Jumat, 11 April 2014

Tak Hanya KPK, Mulai Dari Lembaga Lokal Hingga Asing Sebut Raskin Bermasalah

Jumat, 11 April 2014

Jakarta -Program beras miskin (raskin) kembali menjadi hangat diperbincangkan. Padahal program ini sudah ada saat terjadinya krisis moneter 1998. Kala itu namanya adalah Operasi Pasar Khusus (OPK), kemudian diubah menjadi Raskin pada 2002.

Suara protes itu datang dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu. KPK menilai program dengan anggaran triliunan rupiah tersebut tidak tepat dari sisi apapun. Yaitu Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Mutu, Tepat Waktu, Tepat Harga dan Tepat Administrasi.

Dalam rangkuman detikFinance, kajian tersebut ternyata sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Bahkan sejak satu tahun berjalan program raskin. Bank Dunia adalah salah lembaga yang mengutarakannya pada tahun 2003.

Disebutkan tahun 2003 raskin yang disalurkan salah sasaran, karena 74% beras tersebut ternyata jatuh ke kelompok non miskin. Bahkan, dilihat dari alokasi dananya, dari anggaran Rp 4,83 triliun yang dialokasikan ke Perum Bulog tahun 2003, hanya 18% yang benar-benar dinikmati kelompok miskin. Sementara 52% lainnya menjadi subsidi untuk kelompok non miskin dan 30% sisanya habis untuk biaya operasional dan keuntungan Perum Bulog.

Kajian Bank Dunia tidak hanya berhenti di situ. Tahun 2006, raskin kembali menjadi bahan evaluasi. Dilaporkan ada 30% penyaluran raskin oleh pemerintah tidak tepat sasaran. Meski sudah ada perbaikan, namun masih jauh dari target tepat sasaran. Itu pun didukung oleh kajian LSM dalam negeri Smeru.

Pada tahun 2013, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengeluarkan kajian yang sama. Raskin dinilai masih sangat lemah dalam sasaran. Sehingga konstribusinya untuk pengurangan kemiskinan tidak besar.

BPS mencatat sebanyak 31,2 Juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) menerima beras miskin (raskin) pada bulan Maret 2013. Padahal pemerintah hanya menargetkan 15,5 juta RTS untuk menerima subsidi harga pembelian beras untuk orang miskin tersebut atau naik 100%

"Ada kelompok raskin yang tidak seharusnya mendapatkan tetapi mendapatkan raskin, itu dugaan sementara," ujar Kepala BPS Suryamin saat itu.

Pada bulan September 2012, tercatat sebanyak 33,5 juta rumah tangga menerima raskin. Rata-rata kuantitas yang dibeli sebanyak 8,5 kg dan rata-rata harganya Rp 2.106 per kg.

Di samping itu, ternyata Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) juga memiliki kajian soal raskin. Disebutkan hasilnya tidak terlalu berbeda dengan apa yang telah disimpulkan oleh lembaga lainnya.

"Memang sudah banyak kajian soal itu. Dari tahun 2003, kemudian 2004 dan 2005 saya ingat mulai dari Bank Dunia, LSM Smeru, dan universitas tinggi di Indonesia dan juga BKF dari Kemenkeu juga melakukan kajian. Hasilnya memang benar, sesuai dengan kajian KPK," kata Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani seperti dikutip, Jumat (11/4/2014)

Artinya temuan seperti Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Mutu, Tepat Waktu, Tepat Harga dan Tepat Administrasi sudah diketahui. Akan tetapi, memang belum ada perubahan yang signifikan setiap tahunnya.

"Temuannya tidak jauh. Bahwa raskin itu tidak tepat sasaran. paling tidak tepat jumlah, orang, kualitas dan tidak tepat waktu. Semua sudah tahu tapi masih seperti itu," ujarnya

http://finance.detik.com/read/2014/04/11/070646/2551844/4/tak-hanya-kpk-mulai-dari-lembaga-lokal-hingga-asing-sebut-raskin-bermasalah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar