Kamis, 10 April 2014

Ini Alur Penyelewengan Distribusi Beras Miskin

Kamis, 10 April 2014

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan kejanggalan dalam penyaluran beras miskin (raskin) untuk masyarakat berpenghasilan rendah, mulai dari jumlah, sasaran sampai kepada mutu raskin yang dibagikan.Kementerian Keuangan sebagai penyusun anggaran raskin membeberkan hasil kajian yang mengindikasikan adanya kecurangan dalam program tersebut.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengaku, tim kajian yang berasal dari Bank Dunia, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Universitas maupun Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menyebut sejak 2004-2005, penyaluran raskin tidak tepat sasaran.

"Tidak tepat karena sudah dideteksi, karena kami menghitung raskin dari jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) 15,5 juta kepala keluarga (KK) dikalikan dengan jatah raskin 15 kilogram (kg) per KK lalu dikalikan Harga Pokok Pembelian (HPP). Jadi didapatlah anggarannya," ujar dia di Jakarta, Kamis (10/4/2014).

Lebih jauh Askolani mengungkapkan, Badan Urusan Logistik (Bulog) telah mendapat amanah untuk menyalurkan raskin sampai titik distribusi. Sementara titik serah hingga ke tangan konsumen di ambil alih oleh pemerintah daerah (pemda).

Sejak dipegang pemda, sambungnya, mereka mempunyai kelompok-kelompok tertentu untuk menyalurkannya ke masyarakat. Namun faktanya, jatah beras yang diterima konsumen bukan lagi 15 kg dengan sasaran lebih dari 15,5 juta KK.

"Jadi jumlah RTS lebih dari 15,5 juta KK atau tidak sesuai dengan target pemerintah sehingga membuat jatah beras yang diterima bisa cuma 10 kg. Jadi orang yang tidak miskin pun kebagian raskin," jelasnya.

Di samping itu, tambah Askolani, harga jual raskin di masyarakat pun melonjak atau lebih dari patokan pemerintah sebesar Rp 1.600 per kg. Ini karena ada biaya tambahan distribusi yang tidak ditanggung sepenuhnya oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Padahal harusnya tanggung jawab penuh dari APBD. Tapi karena pemdanya nggak mau pakai APBD penuh, jadi ada kenaikan harga bisa sekitar Rp 200-Rp 300 per liter. Jadi jualnya lebih dari Rp 1.600 per liter dan akhirnya dibebankan ke konsumen," tuturnya.

Pemda, kata Askolani juga membagikan raskin tidak tepat waktu tergantung jadwal masing-masing pemda. "Pemda membagikannya tergantung dia, kalau Bulog kan selalu tepat waktu ke titik distribusi. Masing-masing pemda punya ketentuan bulan. Sedangkan kualitas raskin juga menjadi catatan KPK," tandasnya.

Kondisi tersebut, Askolani bilang, harus disikapi bersama antara pemda, pemerintah pusat dan KPK. "Jadi ini masih harus dilakukan kajian dan konsolidasi dengan KPK dan Menkokesra sebagai lead-nya," cetus dia.

(Nurseffi Dwi Wahyuni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar