarta.

Menurut Ishana,  pedagang di pasar dibina distributor, begitu juga sebaliknya. Distributor dibina importir, dan daging yang dijual sudah ada merek-merek yang sudah terlanjur disukai masyarakat. “Indonesia memang unik. Jangankan konsumen, untuk daging sosis giling  dan diolah lagi juga menggunakan  merek-merek tertentu yang diminati konsumen. Tidak asal mengolah daging  yang ada,” ujar Direktur Utama PT Dagsap Enduro Eatore ini.

Ishana menyimpulkan, ada 3 hal yang bisa dilihat dari masalah tidak lakunya daging Bulog. Pertama soal  tata niaga, kedua, produknya dan brand yang didatangkan Bulog tidak disukai masyarakat. “Mungkin saja ketika Bulog mengorder daging ke Australia brand yang disukai tidak ada. Itu karena sudah diborong orang lain, sehingga Bulog hanya mendapatkan daging  yang tersedia pada saat itu ,” imbuh Ishana.

Ishana tidak setuju jika disebut tata niaga daging di Indonesia dikuasi kartel yang menghambat Bulog menjual dagingnya. Sebab, kata Ishana, importir daging sangat banyak, dan importir daging  bebas  mengimpor. Semuanya bias, Beda dengan pemain daging ayam yang hanya  sedikit.

“Importir daging itu banyak.  Jika tidak menyerap 80 persen  izin dicabut. Dan ini jauh beda dibandingkan dengan  perunggasan,” katanya.

Daging Beku Lebih Sehat

Sebagai pengusaha di industri pengolahan daging, menurut Ishana pada Agrofarm daging beku lebih sehat. Daging beku itu lebih baik dibandingkan dengan daging basah di pasar. Pasalnya, cara penyembelihan daging beku di Australia sudah benar. Sebelum daging disembelih, sapinya dipingsankan sehingga saat disembelih ototnya tidak tegang, dan ditiriskan lumayan lama. Dari segi kesehatan, darah itu sumber dari penyakit.

Sementara daging segar  yang dijual di pasaran, sapi tengah malam kakinya ditarik,  sapi jatuh, sehingga ototnya kaku,  dan langsung disembelih. Tengah malam masuk rumah potong, dan subuh sudah ada di pasar. “Kualitas daging segar pun jadi berbeda. Sementara daging beku dari Australia  1 x 24 jam ditiris. Semakin lama ditiriskan semakin mahal harganya, karena kualitas dagingnya semakin bagus,” papar Ishana.

Menurut kaca mata Ishana, meski kualitas daging beku lebih baik, daging ini juga punya expired. Lamanya biasa 1 tahun. Jika pun lebih dari itu daging beku harus mendapat perlakukan khusus, seperti dalam penyimpanan cold storage, tidak dibuka. Ini juga menjadi dilema bagi Bulog yang merupakan BUMN. Jika dijual murah tentu sulit karena ini bisa dikatakan korupsi. irsa fitri

http://www.agrofarm.co.id/read/pertanian/994/tata-niaga-produk-branding-jegal-daging-impor-bulog/#.VFbwyzSsXyQ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar