Rabu, 31 Juli 2013

UU Pemberdayaan Petani dan Sapi

Mochammad Maksum Machfoedz ;  Guru Besar Sosial Ekonomi Agroindustri, Fakultas Teknik Pertanian Universitas Gadjah Mada
KOMPAS, 31 Juli 2013


Sekarang ini secara legal-formal petani sungguh dimanjakan melalui beragam perundangan. Hal ini tampak dari banyaknya dokumen yang menegaskan pentingnya kesejahteraan, kemandirian dan kedaulatan. Program pemberdayaan, pengembangan sistem ketahanan pangan nasional, sampai swasembada, semua memandatkannya.

Persoalan kemandirian dan kedaulatan pangan yang juga menyejahterakan petani akhirnya ditegaskan UU No 18/2012 tentang Pangan. Secara legal-formal, tampaknya UU ini masih dianggap tak cukup. Karena itu, RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (PPP) yang memandatkan kesejahteraan, kemandirian, dan kedaulatan petani baru-baru ini disetujui DPR menjadi UU.

Tanpa menutup fakta masih adanya kontroversi substansi, boleh dikatakan kedua UU itu lebih dari cukup dalam membingkai proteksi dan kepentingan petani. Persoalan menjadi mengemuka ketika beragam tekad politik yang protektif itu ternyata tak pernah jadi realitas lapangan, yang merupakan kebutuhan riil petani, bukan sekadar proteksi legalistik-formalistik.

Untuk menilai betapa kuatnya proteksi legal kedua UU ini bisa disebut pasal paling relevan untuk mencermati krisis pangan mutakhir dan kaitannya dengan importasi umumnya, khususnya impor daging sapi yang tidak kunjung reda.

UU No 18/2012 menyebut pada Pasal 36 (1) ”Impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri”. Sementara Pasal 31 UU PPP berbunyi ”Setiap orang dilarang memasukkan komoditas pertanian dari luar negeri pada saat ketersediaan komoditas pertanian di dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan konsumsi dan cadangan pangan pemerintah”.

Tanpa UU pun, tuntutan substantif yang mencakup dua pasal ini sebenarnya telah sekian lama jadi tekad pemerintah, yang kemudian dirumuskan dalam segala peta jalan swasembada pangan, dan dokumen lainnya. Kenyataannya, dinamika pangan nasional tidak pernah lepas dari krisis tata niaga dengan penyebab utama besarnya pengaruh importasi.

Selalu saja ada pembenaran legal bagi importasi. Beragam kebijakan pangan, sengaja atau tidak sengaja, memudahkan terwujudnya fakta legal dan rekonstruksi kelangkaan, data pasar sulapan, gejolak sosial rekayasa, dan segala indikasi lapangan, sebagai pembenaran kelangkaan dan wajib impor. Pesimisme mencuat ketika selalu tersuguh realitas aneka krisis pangan seperti kedelai, beras, gula, bawang, cabai, singkong, produk hortikultura umumnya, dan semuanya, sampai krisis daging sapi yang tak kunjung padam.

Rekonstruksi krisis sapi

Bahasa pesimistisnya, ”lain legalitas, lain pula realitasnya”. Karut-marut tata niaga ini nyaris terjadi pada semua komoditas pangan yang disulap jadi semakin bergantung pada pangan impor dengan pembenaran lebih canggih dari upaya proteksi petani. Model sulapan ini sudah sangat standar dan dipertontonkan dalam aneka pendekatan.

Pembenaran impor biasa dilakukan melalui pelangkaan barang dan pendekatan agitatif. Untuk kasus daging sapi, misalnya, dengan pelangkaan, sekurangnya terdapat sembilan jalur pendekatan: (1) membuat resah konsumen; (2) agitasi industri pemakai bahan baku; (3) membangun keresahan pedagang pasar dan perantara; (4) menggerakkan pekerja terkait; (5) advokasi ke partai politik; (6) menggalang isu politik fraksi DPRD-DPR; (7) negosiasi birokrasi; (8) mobilisasi kritik akademisi; dan (9) menjual fatwa rohaniwan.

Sejumlah modus dekadensi nurani itu sangat standar dan sebenarnya mudah dideteksi. Mudah dideteksi, tetapi tidak pernah dilakukan, meski beragam asas legal dan kekuatan politik dimiliki pemerintah dengan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II-nya. Pertanyaannya, kenapa kekuatan paripurna itu mandul dan kehilangan kekuatan, bahkan acap kali kontroversi yang tampak dalam KIB II ketika krisis komoditas pangan meradang, apa pun komoditasnya.

Spiritualisasi pembangunan, struktur penyelenggara negara, segala kebijakan dan dokumen legal rasanya merupakan kebutuhan mendesak. UU PPP dan UU No 18/2012 tidak pula akan ada manfaatnya ketika penerapannya tidak disertai penguatan spiritual.


Hakikatnya, krisis pangan nasional bukanlah akibat ketertinggalan teknologi. Bukan keterbatasan sumber daya alam dan tidak pula krisis legalitas, melainkan krisis spiritual. Yang menggejala adalah krisis nurani di balik segala kekuatan dalam pengendalian dekadensi nurani bisnis yang membunuh petani sebagai produsen domestik, melalui impor dan rentenya. Tanpa kebangkitan kekuatan nurani, rasanya perjalanan sistem pangan nasional akan makin mundur,  hopeless... na’uzu billah....

http://budisansblog.blogspot.com/2013/07/uu-pemberdayaan-petani-dan-sapi.html

Harga Pangan Melonjak, Petani Tetap Melarat

30 Juli 2013

IRONI PENGELOLAAN SEKTOR PANGAN 

 

Jakarta – Berkah dari lonjakan drastis harga produk-produk pangan belakangan ini seharusnya dinikmati oleh para petani dalam negeri. Namun ironisnya, kaum tani di Indonesia tetap melarat. Mereka hanya bisa melongo menyaksikan terkereknya harga pangan mulai dari produk hortikultura, palawija, makanan-minuman, hingga daging. Pengelolaan sektor pangan yang buruk disebut sebagai biang keladi dari kenyataan bahwa para petani tak kecipratan rezeki di tengah melambungnya harga komoditas pangan.

Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menjelaskan bahwa sebagian besar petani memang tidak menikmati dampak kenaikan harga beberapa jenis bahan pangan yang mereka hasilkan. Pasalnya, menurut dia, pemerintah masih mengandalkan bahan-bahan impor untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. "Karena pemerintah masih mengandalkan impor, maka para petani tidak mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga," ujarnya kepada Neraca, Senin (29/7).

Di mata Winarno, kenaikan harga memang lebih menguntungkan para pedagang. "Jumlah petani ada jutaan, lalu yang membeli (pedagang) hanya sedikit. Kemudian pedagang menjualkan langsung ke konsumen yang jumlahnya banyak, maka rantai bisnis ini selalu dinikmati oleh pedagang bukan petani. Karena posisi petani selalu lemah," katanya.

Bahkan, kata dia, pemerintah telah membuka pintu impor untuk 13 produk hortikultura dengan mengeluarkan surat persetujuan impor (SPI) untuk semester II-2013. "Tercatat sebanyak 260.064 ton produk hortikultura yang masuk ke Indonesia," papar Winarno.

Menurut dia, semestinya pemerintah segera menghentikan resep jangka pendek dengan melakukan impor. Ia juga mengatakan bahwa peran Pemerintah dalam perlindungan petani tidak dijalankan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak adanya kebijakan yang melindungi petani baik dari segi jaminan pasar dan harga.

Terkait hal ini, Bustanul Arifin, pakar pangan dan pertanian, mengungkapkan, dalam ekonomi pertanian, dikenal istilah elastisitas transmisi harga. Untuk hampir semua komoditas pertanian, elastisitas transmisi harga ini sangat rendah. Berkisar 0.1 dan 0.3. Maksimal adalah 0.5. Jadi, kalau harga di tingkat konsumen naik Rp 100, maka harga di tingkat produsen cuma naik Rp 10.

Mengapa elastisitas transmisi harga sampai rendah? Bustanul menjelaskan, hal itu berhubungan dengan struktur pasar dan sistem tataniaga komoditas pangan dan pertanian. Contoh sederhananya, kalau harga cabe naik sampai Rp 100.000 per kilogram, harga cabe di petani paling cuma Rp 20.000. "Melihat gap harga petani dan di pasaran yang jauh seperti itu memang spekulan/pedagang yang lebih banyak diuntungkan, dan itu ketidakadilan yang harus segera dibenahi," tambahnya.

Secara terpisah, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan hal yang aneh terjadi di Indonesia adalah petani tidak dapat menikmati keuntungan yang besar atas kenaikan harga pangan yang diproduksi oleh petani ini.

“Margin keuntungan petani dan pengusaha sangatlah besar, dimana keuntungan petani sangatlah kecil dibandingkan keuntungan yang diterima oleh pengusaha. Oleh karenanya, kenaikan harga barang pangan ini sangat menguntungkan pengusaha dan spekulan, kemudian hal ini menjadi suatu ketidakadilan yang terjadi dalam sektor pangan ini,” katanya.

Syarkawi menuturkan seharusnya kementerian terkait yaitu Kementerian Pertanian (Kementan) lebih mementingkan dan melindungi kepentingan petani. Dia pun mengingatkan pemerintah agar lebih mementingkan petani ketimbang kepentingan pengusaha dan spekulan.

“Banyaknya pelaku usaha dan spekulan yang melakukan penyimpangan dalam sektor pangan ini, seperti contohnya melakukan penimbunan barang pangan dan melakukan kejahatan kartel pangan,” ujarnya. agus/mohar/bari/munib

 

http://www.neraca.co.id/harian/article/31306/Harga.Pangan.Melonjak.Petani.Tetap.Melarat 

Manajemen pangan jelang Lebaran 2013 terburuk sepanjang sejarah

30 Juli 2013

Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengkritik keras manajemen stok pangan pemerintah pada momen jelang Lebaran tahun ini. Dia menilai pengelolaan pangan jelang Lebaran tahun ini kacau balau. Hal itulah yang menjadi penyebab harga pangan pokok melonjak, mulai dari daging sapi hingga cabe.

Dia mencontohkan kebijakan impor daging yang dijalankan Badan Urusan Logistik ataupun Kementerian Perdagangan. Tidak ada alasan pasokan kurang karena alasan bertambahnya kelas menengah. Sebab, pemerintah sudah punya data kelas menengah yang selalu meningkat setiap tahun.

Pada masa Orde Baru, pemerintah tidak pernah memasok realisasi impor hanya dua pekan sebelum Lebaran.

"Jadi sebetulnya semua bisa direncanakan jauh-jauh hari. Bukan diputuskan impor 2 minggu setelah puasa, itu enggak ada di dunia pengelolaan ekonomi seperti ini, terburuk sepanjang sejarah," ujarnya dalam diskusi bersama KPPU di Jakarta, Selasa (30/7).

Dia malah curiga, buruknya manajemen pangan semakin kronis akibat ditunggangi pengusaha yang mencari keuntungan. Faisal mendapat data bahwa Bulog membeli 3.000 ton daging beku menggunakan dana pinjaman pada pengusaha.

"Emang Bulog punya uang, yang bisa keluarkan duit segera itu bandar, trader," tandasnya.

Sependapat dengannya, pengamat pertanian Bustanul Arifin menuturkan, pemerintah abai dengan persoalan stok pangan. Dia yakin, faktor cuaca buruk, distribusi tersendat ataupun kenaikan permintaan di pasar untuk komoditas daging, cabe, ataupun daging ayam bisa dipantau sejak tahun lalu.

"Sudah tahu kenapa tidak melakukan apa-apa. Kemungkinan ada hambatan di birokrasi soal pengambilan keputusan bidang pasokan," cetusnya.

Dia mengusulkan penjaminan stok pangan dilakukan pemerintah pusat. Sejak reformasi, kekuatan pasar dalam menentukan harga pangan lebih besar dari negara.

"Pemerintah itu harus punya wibawa, agar pedagang dan spekulan tidak gegabah mempermainkan stok," kata Bustanul.

Dari data BPS terbaru, selama bulan puasa ini, seluruh harga 19 komoditas pangan, kecuali kedelai dan terigu, naik. Beras naik 1,1 persen pekan lalu, daging ayam naik 19,5 persen, daging sapi melonjak 3,32 persen, cabe meningkat paling tinggi, hingga 63 persen.

[noe]

http://www.merdeka.com/uang/manajemen-pangan-jelang-lebaran-2013-terburuk-sepanjang-sejarah.html

Selasa, 30 Juli 2013

Bulog Belum Dapat Izin Impor Kedelai

30 Juli 2013

TEMPO.CO, Jakarta-Direktur Perencanaan dan Pengembangan Usaha Bulog Rito Angky Pratomo menyatakan belum menerima surat ijin impor kedelai dari Kementerian Perdagangan. Untuk itu, kata Angky, Bulog belum bisa menstabilkan harga kedelai yang tengah naik.

"Ijinnya belum ada," kata Angky di kantornya Selasa 30 Juli 2013. Padahal, kata dia, harga kedelai kini sudah hampir menyentuh angka Rp 8.000 perkilogram. "Paling tidak 2 bulan lagi impor harus sudah masuk," ujar dia.

Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Indonesia Aip Syarifudin menyatakan saat ini harga kedelai di tingkat pengrajin mencapai angka Rp 7.650 - Rp 8.000 perkilogram. "Perubahan harga itu cukup terasa."

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26 Tahun 2013 yang ditandatangani pada 13 Juni 2013 lalu sebenarnya telah menetapkan bahwa harga jual kedelai ke perajin maksimal Rp 7.450 per kilogram. Mekanisme penetapan harga tersebut diharapkan bisa berjalan dengan Perum Bulog berperan sebagai distributor yang menjembatani petani kedelai dan perajin tahu-tempe.

Soal penunjukan Bulog sebagai pengaman harga dan penyalur kedelai ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2013 yang ditandatangani oleh Presiden pada 8 Mei 2013. Dalam beleid tersebut, Bulog bahkan dimungkinkan untuk melakukan impor kedelai bila diperlukan.

Menurut Angky, Bulog mendapat penugasan tersebut melalui Kemendag. Dia menyatakan akan segera mengundang pihak importir untuk membahas mengenai impor kedelai ini. "Nanti kita kirim surat ke Kemendag agar segera ditugasi," dia menjelaskan.

NINIS CHAIRUNNISA

http://www.tempo.co/read/news/2013/07/30/090501047/Bulog-Belum-Dapat-Izin-Impor-Kedelai

Mentan: Daging Bulog Ada Nomor Kontrol Veteriner

30 Juli 2013

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian (Mentan), Suswono, mengatakan daging sapi asal Australia yang diimpor Badan Urusan Logistik memiliki nomor kontrol veteriner (sertifikat) untuk menjamin bahwa sapi berasal dari tempat yang menerapkan sistem budi daya baik dan sehat.

"Daging Bulog memiliki nomor kontrol veteriner (NKV) untuk menjamin bahwa sapi berasal dari tempat yang menerapkan sistem budi daya sapi yang baik dan sehat. Daging juga dipersyaratkan berasal dari perusahaan yang telah diverifikasi dan diberikan izin oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan," katanya di Jakarta, Selasa (30/7).

Pernyataan Suswono tersebut menyikapi isu halal daging impor Bulog serta dugaan daging yang didatangkan dari Australia itu mengandung hormon penggemukan, yang dapat memicu kanker. Suswono mengatakan bahwa daging tersebut berasal dari rumah potong hewan yang dalam pemotongannya diawasi oleh pemotong yang telah memiliki sertifikat pemotongan halal.

"Hal ini dibuktikan dengan sertifikat halal yang telah diakreditasi oleh MUI. Pada saat pemasukan, daging tersebut juga disertai 'health certificate' yang diterbitkan oleh pihak karantina Australia," ujar dia. Selanjutnya kata dia, di pintu pemasukan, baik di Bandara Soekarno Hatta (jalur udara) maupun Pelabuhan Tanjung Priok (jalur laut), petugas karantina memeriksa kelengkapan dokumen-dokumen dan pemeriksaan organoleptik terhadap daging.

"Pemeriksaan organoleptik meliputi pemeriksaan terhadap warna, tekstur, bau, PH dan mengambil sampel untuk diuji laboratorium terhadap beberapa cemaran atau residu yang telah diatur, antara lain cemaran bakteri, pestisida, dan residu vaksin," katanya.

Suswono mengungkapkan bahwa residu hormon dalam daging (trenbolon), saat ini memang belum diatur oleh pemerintah dan belum ada SNI-nya. Namun demikian, Badan Karantina Pertanian senantiasa melakukan pemantauan terhadap residu hormon tersebut. Dari laporan hasil monitoring 2011-2013 dengan jumlah sampel lebih dari 380 sampel, penemuan residu trenbolon di atas ambang batas standar CODEX (2.2 ppb), baru sekali terjadi pada tahun 2012.

"Sementara terkait dengan pemeriksaan dokumen dan fisik daging tersebut, dinyatakan bahwa daging tersebut aman dikonsumsi masyarakat dan dijamin kehalalannya. Badan Karantina Pertanian telah melakukan cek sertifikat halal tersebut ke LPOM dan dinyatakan telah diakreditasi dan diakui oleh Komisi Fatwa MUI," kata dia.

Redaktur : Dewi Mardiani   
Sumber : Antara

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/07/30/mqqbmc-mentan-daging-bulog-ada-nomor-kontrol-veteriner

Tudingan Daging Impor Jelek Terkait Persaingan Usaha

29 Juli 2013

JAKARTA (Pos Kota)-Perum Bulog menjamin daging impor yang dijual kepada masyarakat memiliki kualitas terbaik. Harga murah yang ditawarkan bukan berarti berkualitas jelek.

“Daging impor yang kami jual ke masyarakat dijamin sehat dan halal. Bahkan kualitasnya setara dengan daging steak yang digunakan restoran besar atau hotel berbintang,” kata Direktur Perencanaan Pengembangan Usaha (PPU) Perum Bulog, Rito Angky, kemarin.

Menurut dia, pihaknya mengimpor daging sapi dari Australia lantaran negara ini telah dinyatakan aman dari penyakit. Selain itu halal dikonsumsi karena dipotong oleh kaum muslim di negara tersebut.

Angky mengaku heran jika dalam beberapa hari belakangan sangat gencar tudingan negatif terhadap daging impor yang dijual Bulog. Pasalnya, selama ini daging impor sudah banyak digunakan oleh restoran besar dan hotel berbintang tanpa ada keluhan apapun.“Kalau memang daging impor kualitasnya jelek atau tidak sehat seharusnya restoran serta hotel berbintang sejak lama sudah meninggalkannya,”kata Angky.

Angky menduga adanya tudingan negatif terhadap daging impor yang dijual Bulog tak lebih pada persaingan usaha. Ada pihak yang merasa tidak nyaman dengan hadirnya daging murah yang dijual Bulog karena keuntungan mereka jadi berkurang akibat harga daging yang mulai menurun. “Biasanya kan menjelang Lebaran harga daging naik ‘gila-gilaan’ kok ini malah turun. Tentu ada yang kurang suka.” (faisal)

http://www.poskotanews.com/2013/07/29/tudingan-daging-impor-jelek-terkait-persaingan-usaha/

Bulog Mart Diharapkan Percepat Penyaluran Daging Impor ke Konsumen

29 Juli 2013

Metrotvnews.com, Jakarta: Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Sutarto Alimoeso membantah pihaknya tidak akur dengan pedagang daging sapi. Apalagi setelah distribusi daging sapi impor dilakukan dengan cara membuka Bulog Mart.

Seperti yang diketahui, daging sapi impor bisa juga dibeli dengan cara meminta Bulog untuk melakukan operasi pasar di wilayahnya. Caranya, masyarakat dapat menghubungi Bulog Mart di nomor telepon 0812-9590-4949.

Sutarto pun mengatakan salah satu tujuan diadakannya Bulog Mart justru untuk mempercepat penyaluran daging sapi impor ke konsumen. Di satu sisi, Bulog Mart juga dimaksudkan sebagai media sosialisasi bahwa daging sapi yang diimpor dijamin higienis dan halal dikonsumsi.

"Selain itu kami juga bisa mengontrol harga daging sapi di pasar. Jangan sampai ada harga yang masih di atas Rp85 ribu," ujar Sutarto ketika dihubungi Metrotvnews.com, Senin (29/7).

Sementara untuk jumlahnya, Sutarto menambahkan bahwa hingga akhir Juli ini, pihaknya sudah mendatangkan sekitar 500 ton daging sapi dari Australia. Setidaknya akan ada lagi 500 ton tambahan daging sapi hingga 2 Agustus besok.

Jenisnya sendiri terdiri atas daging tanpa tulang dan daging variasi. Sekitar 1.000 ton dua jenis daging tersebut nantinya akan tiba di Indonesia melalui jalur udara dan laut.

Sutarto lebih lanjut berharap jika diangkut lewar jalur laut, harga bisa lebih murah dan diperkirakan mampu mencapai harga di bawah Rp85 ribu.


Laporan: Budi Ernanto
Editor: Afwan Albasit

http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/07/29/2/171714/Bulog-Mart-Diharapkan-Percepat-Penyaluran-Daging-Impor-ke-Konsumen

Hatta Rajasa Tegaskan Daging Bulog Aman Dikonsumsi

29 Juli 2013

JAKARTA, suaramerdeka.com - Menko Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan daging sapi yang diimpor Perum Bulog dari Australia halal dan aman dikonsumsi. Pernyataan tersebut membantah dugaan daging yang diimpor untuk menambah stok di dalam negeri itu tidak aman dikonsumsi.

"Sudah diberi penjelasan detil oleh Menteri Pertanian dan sudah dilaporkan kepada presiden bahwa yang diimpor oleh Bulog itu aman sesuai dengan ketentuan halal dan bersertifikat," tandas Hatta di kantornya, Jakarta, Senin (29/7).

Menurutnya, daging impor beku tersebut telah memenuhi persyaratan baik dari Kementerian Pertanian maupun Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kemudian proses kedatangan daging sudah memenuhi prosedur Balai Karantina Pertanian.

"Juga memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan majelis ulama dan Menteri Pertanian. Daging juga harus melewati prosedur Karantina Soekarno Hatta dan Tanjung Priok. Semua aman," tandasnya.

Seperti diketahui, beberapa minggu ini, Bulog rutin mendatangkan daging sapi Bulog asal Australia secara bertahap hingga 3.000 ton. Impor daging ini pertama kalinya dilakukan oleh Bulog  yang ditugasi pemerintah untuk menstabilkan tingginya harga daging sapi.

Sebelumnya, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai sapi yang di impor dari Australia dinilai kurang sehat karena adanya penggunaan hormon untuk sistem penggemukan sapi. Selain itu, pemerintah juga tidak memberikan jaminan apakah daging impor tersebut bebas dari masalah kimiawi.

( Kartika Runiasari / CN38 / SMNetwork )

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/07/29/166402/Hatta-Rajasa-Tegaskan-Daging-Bulog-Aman-Dikonsumsi

Peneliti : penunjukan Bulog untuk impor daging tidak tepat

29 Juli 2013

Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Teguh Dartanto menilai keputusan pemerintah menunjuk Badan Urusan Logistik melakukan impor daging guna memenuhi stok jangka pendek tidak tepat.

"Pertanyaan saya kenapa harus Bulog yang ditugaskan impor daging. Memang maksudnya ingin memberdayakan perusahaan negara, tapi untuk memenuhi stok jangka pendek itu tidak tepat, karena Bulog kurang berpengalaman untuk impor daging," kata Teguh kepada Antara sesuai menjadi pembicara dalam diskusi terkait bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) di Jakarta, Senin.

Dia mengatakan semestinya untuk keadaan darurat atau pemenuhan stok daging jangka pendek pemerintah tetap menunjuk pengusaha atau importir berpengalaman.

Menurut dia, importir berpengalaman akan lebih cepat mendatangkan dan mengurus masuknya daging impor, dibandingkan Bulog.

Selain itu importir berpengalaman juga memiliki gudang atau penyimpanan daging beku dan fasilitas lain yang tidak dimiliki Bulog.

"Berbeda halnya jika pemenuhan stok untuk jangka panjang. Kalau untuk jangka panjang saya mendukung Bulog yang mengimpor, tapi untuk jangka pendek dan darurat ingin menekan harga, seharusnya ditunjuk yang berpengalaman," ujar dia.


Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Aditia Maruli

http://www.antaranews.com/berita/388066/peneliti--penunjukan-bulog-untuk-impor-daging-tidak-tepat

Senin, 29 Juli 2013

1.478 sapi impor tiba esok di Jakarta

29 Juli 2013

Jakarta (ANTARA News) - Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian mengungkapkan, sebanyak 1.478 sapi siap potong asal Australia diperkirakan tiba di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Selasa besok.

"Pada tahap pertama telah diberangkatkan pada 25 Juli 2013 dari Australia sebanyak 1.478 ekor dan direncanakan tiba di Pelabuhan Tanjung Priok 30 Juli besuk," kata Kepala Badan Karantina Pertanian Banun Harpini, di Jakarta, Senin.

Menurut dia, pada awalnya untuk tahap pertama akan didatangkan sebanyak 1.600 ekor sapi siap potong, namun setelah dilakukan pemeriksaan terdapat beberapa ekor yang tidak memenuhi persyaratan.

Sapi-sapi yang akan diekspor ke Indonesia tersebut, tambahnya, memiliki bobot hidup sekitar 400--600 kg per ekor sehingga benar-benar siap potong untuk selanjutnya didistribusikan dagingnya.

Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengeluarkan keputusan No. 699/2013 tentang impor sapi siap potong asal Australia.

Kementerian Perdagangan telah memberikan alokasi awal 6.500 ekor sapi siap potong yang akan datang melalui Pelabuhan Tanjung Priok hingga H+5 Lebaran yang nantinya, proses kedatangannya terbagi menjadi empat gelombang.

Banun menyatakan, sebelum sapi-sapi potong tersebut didatangkan ke Indonesia pihaknya telah mengirimkan dokter hewan ke Australia untuk melakukan pemeriksaan terhadap ternak tersebut atau "preshipment survaillance".

"Pemeriksaan ini untuk memastikan bahwa sapi-sapi tersebut tidak mendapatkan suntikan vaksin atau hormon dari sejak awal," katanya.

Selain itu, lanjutnya, dokter hewan yang dikirim dari Indonesia tersebut akan memantau kesehatan ternak selama dalam kapal sehingga mereka juga mengikuti perjalanan dari negara asal hingga ke pelabuhan tujuan.

"Begitu sampai di Tanjung Priok nantinya sapi-sapi ini bisa langsung ke RPH (Rumah Pemotongan Hewan) namun tetap terus diawasi," katanya.

Melalui upaya tersebut pemerintah mengharapkan agar harga daging yang saat ini mencapai Rp100.000 dapat ditekan ke tingkat Rp76.000/kg.


Pewarta: Subagyo
Editor: Ella Syafputri

http://www.antaranews.com/berita/387988/1478-sapi-impor-tiba-esok-di-jakarta

Daging Sapi Impor Kurang Peminat

29 Juli 2013

BANJAR, (PRLM).- Daging sapi impor yang bakal masuk ke Indonesia diharapkan dapat menurunkan harga jual hasil komoditi peternakan tersebut di pasaran. Hanya saja hal itu tampaknya hanya berlaku di kota besar, sebab konsumen di daerah masih memilih daging sapi lokal.

Setidaknya hal itu terjadi di wilayah Kota Banjar. Di kota yang berada paling ujung timur Provinsi Jawa Barat, beberapa waktu lalu daging sapi impor pernah beredar di wilayah tersebut. Akan tetapi saat ini tidak ada lagi.

"Meskipun harganya lebih murah dibandingkan sapi lokal, daging sapi impor kurang mendapat sambutan positfi dari konsumen," ungkap Ketua Asosiasi Pedagang Daging Sapi Indonesia (Apdasi) Kota Banjar Asep Nugraha, Senin (29/7/2013).

Dia mengungkapkan keberadaan daging sapi impor untuk menekan harga daging sapi tidak terlampau mahal. Namun, konsumen masih lebih memilih daging sapi lokal, meskipun harganya sedikit lebih mahal dibandingkan dengan harga daging sapi impor.

"Beberapa waktu lalu memang ada (daging sapi impor), tetapi saat ini saya tidak lagi melihat daging tersebut di pasaran maupun toko. Konsumen tetap memilih daging sapi lokal," tuturnya. (A-101/A_88)***

http://www.pikiran-rakyat.com/node/244673

Raskin Bau Apek, Warga Cuma Gigit Jari

29 Juli 2013
Brebes, MDTV: Sepertinya wacana pemerintah untuk mensejahterakan warga miskin hanya isapan jempol belaka. Seperti fakta yang sering terjadi, salah satunya urusan peyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin) tidak memenuhi standar layak makan.

Penyaluran raskin yang sedianya bisa dijangkau harga belinya oleh masyarakat miskin di daerah, kualitasnya sangat tidak memenuhi standar untuk dimakan. Seperti yang kembali terjadi di desa Dukuh Putih, kecamatan Salem, Brebes. Beras yang dibagikan sudah berwarna kuning dan berbau apek.

Alhasil, warga desa yang sudah merasa senang lantaran bisa makan dengan beras tersebut harus gigit jari. Mereka membuang beras tersebut dan berusaha membeli beras dari warung yang harganya jauh lebih mahal. Meskipun mereka hanya bisa beli sebanyak satu liter saja.
Hal itu dikeluhkan Fitri (33) warga Dukuh Ciputih mengeluhkan kualitas beras yang mulai didistribusikan ke wilayahnya Sabtu (27/7). "Warnanya kuning, kotor, banyak menir dan sudah bau apek," ungkapnya, Minggu (28/7).

Momen pembagian raskin yang mendekati lebaran, diharapkan warga bisa membantu kebutuhan warga miskin di desa tersebut. "Tapi sayangnya, menjelang Lebaran ini beras yang dibagikan kualitasnya jelek sekali," ungkapnya.

Kepala Desa Ciputih Slamet Becho saat dikonfirmasi tidak memungkiri jika beras raskin yang dialokasikan untuk desanya kali ini dalam kondisi jelek. Namun demikian, pihaknya tidak bisa berbuat banyak, karena masalah beras raskin di luar kapasitasnya.
"Mengenai kualitas beras raskin untuk bulan ini memang benar kondisinya seperti itu. Tapi desa sendiri hanya bertugas untuk mendistribusikan saja," jelas Becho.

Ia berharap, dalam penyaluran Raskin kedepan, pihak Bulog bisa terlebih dahulu mengecek kualitas raskin yang akan didistribusikan kepada Rumah Tangga Sasaran (RTS), karena Raskin layak konsumsi adalah hak Keluarga Miskin (Gakin).

"Kita akan perketat lagi pengecekan kualitas Raskin. Selama ini kesulitan kami adalah, saat memeriksa satu karung beras dengan yang lainnya, ada yang jelek dan ada yang bagus. Sehingga saat kita kontrol, boleh jadi kedapatan yang bagus," pungkas Becho.

Daging Impor Bulog Dihantam Isu Tak Halal dan Mengandung Hormon

29/07/2013

Jakarta - Perum Bulog mendapatkan tugas dari pemerintah untuk mengimpor 3.000 ton daging sapi untuk menurunkan harga di pasar. Namun rencana penurunan harga daging lewat impor malah diterpa isu tak sedap.

Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengungkapkan, saat ini muncul isu-isu negatif bahwa daging yang diimpor Bulog tidak halal dan mengandung residu horman yang melebihi ambang batas.

"Awalnya hiruk pikuk masalah daging bagaimana kita fokus agar harga daging turun, ambang batasnya harus di bawah Rp 100.000 per kilogram," ujar Rusman di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (29/7/2013).

Saat ini tujuan pemerintah menurunkan harga daging melalui operasi pasar daging Bulog, ternyata dihadang dengan isu-isu tidak halal dan mengandung residu hormon.

"Sekarang muncul isu kalau daging Bulog banyak mengandung hormon yang dapat menyebabkan kanker dan penyakit lainnya, isunya terlalu serem," ungkap Rusman.

Rusman menegaskan, isu-isu tersebut tidak benar. Karena daging yang diimpor oleh Bulog sama dengan daging-daging yang diimpor perusahaan swasta selama ini. 

"Daging dari Bulog ini sama yang kita konsumsi yang diimpor dari pihak swasta selama bertahun-tahun, aturannya sama, pengawasannya sama, asal dagingnya sama (Australia), daging beku, dan dijamin kehalalnya," tegas Rusman.

"Pemerintah menjamin daging yang diimpor oleh Bulog dan dijual di pasar tradisional dan rumah-rumah kualitasnya sama dengan daging yang diimpor untuk hotel dan restoran, dan halal," ujar Rusman.


http://finance.detik.com/read/2013/07/29/110850/2317095/4/daging-impor-bulog-dihantam-isu-tak-halal-dan-mengandung-hormon

Keanehan di Balik Impor Daging Sapi Australia oleh Bulog

29 July 2013

 Bulog telah mengimpor daging sapi dari Australia sebanyak 1098,8 ton. Impor ini konon digunakan untuk meredam kenaikan harga kebutuhan pokok yang terjadi di pasar setelah kenaikan BBM hingga selama puasa-lebaran. Tetapi di balik impor oleh Bulog ini, sejumlah keanehan yang menabrak regulasi terjadi. Diantaranya adalah:

1. Mengapa yang menjadi prioritas distabilkan/diturunkan harganya adalah daging sapi? Sementara harga yang melonjak adalah cabe, bawang, beras dan kebutuhan lainnya? Hingga saat ini, harga bawang di beberapa daerah masih mencapai Rp 74.000.

Di dalam UU Pangan 2012, pemerintah diharuskan memberikan prioritas 4 bahan pokok yang seharusnya bisa distabilkan harganya demi kepentingan konsumen-petani. Tetapi hingga hari ini, 4 jenis kebutuhan pokok itu belum di tetapkan. Bisa saja itu beras, minyak goreng, bawang+cabe, dan telur/ikan (kebutuhan protein).

Dan jika telah ditetapkan, maka seharusnya ada lembaga yang berfungsi sebagai manajemen stock, untuk mengatur kapasitas produksi dalam negeri, menyerap kelebihan produksi, melepasnya saat dibutuhkan. Tidak seperti yang diungkapkan Wamentan, ketika panen tiba, 40% hasil panen terbuang sia-sia, membusuk, karena tidak terserap pasar.

Barulah ketika kapasitas produksi dalam negeri benar-benar tidak memadai, impor bisa dilakukan. Itupun impor dengan jangka waktu amat terbatas.

Bisa saja lembaga untuk manajemen stock itu Bulog, tetapi seharusnya keanggotaanya benar-benar profesional dan disumpah bekerja untuk kepentingan rakyat Indonesia. Bukan kepentingan partai atau elit tertentu.

2. Keanehan kedua, menyangkut otoritas kompeten yang menyatakan kualitas keamanan daging sapi yang diimpor.

Ketika isu hormon daging sapi Australia merebak, anehnya, yang menyuarakan bahwa daging ini aman, tetapi dengan catatan harus ada penelitian berikutnya, adalah pak Bayu Krishnamurti, wakil Menteri Perdagangan, Gita Wiryawan. Ada apa ini? Yang menjadi otoritas kompeten pengawasan keamanan mutu pangan segar (termasuk daging sapi) berdasarkan UU Pangan dan PP Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, adalah Kementrian Pertanian, Suswono.

Mengapa yang bersuara adalah Kemendag? Ini bukan otoritasnya. Dan seharusnyalah kementrian pertanian memiliki mekanisme keamanan pangan di pintu masuk impor. Tetapi hingga sekarang Indonesia belum memiliki mekanisme ini. Jadi bagaimana pak Bayu bisa menyatakan ini ‘aman’?

3. Keanehan ketiga, di negara lain, sebelum memutuskan impor, yang ditindak tegas adalah kartel & mafia penimbunan barang. Ketua Asosiasi Pedagang Pasar saja mengakui adanya praktik ini. Di Indonesia tidak ada investigasi dan penegakan hukum bagi para penimbun barang. Apakah ada kongkalikong atau pembiaran, sehingga ada ‘pembenaran’ untuk impor?

Gurihnya Keuntungan Impor Daging Sapi

Salah satu isu lainnya menerpa daging sapi impor ini adalah bahwa kualitasnya yang amat jelek. Ketua Asosiasi Pedagang Daging, Asnawi mengungkapkan bahwa daging yang diimpor adalah daging dari sapi yang amat tua, sudah saatnya dimusnahkan. Di Australia sendiri, daging sapi jenis ini amat murah, seharga Rp 10.000 saja, dan biasanya digunakan untuk makanan hewan peliharaan.

Daging sapi itu masuk ke Indonesia dalam kondisi daging beku. Antara daging beku dengan daging segar tentu saja kualitasnya beda. Jadi kalau daging lokal segar seharga Rp 90 ribu - Rp 100 ribu, maka daging beku impor ’sampah’ ini dipatok harganya Rp 85 ribu.

Nah, jadi jika ribuan ton impor dengan margin yang sangat tinggi, siapa yang diuntungkan dari impor sapi ini? Apakah akan ada investigasi jilid dua terkait impor daging sapi ini?

Ya sudah, Salam Kompasiana!


http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2013/07/29/keanehan-di-balik-impor-daging-sapi-australia-oleh-bulog-577488.html

Jumat, 26 Juli 2013

DPR Ragukan Daging Impor Aman di Konsumsi

26 Juli 2013

BANDUNG,(PRLM).- Anggota Panja RUU Nakeswan Fraksi PKS, Habib Nabiel Al-Musawa mempertanyakan kualitas dan kehalalan daging sapi impor dari Bulog. Hal itu berkaitan dengan cara pemotongan sapi yang harus Islami.

"Apakah proses pemotongannya sudah dilakukan secara Islami? Apakah kualitas dagingnya bagus sehingga aman dikonsumsi masyarakat," kata Habib dalam pernyataannya ke "PRLM", Jumat (26/7).

Keraguan itu muncul, kata Habib, bukan tanpa alasan. "Saya mendapat informasi daging yang di impor oleh Bulog disinyalir masih mengandung residu hormonkarsinogenik yang bisa mengakibatkan kanker dan kemandulan bagi yang mengkonsumsinya." ujarnya.

Menurut Habib, daging yang layak konsumsi tidak hanya halal tapi juga baik kualitasnya. "Hal ini sesuai dengan Pasal 1 UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Ketahanan dan keamanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan baik jumlah maupun mutunya, tidak merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat." ucapnya.

Daging sapi beku yang di impor dari Australia. Kata Habib, belum bebas dari penggunaan hormon dan aman serta layak untuk dikonsumsi. "Jika belum, berarti daging impor tersebut berbahaya untuk dikonsumsi oleh masyarakat dan tidak sesuai dengan Undang-Undang Pangan," kata Habib.(A-71/A-107)***

http://www.pikiran-rakyat.com/node/244322

LONJAKAN HARGA Benahi Distribusi dan Stok Pangan

26 Juli 2013

JAKARTA (Suara Karya): Distribusi barang kebutuhan pokok harus dibenahi untuk menekan lonjakan harga. Pemerintah harus bertindak cepat karena kenaikan harga bakal memicu inflasi.

    "Kenaikan harga menyebabkan kenaikan inflasi lebih dari dua persen pada Juli ini. Karena itu, dibutuhkan peran nyata pemerintah dalam menekan lonjakan harga," kata ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Pande Raja Silalahi kepada Suara Karya di Jakarta, Kamis (25/7).

    Selain itu, menurut dia, data pasokan barang ke pasaran juga sering tidak tepat waktu. Hal ini tentu tidak akan berpengaruh terhadap penurunan harga barang karena barang yang dikirim masih bisa disimpan dan harganya masih bisa dimainkan sesuka hati para pemain kartel di pasar domestik.

    "Di Indonesia yang sulit dilakukan praktik penimbunan hanya produk pertanian, seperti sayur-mayur, karena mudah busuk. Selebihnya, pelaku kartel bebas memainkan harga dan menimbun barang dagangannya. Pemerintah sering lepas tangan kalau terjadi lonjakan harga di pasaran," tuturnya.

    Pande juga menekankan agar pemerintah segera membenahi jalur distribusi guna kelancaran arus barang sehingga tidak terjadi kelangkaan. "Jalur distribusi dan infrastruktur jalan harus segera dibenahi. Ini akan berpengaruh besar terhadap kenaikan harga barang karena berhubungan dengan ketersediaan stok di pasaran," ujarnya.

    Di tempat terpisah, Bulog Divre Jawa Barat memasarkan daging sapi impor dari Australia pada pasar murah di kompleks Gedung Sate, Kota Bandung.

    "Daging sapi impor Bulog sudah masuk Bandung, sementara ini operasi pasar dilakukan di Pasar Murah di Gedung Sate, Bandung, selama dua hari ini," kata Kepala Bulog Divre Jabar Usep Karyana.

    Menurut dia, pada hari pertama operasi pasar daging berharga murah itu memang baru digelar di Gedung Sate, namun dalam beberapa hari ke depan akan dilakukan di pasar-pasar tradisional, bekerja sama dengan Asosiasi Pedagang Daging Sapi Indonesia (Apdasi) Jabar.

    Meski sifatnya operasi pasar, namun daging sapi impor kurang mendapat respons dari pengunjung yang lebih memilih membeli sayur-mayur dan telur serta pakaian. Pembelinya baru sebatas para PNS di lingkungan Kantor Gubernur Jabar di Setda Pemprov Jabar. Sedangkan masyarakat umum, pada hari pertama Pasar Ramadhan belum banyak mengetahui operasi daging sapi itu.

    Namun, Usep membantah apabila operasi pasar daging sapi yang digelar di samping Kantor Gubernur Jabar itu tidak tepat sasaran.

    "Bulog, kan, anggota Tim Pengendali Inflasi di Jabar, di mana Kepala Indag Jabar ketuanya. Kami diajak untuk melakukan sosialisasi daging impor ini kepada masyarakat sekalian operasi pasar," ujarnya.

    Daging sapi impor Bulog Jabar yang didatangkan langsung dari gudang penyimpanan di Jakarta dan diangkut dengan mobil khusus pengangkut daging segar itu dijual seharga Rp 70.000 hingga Rp 85.000 per kilogram sesuai dengan jenisnya.

    Tiga petugas Bulog Jabar berpakaian Bulog Mart menjadi ujung tombak distribusi daging beku yang disimpan dalam freezer. "Daging ini memang beku, disimpan di bawah 0 derajat. Namun, setelah di luar kembali menjadi daging yang siap olah," kata Usep.

    Terkaitan dengan pelaksanaan OP daging sapi impor itu, pihaknya akan bekerja sama dengan Apdasi untuk mendistribusikan kepada masyarakat konsumen daging.

    "Kami kerja sama dengan Apdasi dulu, hingga Kamis ini memang belum ada permintaan kuota daging sapi untuk didistribusikan. Dalam dua atau tiga hari ke depan, operasi pasar daging sapi di Bandung sudah bergulir di pasar," kata Usep.

    Sementara itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan 19 perusahaan terindikasi melakukan kartel perdagangan bawang putih periode November 2012-Februari 2013 yang menyebabkan harga komoditas itu melonjak.

    "Praktik kartel yang dilakukan 19 perusahaan itu melanggar Pasal 11, Pasal 19C, dan Pasal 24 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Komisioner KPPU Sukarmi usai memimpin sidang pemeriksaan pendahuluan terkait importasi bawang putih.

    Menurut dia, dalam pemeriksaan itu sebanyak 19 perusahaan importir bawang putih menjadi terlapor. KPPU juga menetapkan tiga terlapor lainnya, yaitu Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian, Dirjen Kementerian Perdagangan Luar Negeri, dan Menteri Perdagangan.

    Diketahui, bawang putih mengalami kenaikan harga yang signifikan dari rata-rata Rp 25.000-Rp 30 000 per kg sekitar November 2012, namun pada Maret 2013 terjadi kenaikan signifikan menjadi Rp 80.000-Rp 100. 000 Maret 2013.

    Selain menetapkan 19 perusahaan sebagai terlapor, KPPU juga memeriksa tiga pejabat pemerintah terkait yang diduga mengetahui terjadinya praktik pelanggaran UU Antimonopoli itu, yaitu Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian, Dirjen Kementerian Perdagangan Luar Negeri, dan Menteri Perdagangan.

    Dirjen Perdagangan Luar Negeri diduga melakukan persekongkolan dengan 14 perusahaan importir bawang putih untuk memperpanjang surat persetujuan impor (SPI), meski tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 30/M-DAG/PER/5/2012.

    Perpanjangan SPI dilakukan atas nama Menteri Perdagangan. Oleh karena itu, diduga Menteri Perdagangan menyetujui atau setidaknya mengetahui tindakan yang dilakukan Dirjen Perdagangan Luar Negeri.

    Berdasarkan hal itu pula, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan masuk menjadi salah satu pihak terlapor.

    Sedangkan persekongkolan perusahaan importir bawang putih dengan Badan Karantina Kementerian Pertanian dengan menerbitkan KT9 (istilah form memenuhi persyaratan) meskipun terdapat ketidaksesuaian terkait dengan dokumen. Rekomendasi impor produk hortikultura dan surat persetujuan impor yang diduga melanggar Pasal 23 Peraturan Menteri Pertanian No. 60/Permentan/OT.140/9/2012.

    Seharusnya Menteri Perdagangan menolak pelaku usaha pesaing dari pelaku usaha itu untuk mendapatkan perpanjangan SPI. Karena itu, KPPU patut menduga telah terjadi upaya untuk menghambat pesaing-pesaing dari pelaku usaha lainnya dimaksud agar berkurang volume bawang putih yang beredar di pasar dalam negeri. (Bayu/A Choir)

Pande Raja Silalahi, Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS)

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=331382 

Hibahkan Aset Hasil Korupsi, Kejagung Tuai Kecaman

26 Juli 2013

SOLO, suaramerdeka.com - Jaksa Agung yang menghibahkan Ndalem Joyokusuman hasil korupsi ke Pemkot Surakarta mendapat kecaman dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). LSM yang kerap menyoroti kasus korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) itu mendesak agar Jaksa Agung tidak gegabah menghibahkan rumah Ndalem Joyokusuman yang menjadi bagian atas keputusan Mahkamah Agung (MA) dalam kasus korupsi Bulog saat Widjanarko Puspoyo menjadi Kabulog kepada Pemkot Solo.

"Barang sitaan negara itu harus dilelang dan uang hasil lelang dimasukkan ke kas negara sebagai ganti kerugian atas kasus korupsi yang dilakukan terpidana mantan Kabulog Wijanarko Puspoyo," tegas Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Kamis (25/7).

Menurutnya, apabila Kejaksaan Agung gagal melaksanakan lelang, maka tidak serta merta dengan mudah menghibahkan kepada Pemkot Surakarta. Begitu pula, jika Pemkot Solo ingin memilikinya tentu harus mengikuti proses lelang. "Ini perintah MA. Untuk itu, kami terus mendesak Jaksa Agung agar mengikuti perintah MA," tandas Boyamin.

Lebih lanjut dia terus mengawal soal hibah ini agar simpul hukum berjalan dengan benar dan negara bersama aparat penegak hukum menjadi semakin dipercaya masyarakat dalam memberantas tindak korupsi untuk menyelamatkan uang negara. Berhubung ada pelanggaran prosedur hukum dalam proses pengembalian uang kerugian negara terkait kasus korupsi Bulog ini, MAKI mencoba untuk mengingatkan agar tidak jadi perkara di kemudian hari.

Boyaman menambahkan, meski Pemkot Surakarta memiliki etikad baik untuk melestarikan Ndalem Joyokusuman sebagai Benda Cagar Budaya (BCB), tetapi ada keraguan pasca penerimaan hibah Pemkot Surakarta apakah mampu untuk mengelola dan merawat rumah kuno yang sebelumnya milik Wijanarko hasil korupsi tersebut.

Informasi yang dihimpun Suara Merdeka, Pemkot Surakarta telah mengantongi surat resmi persetujuan hibah Ndalem Joyokusuman dari Kejaksaan Agung. Berdasar penjelasan Kabid Pelestarian Kawasan dan BCB Dinas Tata Ruang Kota, Mufti Raharjo, selain telah mengantongi surat resmi persetujuan hibah dari Kejagung, Pemkot Surakarta juga sudah menindaklanjuti dengan surat kepada Menteri Keuangan, untuk meminta proses administrasi penyerahan hibah.
( Sri Hartanto / CN38 / SMNetwork )

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/07/25/165943

Kamis, 25 Juli 2013

MASALAH KENAIKAN HARGA DAGING SAPI

24 Juli 2013


Apa pelajaran dari persepektif kebijakan yang bisa diambil dari penyelenggaraan Operasi Pasar Daging sapi yang dilakukan Bulog sejak tanggal 17 Juli yang lalu?

Dari berita media kita tahu Bulog ditolak masuk ke sejumlah pasar, alasan penolakan masuk Bulog memang relatif berbeda. Ada yang menolak karena mengatakan kualitas daging Bulog tidak baik dibanding daging yang selama ini mereka pasarkan. Daging beku Bulog tidak enak saat diolah menjadi masakan dan kandungan lemaknya lebih tinggi dibanding daging segar, kasus ini terjadi di Pasar Senen (TEMPO.CO 19 Juli 2013)

Lain lagi di Surabaya, penolakan masuknya daging sapi beku Bulog Di Pasar Wonokromo ditolak pedagang karena dianggap merugikan mereka. Daging operasi pasar dijual Rp 72 ribu, sedangkan pedagang menjual seharga Rp 95 ribu. Tentu kalau disuruh menjual murah, mereka bisa bangkrut.

Bahkan yang menarik bukan hanya pedagang bahkan regulator pun menolak masuknya daging sapi beku Bulog
. Fenomena ini bisa dilihat dari pernyataan dari Direktur Perusahaan Dagang Pakuan Kota Bogor kota Bogor yang mengatakan pemerintah Bogor melarang daging impor beku dijual di pasar tradisional agar tidak mengganggu harga dan pasokan daging lokal (Koran Tempo 19/7).

Ketika Bulog dilarang masuk ke dalam pasar untuk melakukan operasi pasar adalah indikasi yang kuat bahwa memang pasar daging sapi itu bersifat kartel. Ada kekuatan jaringan pasar yang berkoalisi sedemikian rupa yang menyebabkan pelaku ekonomi lain yang tidak sinkron dengan kepentingan ekonomi mereka tidak mungkin bisa masuk pasar.

Ibarat gunung es penolakan masuknya Bulog ke pasar-pasar tradisional adalah bagian yang tampak dari kekuatan-kekuatan pasar yang distortif yang tidak menghendaki masuknya pelaku pasar lain yang bisa merusak keuntungan ekonomi mereka. Adanya kekuatan distortif ini menyebabkan harga yang terjadi tidak mencerminkan kelangkaan barang yang alami tetapi kelangkan yang sengaja dibentuk oleh kekuatan pasar tersebut (Price maker).

Operasi pasar hanya bermanfaat menstabilkan pasar ketika kelangkaan barang yang terjadi karena faktor alamiah, suplai yang tidak mencukupi demand semata. Ketika ada penolakan terhadap masuknya barang baru ke pasar itu mengindikasikan pasar tidak dalam kondisi bersaing sehat tetapi didistosi oleh kekuatan tertentu di pasar tersebut (price maker).

Operasi pasar tidak akan bisa menurunkan harga pasar yang naik karena kekuatan price maker. Jadi Operasi pasar Bulog sebenarnya dari kacamata ekonomi bukanlah implementasi stabilisasi harga hanya sekedar bakti sosial di pasar. Menjual dengan harga murah untuk masyarakat selama stok Bulog masih ada. Ketika stok tersebut habis masyarakat akan membeli harga pasar yang terdistorsi kembali.

Mengatasi masalah kekuatan distortif pasar ini, baik ia berbentuk monopoli, oligopoli atau kartel tidak bisa di atasi dengan operasi pasar. Yang perlu dilakukan adalah law enforcement pemerintah untuk menghilangkan kekuatan ekonomi distortif tersebut. Karena kekuatan ekonomi yang sedemikian sudah terkategori dalam perilaku kriminal ekonomi.

Undang-undang no 5 tahun 1999 tentang Undang-undang anti monopoli telah mengamanahkan untuk menghilangkan semua bentuk kekuatan pasar yang distortif tersebut. Artinya kalau memang pemerintah ingin mengatasi masalah kenaikan harga daging sapi perlu di bedah habis terlebih dulu jaringan kekuatan pasar daging sapi dari hulu sampai hilir untuk menemukan sel kanker monopoli atau oligopoli kartelnya. Selanjutnya menghilangkan kekuatan distortif tersebut.

Untuk mengatasi masalah ini lembaga-lembaga pemerintah seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha, POLRI, kemendag, lembaga intelijen negara bahkan KPK perlu bersinergi untuk menghilangkan kekuatan pasar yang kriminal tersebut yang bukan saja merugikan konsumen tetapi juga merugikan peternak.

Selanjutnya, kalau memang swasembada daging sapi tetap ingin menjadi target pemerintah maka kita mesti pula menghadirkan BUMN logistik untuk daging yang berfungsi sebagai stabilitator harga dan penjagabuffer stock daging. Bisa diperankan oleh Bulog atau BUMN baru.

BUMN ini niscaya hadir karena karakter suplai sapi lokal tidak memungkinkan memenuhi permintaan daging sapi di tingkat konsumen. Benar, untuk swasembada hanya butuh 12,6 juta ekor padahal populasi sapi kita 14,8 juta ekor berdasarkan sensus ternak BPS 2011.

Tetapi permasalahannya adalah puluhan juta sapi yang terdata tersebut berada di kandang para peternak kecil yang lokasinya tersebar di seluruh pelosok negeri. Semua itu bukan merupakan ternak yang sewaktu-waktu bisa dipotong dalam kondisi darurat kelangkaan daging (ready stock). Para peternak kecil skala rumah tangga itu memelihara ternak untuk kepentingan berjaga-jaga dan tabungan, dijual ketika ada kepentingan mendesak. Padahal sumber dari peternak kecil harus memenuhi 86 persen kebutuhan daging sapi domestik. Sehingga ketika sumber ini tidak merupakan ready stock maka sangat rawan memicu kenaikan harga daging sapi yang tajam.

BUMN inilah yang menjemput dan membeli ternak sapi rakyat dan membelinya dengan harga subsidi pemerintah yang masih menguntungkan peternak, dan selanjutnya menyimpannya sebagai stok negara. Ketika harga daging sapi mahal stok negara inilah yang dilempar kepasar dengan harga yang lebih murah sehingga stabilisasi harga yang menguntungkan petani dan masih bisa diakses masyarakat bisa terjaga.


Oleh Andi Irawan
Peminat Telaah Ekonomi Politik Pangan

*Koran Suara Pembaruan (22/7/2013)

http://pkspadangsidimpuan.blogspot.com/2013/07/masalah-kenaikan-harga-daging-sapi.html

KPK Didesak Selidiki Divestasi Saham Bank Bukopin

24 Juli 2013

JAKARTA - Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menyelidiki dugaan permainan dalam devistasi saham Bank Bukopin kepada PT Bosowa Corporindo.

Koordinator Kamerad, Haris Pertama mencurigai adanya ketidakberesan dalam pelepasan saham Bank Bukopin. Kecurigaan itu didasari pada pengambilalihan 14 persen saham pengendali di Bank Bukopin (BBKP) dengan harga Rp 1.050 per saham atau lebih tinggi dibandingkan harga BBKP saat penutupan sebesar Rp 800 per saham pada 13 Juni 2013. 

"Kami secara tegas menolak disvestasi Bank Bukopin kepada PT Bosowa Corporindo, karena terindikasi terjadi teranskasi mencurigakan," kata Haris kepada wartawan di Jakarta, Rabu (25/7).

Seruan penolakan ini kata Haris akan terus dilakukan sampai ada penjelasan resmi baik dari pihak Bank Bukopin maupun PT Bosowa Corporindo. Rencananya, tata yang dimiliki Kamerad akan diserahkan ke KPK, Kamis (24/7). "Kami juga akan serahkan data-data ini ke KPK untuk yang ke dua kalinya sebagai bahan untuk mengusut kasus ini," katanya.

Bosowa membeli saham Bank Bukopin dari Koperasi Pegawai Bulog Seluruh Indonesia (Kopelindo) dan Yayasan Bina Sejahtera Warga Bulog (Yabinstra). Kopelindo semula menguasai 31,7 persen saham Bank Bukopin, sedangkan Yabinstra mengantongi 9,3 persen saham. Pemegang saham lainnya adalah Pemerintah sebesar 13%, Koperasi Perkayuan Apkindo 5 persen, dan publik 41 persen.

Sebelumnya, Kopelindo dan Yabinstra berniat melepas 2,79 miliar (35 persen) saham Bank Bukopin. Kopelindo dan Yabinstra menunjuk CIMB Securities sebagai penasihat divestasi.

Niat Kopelindo dan Yabinstra untuk melepas sahamnya di Bukopin tersebut sudah santer terdengar sejak dua tahun yang lalu. Sampai akhir 2012 lalu, pemerintah masih konsisten dengan keputusan menunjuk BRI sebagai calon pembeli satu-satunya yang berpeluang mengambilalih saham Kopelindo dan Yabinstra yang adalah merupakan  saham pengendali di Bank Bukopin.

Haris menjelaskan terjadinya transaksi saham antara Kopelindo dan Yabinstra dengan PT Bosowa Corporindo tentu cukup  mengejutkan karena berbeda sama sekali dengan keputusan pemerintah sebelumnya. Perubahan keputusan pemerintah tersebut terkesan dilakukan secara diam-diam sehingga menimbulkan pertanyaan besar.

"Kami mencurigai adanya deal-deal antara Direktur Bank Bukopin dengn pihak Bosowa. Karena transaksi ini dilakukan secara diam-diam, ada apa dan untuk siapa transaksi itu," tandasnya. (jpnn)

http://www.jpnn.com/read/2013/07/24/183454/KPK-Didesak-Selidiki-Divestasi-Saham-Bank-Bukopin-

Atasi Inflasi, Pemerintah Dianjurkan Buka Impor

24 Juli 2013

Jakarta - Pola konsumsi masyarakat Indonesia membuat inflasi terus meningkat. Salah satu solusi yang ditawarkan untuk menurunkan inflasi bahan pangan adalah dengan membuka keran impor dan swasembada pertanian.

"Untuk menekan terjadinya inflasi bahan pangan pokok untuk jangka pendek dengan dilakukannya relaksasi impor, dan untuk jangka panjang dapat dilakukan dengan swasembada pertanian (investasi, penyuluhan untuk pengetahuan, dan promosi sebagai langkah pemasaran)," ujar Denni P. Purbasari, Dosen FEB Universitas Gadjah Mada dalam diskusi publik GP Ansor di Jakarta pada Rabu (24/7).

Menurut Denni, dalih pembatasan impor yang dilakukan pemerintah malah akan menjadi "bumerang" untuk stabilitas perekonomian negara karena kelangkaan barang yang tidak mampu dipenuhi pasar sedangkan tingkat konsumsi masyarakat semakin tinggi apalagi menjelang lebaran tahun ini. Kurangnya iklim persaingan usaha menjadi faktor yang cukup berpengaruh meningkatnya inflasi harga pangan.

"Beberapa faktor utama yang mempengaruhi terjadinya inflasi adalah upah minimum, kebijakan kenaikan harga BBM, kebijakan pembatasan impor pangan dan holtikultura, serta swasembada sebagai solusi ketahanan pangan," ujar Denni.

Denni menambahkan, sentimen kebijakan anti-impor yang diusung pemerintah saat ini menjadi faktor kelangkaan pasokan komoditas pangan nasional. Pola konsumsi masyarakat khususnya perkotaan yang tidak mengenal istilah substitusi, misalkan beras diganti dengan jagung atau meredam penggunaan cabe dalam mengolah makanan menjadi alasan mengapa inflasi saat ini meningkat karena kelangkaan komoditas di pasar.

"Masalah rantai distribusi yang panjang juga menjadi masalah yang sampai saat ini belum mampu dipecahkan sehingga harga pangan dari petani ke konsumen mengalami kenaikan yang tinggi," ujar Ahmad Erani Yustika, Dosen dan Ekonom dari Universitas Brawijaya dalam diskusi tersebut.

"Mungkin dengan memotong jalur distribusi yang sangat panjang, oknum tengkulak dapat diredam perihal pengaruhnya dalam menentukan harga pasar komoditi, selain itu porsi impor negara harus meningkat sehingga dapat menekan inflasi," ujar Diffi A. Johansyah, Direktur Eksekutif Komunikasi Bank Indonesia dalam pertemuan yang digagas GP Ansor tersebut.

"Bulan Juli 2013 ini saja, Bank Indonesia memprediksi inflasi masih berada di angka 2,38 persen, karena itu saya melihat perlu adanya penataan ulang perekonomian secara komprehensif," tambah Diffi.

Penulis: Firman Fernando/FMB

http://www.beritasatu.com/ekonomi/127874-atasi-inflasi-pemerintah-dianjurkan-buka-impor.html

YLKI: Ada potensi daging impor Bulog picu kanker

24 Juli 2013

Pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) telah mengimpor daging sapi dari Australia. Selain 3.000 ton daging beku untuk operasi pasar jelang lebaran itu, Kementerian Perdagangan juga bersiap membuka keran impor sapi siap potong, lagi-lagi dari Negeri Kanguru.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritisi kebijakan impor itu. Sebab, sapi Australia disinyalir kurang sehat karena memakai hormon untuk penggemukan. Sementara sampai sekarang, pemerintah tidak memberi jaminan tegas bahwa daging impor itu bebas masalah kimiawi.

Konsumen perlu mewaspadai hal tersebut karena pemerintah tidak menginformasikan atau memberikan jaminan bahwa daging sapi dari Australia itu bebas hormon atau tidak, kata pengurus harian YLKI Tulus Abadi, melalui siaran pers, Rabu (24/7).

Menurutnya, hal tersebut perlu diwaspadai karena Australia merupakan salah satu negara yang masih melegalkan hormon untuk penggemukan sapi. Sedangkan di Indonesia, cara serupa sudah dilarang sejak 1988.

Hormon pada daging sapi, tambah Tulus, bersifat memicu kanker alias karsinogenik. Bahaya itu sudah terbukti di Amerika Serikat, di mana anak-anak di Negara Paman Sam tersebut banyak yang terkena kanker akibat mengonsumsi daging sapi mengandung hormon buatan.

Amerika Serikat juga masih melegalkan hormon untuk daging sapi, sedangkan negara-negara Eropa sudah melarangnya.

Hormon pada daging sapi memang bisa netral setelah disimpan dua bulan, dan tiga bulan untuk jeroannya. Tulus menuding proses impor Bulog dan Kemendag yang tergesa-gesa sebulan terakhir berpeluang besar mengabaikan faktor kesehatan itu.

"Nah, apakah daging sapi beku yang diimpor dari Australia sudah diendapkan selama minimal dua bulan? Jika belum, berarti daging sapi impor itu mengandung hormon, dan pemerintah melanggar aturannya sendiri," kata Tulus.

YLKI mengimbau agar konsumen tidak membeli daging impor tersebut jika belum ada informasi atau jaminan dari pemerintah bahwa daging sapi impor dari Australia bebas penggunaan hormon.

Bulog mendapat tugas dari pemerintah menjadi stabilisator harga pangan jelang Lebaran. Perusahaan pelat merah itu sejak awal Juli mendatangkan 3.000 ton daging beku dari Australia dan Selandia Baru.

Sejauh ini, baru 16 ton daging yang masuk ke Tanah Air melalui jalur udara. Total 800 ton yang akan diangkut menggunakan pesawat. Sisa 2.200 ton daging beku datang dengan laut, dijadwalkan tiba bertahap 21 Juli kemarin.

[ard]
http://www.merdeka.com/uang/ylki-ada-potensi-daging-impor-bulog-picu-kanker.html

Rabu, 24 Juli 2013

"Penolakan Asosiasi Pedagang Daging Terhadap Pasokan Daging Bulog" by @IbnuPurna

1. Koran RakyatMerdeka (24/7/13) memberitakan bahwa pedagang yg menolak jualan #DagingBulog msh terus bermunculan @_BUKANARTIS
ibnupurna 3 hours ago
2. Mrk yg menolak, a.l yg tergabung dlm Asosiasi Pedagang Daging Indonesia. Mrk meragukan kehalalannya #DagingBulog @jacksonpurba
ibnupurna 3 hours ago
3. Mrk mendengar daging itu masuk ke pengepul, dicampur dg daging dari mana2 dan dibawa ke Indonesia #DagingBulog @PutriGoyang
ibnupurna 3 hours ago
4. Tentu saja khabar tak jelas yg diterima Asosiasi Pedagang Daging tsb sgr dibantah Wamen Perdagangan @bayukr #DagingBulog
ibnupurna 3 hours ago
5. @bayukr menjamin daging sapi yg diimpor Bulog halal. Sebab, pemerintah Australia sadar isu ini sgt sensitif di Indonesia #DagingBulog
ibnupurna 3 hours ago
6. Dirjen Perdag. LN Bachrul C. menambahkan, impor daging hanya boleh diambil dr Rumah Potong Hewan yg punya sertifikat halal #DagingBulog
ibnupurna 3 hours ago
7. Indonesia, kata Bachrul, juga sdh scr ketat menerapkan akreditasi halal bagi produk impor #DagingBulog @BabaraviSirajBz
ibnupurna 3 hours ago
8. Dirut Bulog Sutarto Alimoeso juga memastikan bahwa daging yg diimpor dari Australia halal #DagingBulog
@WidyaRakaS
ibnupurna 3 hours ago
9. Krn daging yg diimpor ada "sertifikat halal" nya. Ini sdh perjanjian dgn pemerintah Australia, wajib halal #DagingBulog @TrioKadal2000
ibnupurna 3 hours ago
10. Kalau tdk ada "sertifikat halal", pasti daging impor asall Australia tsb akan ditolak oleh Ditjen Bea Cukai #DagingBulog @M4ngU5il
ibnupurna 3 hours ago
11. Selain itu, kata Sutarto, kualitas dagingnya setara "steak impor Australian" yg terkenal empuk dan enak #DagingBulog @econindonesia
ibnupurna 3 hours ago
12. Kalau pedagang daging menolak, @bayukr tdk mempersoalkan, krn #DagingBulog akan dijual ut memenuhi kebutuhan industri
ibnupurna 3 hours ago
13. Krn selama ini industri juga turun membeli ke pasar lokal membeli dlm jmlh besar, shg harga naik #DagingBulog @rmzulkipli
ibnupurna 3 hours ago
14. Kalau pedagang sdh membentuk kartel semacam ini, ya memang repot. Berbagai dalih dibuat, spy daging impor tdk bisa dijual #DagingBulog
Reply RT Favorite
ibnupurna 3 hours ago
15. Tp pemerintah tdk boleh kalah, krn tugasnya adlh menstabilkan harga daging sapi agar dpt dijangkau masy. luas #DagingBulog @fahiraidris

http://chirpstory.com/li/99325

Perusahaan China-Malaysia Bangun Sawah Rp 20 Triliun di Indonesia

22 Juli 2013

Liputan6.com, Kuala Lumpur : Kelompok agribisnis China-Malaysia tengah berupaya membangun lahan persawahan dan proyek pengolahan terpadu pada November mendatang di Indonesia. Dengan dana investasi US$ 2 miliar (Rp 20,3 triliun), perusahaan China ini berharap bisa memasuki pasar berkembang di tanah air sekaligus memenuhi pasokan beras domestik.

Seperti dilansir dari Malaysia Chronicle, Senin (22/7/2013), perusahaan perkebunan China Liaoning Wufeng Agricultural telah menandatangani nota kesepakatan kerja sama dengan Malaysian Amarak Group dan perusahaan lokal Indonesia, Tri Indah Mandiri.

Wufeng merupakan pemodal utama dalam rencana pengembangan dan pengolahan padi dan kedelai di Subang, Jawa Barat, Indonesia. Amarak diketahui berkontribusi sebesar 20% dari investasi awal di tanah air tersebut. Sebuah laporan menyatakan jumlah investasi tersebut bisa berkembang mencapai US$ 5 miliar (Rp 50,8 triliun).

CEO Wufeng, Ma Dian Cheng mengatakan perusahaannya akan segera mendirikan anak perusahaan lokal lain atas nama Wufeng di dalam negeri. Tujuannya adalah untuk mempermudah pengadaan beberapa fasilitas proses pengolahan beras terpadu dengan Amarak.

Ma mengatakan 80% dari produksi kelompok perusahaan tersebut akan memenuhi pasar Indonesia. Perusahaan tersebut diketahui akan memproduksi cuka dan minyak dari olahan padi.

Setelah ekstraksi minyak, sekam akan dibakar dan bisa menghasilkan listrik untuk keperluan penggilingan padi. Sementara hasi penggilingan padi dengan silika sendiri dapat digunakan untuk manufaktur ban.

"Dengan fasilitas pengolahan kami, tak ada satupun yang terbuang. Kami adalah perintis dari berbagai teknologi di China dan kami ingin berbagi manfaat teknologi tersebut pada Indonesia," jelas Ma.

Dia lebih lanjut menjelaskan, investasi di Indonesia dapat berkisar di harga US$ 1 miliar hingga US$ 2 miliar yang diperuntukan bagi berbagai penelitian teknis.

Tri Indah sendiri tengah bekerja sama dengan para petani lokal guna menyiapkan 50 ribu hektare (ha) lahan percobaan di Jawa Barat.

Ma mengatakan perusahaan akan berkolaborasi dengan sejumlah universtias lokal untuk mengembangkan teknologi pengolahan padi dan menghasilkan beras berkualitas tinggi.

Sementara Wufeng berencana mengimpor sebagian besar mesin pengolahannya dari China dan menggeser semua mesin lokal yang ada. Ma memastikan kualitas mesinnya lebih baik daripada yang ada di Indonesia.

Sejak didirikan pada 2000, Wufeng memiliki 24 lahan dan 2 ribu karyawan di provinsi Liaoning, China. Perusahaannya terus gencar melakukan perluasan bisnis ke Thailand, Vietnam, Kamboja dimana banyak padi ditanam untuk memasok kebutuhan beras di kawasan China daratan.

Proyek di Indonesia akan menjadi usaha patungan Wufeng yang pertama dan diharapkan dapat memenuhi pasar luar negeri. Direktur Amarak Saadiah Osman mengatakan, usaha patungannya tersebut akan menyediakan modal untuk menggarap lebih dari satu juta hektare lahan persawahan di Indonesia.

Ma mengatakan rencananya untuk tinggal di Indonesia dalam waktu lama mengingat investasi agrikultur membutuhkan kesabaran untuk memperoleh return.

"Kami akan tinggal di Indonesia, karena negara ini pun menyambut baik niat kami," ujar Ma. Dari penawaran saham perdananya pada publik di Shanghai atau Hong Kong tahun ini, dia berencana menambah investasinya sebesar US$ 1 miliar. (Sis/Shd)

Oleh Siska Amelie F. Deil

http://bisnis.liputan6.com/read/645663/perusahaan-china-malaysia-bangun-sawah-rp-20-triliun-di-indonesia

Selasa, 23 Juli 2013

Kran Impor Daging Bobol, Peternak Kian Sengsara

23 Juli 2013

PROGRAM SWASEMBADA TIDAK JELAS


 NERACA

Jakarta – Kalangan DPR, pengamat, produsen, hingga pedagang pasar kompak menyalahkan kebijakan pemerintah menghapus kuota impor daging yang sudah pasti bakal membuat importasi terhadap produk tersebut semakin deras dan liar. Selain kontraproduktif dengan upaya mencapai swasembada daging di 2014, bobolnya keran impor daging ini mereka yakini akan semakin menyengsarakan para peternak lantaran tak mampu bersaing melawan produk impor.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan pemerintah semestinya tidak seenaknya membuka keran impor daging sehingga barang pangan impor begitu merajalela di pasar komoditas. “Membuka kran impor daging merupakan solusi untuk menanggulangi pasokan daging di Indonesia tetapi tidak akan menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat, bahkan merugikan masyarakat dan peternak,” kata Firman kepada Neraca, Senin (22/7).

Dia menegaskan kebijakan pemerintah dalam membuka keran impor daging merupakan kebijakan instan untuk mengatasi permasalahan daging, padahal sebenarnya pemerintah tidak mempunyai perencanaan yang matang dalam atasi permasalahan tersebut. “Pemerintah itu tidak menyadari bahwa dengan membuka keran impor ini maka telah menyengsarakan rakyat dan merugikan pengusaha atau peternak lokal,” ujarnya.

Dia mencontohkan kebijakan pemerintah dalam membuka ekran barang impor ini sudah terjadi setiap tahunnya. Tahun lalu pemerintah membuka kran impor kedelai, dan tahun ini untuk impor daging, serta mungkin saja tahun depan akan membuka kran impor beras. Hal ini selalu dilakukan oleh pemerintah dan ketergantungan terhadap barang impor sangatlah tinggi dan tidak mementingkan produk komoditas pangan dalam negeri.

Senada dengan pendapat Firman, Sekjen Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPSI) Ngadiran, menilai, kebijakan pemerintah untuk membuka keran impor daging merupakan kebijakan banci. Alasannya, dengan membuka kran impor membuat Indonesia makin liberal dan lemahnya daya saing produk pertanian nasional.

Menurut dia, sapi lokal bisa memenuhi kebutuhan nasional, sehingga tidak perlu mengimpor, terlebih pemerintah mencanangkan swasembada pada 2014. "Diizinkannya impor, maka yang senang itu para pengusaha-pengusaha besar (importir), bukan para pedagang daging sapi. Dalam jangka pendek memang bisa menyelesaikan masalah, tetapi bagaimana dengan jangka panjang. Sampai kapanpun negara ini tidak bisa mencapai swasembada pangan,” sebutnya.

Adapun pengamat ekonomi Sri Adiningsih berpendapat pemerintah tidak menyiapkan kebijakan dengan baik lantaran kembali membuka keran impor daging. Padahal tahun lalu, kata Sri, Pemerintah baru saja membuat aturan untuk membatasi impor daging sapi karena ingin memberdayakan peternak dalam negeri.

"Kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah tidak disiapkan dengan baik. Seharusnya ketika ingin memperketat impor, maka pastikan dahulu pasokan daging aman dan distribusi lancar. Ketika semua sudah siap, maka baru bisa diterapkan," katanya.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) Joni Liano mengungkapkan bahwa telah menghitung kebutuhan daging nasional mencapai 549 ribu ton pertahun. Untuk impor mencapai 120 ribu ton dan sisanya dipasok dari daging lokal. Namun, kata dia, ada perbedaan pendapat antara Pemerintah dengan pengusaha yaitu mengenai besaran impor.

Menurut dia, komposisi impor yang pas adalah 79% dari daging sapi lokal sementara 21% dari impor. Akan tetapi, Pemerintah justru merasa mampu dengan komposisi 85% lokal dan 15%. "Dari tahun lalu, kami telah menghimbau kepada Pemerintah. Kita bisa lihat hasilnya sekarang, justru Pemerintah membuka keran impor daging. Itu karena pasokan di dalam negeri belum cukup menghadapai kebutuhan yang meningkat," katanya.

Guna memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri, pihaknya mengaku akan mengimpor sebanyak 45 ribu ekor sapi siap potong setiap bulannya. Dalam aturan pengetatan impor daging sapi, Pemerintah hanya memberi jatah 80 ribu ton dengan rincian 32 ribu ton daging sapi beku dan 267 ribu ekor sapi atau setara dengan 48 ribu ton. "Dari 267 ribu ekor pertahun, maka kami hanya mengimpor 22 ribu ekor perbulan. Padahal setiap bulannya kebutuhan daging mencapai 45 ribu ekor perbulan. Maka dari itu, mulai dari Agustus sampai akhir tahun, kami akan mengimpor 45 ribu ekor perbulan," tuturnya.

bari/iwan/mohar/munib

Jangan Andalkan Impor, Indonesia Harus Bangun Cadangan Pangan

23 Juli 2013

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tak harus mengandalkan impor untuk membangun ketahanan pangan. Impor harus tetap menjadi solusi akhir untuk menambal kebutuhan  sesuai amanat Undang-undangan pangan. Yang terjadi kemudian, pemerintah seolah mengimpor bahan pangan secara berturut-turut. Mulai dari daging, cabai, bawang dan yang sudah terlihat sinyalnya, kentang.

Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan)  Achmad Suryana menyatakan pemerintah tetap menempatkan impor sebagai solusi akhir. Komoditas bawang misalnya, impor dibuka karena faktor mundurnya masa panen. "Panen besar baru nanti, dua minggu setelah Lebaran," katanya ditemui di kantor Kementerian Pertanian (Kementan), Selasa (23/7).

Sikap yang sama juga dikenai pada sapi. Apabila pemerintah telah berhasil menurunkan harga seperti intruksi presiden, maka importasi akan kembali ke pola lama. Hasil dari terlibatnya Bulog menurut dia sudah mulai terasa. Harga perlahan turun meskipun masih tinggi dibandingkan tahun lalu.

Tugas selanjutnya yaitu membangun cadangan pangan untuk masing-masing komoditas strategis. Namun yang baru terlaksana terbatas untuk komoditas beras saja. BKP sudah meminta agar setiap daerah menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk dipenuhi. Provinsi harus memiliki cadangan beras sendiri dengan APBD yang dikelola di daerah provinsi dan kabupaten kota. Hal ini sudah terlaksana di Kalimantan Barat, Jawa Barat , Jawa Tengah dan sejumlah kabupaten lain.

Ia juga menyoroti kebutuhan untuk menyimpan cadangan tersebut berupa gudang berpendingin (cold storage). Cold storage bisa untuk menyimpan komoditas apapun termasuk beras, daging, sapi, jagung dan kedelai. Di Jawa Tengah misalnya, cold storage digunakan untuk meyimpan cadangan jagung konsumsi. "Kalau kondisi paceklik, cadangan ini yang digelontorkan," ujarnya.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), komoditas pangan kerap dilaporkan dalam kondisi cukup. Tahun ini, pangan-pangan pokok seperti beras, jagung dan bawang merah menurut data BPS bahkan berlebih. "Tapi kenapa harga naik? Itu ada banyak faktornya," kata dia.

Logistik menjadi faktor pertama penyebab harga tinggi. Tersendatnya distribusi dari sentra produksi membuat pasokan terlihat kurang. Angka surplus yang tertera  merupakan penjumlahan hasil produksi dari Aceh hingga Papua. Sementara permintaan tertinggi datang dari Pulau Jawa dan DKI Jakarta.

Selanjutnya keberadaan pedagang yang kerap menguji pasar. Pedagang, menurut dia, melakukan uji coba dengan menaikkan harga sedikiti-demi sedikit. Mereka akan mencermati sampai dimana konsumen akan menerima kenaikan harga. Apabila konsumen dilihat tak tertarik membeli, maka harga akan turun. "Kalau rasanya respon masih laku, terus dinaikkan," kata dia.

Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) pun ikut mempengaruhi harga. Pedagang terlanjur berekspektasi bahwa konsumen akan maklum dengan kenaikan harga. Akhirnya banyak yang telah menaikkan harga sejak awal tahun. Terakhir, pedagang juga ingin Tunjangan Hari Raya (THR). "Mereka lalu mencari THR dengan menaikkan harga," katanya.

Reporter : Meiliani Fauziah   
Redaktur : Nidia Zuraya

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/07/23/mqdrqm-jangan-andalkan-impor-indonesia-harus-bangun-cadangan-pangan

Wamendag Jamin Daging Impor yang Dijual Bulog Halal

23 Juli 2013

Jakarta - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi menjamin daging beku impor asal Australia yang dijual oleh Perum Bulog adalah halal. Rencananya sampai akhir bulan ini Bulog akan mendatangkan 3.000 ton daging sapi impor dalam rangka operasi pasar stabilisasi harga.

"Kalau kita impor daging sapi beku dari Australia saya jamin dan saya yakin itu halal," ungkap Bayu saat ditemui usai operasi pasar murah di Gedung PMB Kementerian Perdagangan Ciracas Jakarta, Selasa (23/7/2013).

Dikatakan Bayu, Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Australia sudah memenuhi prosedur pemotongan sapi yang sesuai dengan prinsip syariat Islam. "RPH Australia tahu betul bagaimana tingkat sensitif masyarakat kita pada produk halal," tambah Bayu.

Mengenai penolakan daging sapi beku milik Bulog oleh para pedagang daging sapi di Pasar Senen Jakarta Pusat, Bayu menjelaskan bukan disebabkan oleh faktor halal atau tidak. Namun lebih disebabkan karena faktor selera.

"Kalau itu dipermasalahkan saya rasa bukan karena itu (halal atau tidak). Dagingnya impor itu kan keras ya dan memang beku. Sedangkan warnanya merah sekali, kalau kita senang melihat warna yang segar dan itu selera aja. Kalau mereka nggak mau beli ya nggak apa-apalah. Kalau pasar basah nggak mau, kita bisa penuhi pasar-pasar yang lain," jelas Bayu.



(wij/hen)
http://finance.detik.com/read/2013/07/23/104940/2311169/4/wamendag-jamin-daging-impor-yang-dijual-bulog-halal

“Beras Bulog yang Dibeli dari Petani Bagus, Raskin Malah Jelek”

22 Juli 2013

KBR68H, Lombok – Beras miskin (raskin) yang disalurkan oleh Bulog kepada masyarakat kembali berkualitas jelek. Meski tidak sejelek beras yang terdahulu, namun raskin yang disalurkan kurang layak dikonsumsi. Raskin berkualitas jelek diterima oleh sejumlah keluarga di Kecamatan Aikmel, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.

Anggota Komisi II (bidang ekonomi dan perdagangan) DPRD NTB Machsun Ridwainy, Senin (22/07) mengatakan, Komisi II berencana memanggil pimpinan Bulog NTB untuk mengklarifikasi temuan itu. Pihak Bulog memang berjanji akan mengganti raskin yang jelek dengan raskin yang layak konsumsi sehingga komitmen itu yang akan dituntut.

”Mulai agak jelek lagi sekarang ini dan saya melihat sendiri di wilayah Kecamatan Aikmel (Lombok Timur). Ya memang tidak separah yang dulu sih, artinya kurang layak lah kalau itu memeng dikonsumsi,” kata Machsun.

Machsun Ridwainy mengatakan, antara raskin yang disalurkan kepada warga dengan beras yang dibeli oleh Bulog dari petani seringkali berbanding terbalik. Beras yang dibeli oleh Bulog dari petani cenderung lebih bagus, namun pada saat penyaluran raskin, beras yang diterima warga kadang tidak bagus.

Ia mengatakan, beras petani yang diserap oleh Bulog memang harus memenuhi syarat tertentu seperti kadar air dibawah 14 persen, derajat sosoh atau tingkat keputihan beras yang bagus yaitu minimal 95 persen, butir patah maksimum 20 persen, butir menir maksimum 2 persen dan lain-lain. Jika beras yang masuk ke Bulog sangat bagus, maka diharapkan raskin yang diterima warga juga harus bagus.

Sumber:Global FM Lombok
Editor: Anto Sidharta

http://www.portalkbr.com/nusantara/nusatenggara/2837227_4265.html

Harga Anjlok, Petani Diminta Menjual Gabah ke Bulog

22 Juni 2013

CIANJUR, (PRLM).-Bulog siap menerima gabah petani saat harga gabah di Cianjur anjlok. Saat ini, harga gabah di Cianjur yang turun hingga Rp 500- 700 perkilogramnya atau dihargai PR 3.000 sampaiRp 3.200 per kilogramnya padahal sebelumnya harga gabah mencapai Rp 3.700 per kilogram.

"Kami siap menerima gabah petani meski serapan kami saat ini tertinggi di Jawa Barat dengan serapa beras 6.120 ton. Namun, jika memang harga di penggilingan lebih rendah dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Kami sarankan agar petani menjual gabahnya saja ke Bulog," ucap Kepala Bulog Subdivre Cianjur, Rizal Mulyana saat ditemui "PRLM", di kantornya, Jalan Muwardi, Cianjur, Senin (22/7/2013).

Rizal mengatakan HPP saat ini, untuk gabah kering panen (GKP) Rp 3.300/kg di petani atau Rp 3.350/kg di penggilingan, Gabah Kering Giling (GKG) Rp 4.150/kg di penggilingan atau Rp 4.200/kg di gudang Bulog.

"Kami akui beberapa petani enggan menjual gabahnya ke Bulog karena sudah terikat dengan beberapa penggilingan saatmereka membutuhkan modal tanam. Jadi, mau tidak mau petani pasti menjual ke penggilingan tersebut," katanya.

Rizal juga mengatakan saat ini stok beras Bulog untuk menghadapi lebaran cukup karena stok cukup untuk tiga bulan ke depan.

"Seperti biasa untuk beras kami selalu mempunyai stok untuk tiga bulan ke depan jadi untuk Lebaran stok lebih dari cukup. Saat ini harga beras di Cianjur juga relatif stabil. Jadi untuk beras tidak perlu ada yang dikhawatirkan," katanya.

Sebelumnya petani mengaku resah karena harga gabah anjlok. Anjloknya harga gabah tersebut dipicu karena banyaknya petani mengeluarkan stok bagah mereka menjelang lebaran untuk memenuhi kebutuhan Lebaran dan bulan puasa.

"Ini karena memang banyak petani yang mengeluarkan stok panennya untuk dijual saat Ramadan atau menjelang puasa untuk memenuhi kebutuhan bulan puasa dan persiapan Lebaran," ucap Solihin (40), salah seorang petani di Desa Mekarsari, Kecamatan Cianjur.

Solihin mengatakan dengan anjloknyaharga gabah membuat keuntungan petani semakin kecil. Namun, perilkau petani yang menyimpan stok dan mengeluarkannya menjelang Lebaran sudah biasa setiap tahunnya.

"Memang ini sudah biasa, justru kalau mau Lebaran harga gabah turun karena stok gabah melimpah di tingkat penggilingan. Namun, harga beras tetap stabil. Mau bagaimana lagi? Hasil panen tahun ini juga kualitasnya jelek," ucapnya.

Sementara itu, terkait dengan kualitas beras miskin (raskin) yang jelek di wilayah Cianjur, Kepala Bulog Subdivre Cianjur, Rizal Mulyana sudah mengimbau kepada kepala desa atau ketua RT untuk melaporkan hal tersebut dan pasti akan ada penggantian.

Rizal mengatakan di lapangan sendiri masyarakat sangat menginginkannya, raskin pun disalurkan kepada masyarakat. "Daripada harus membeli beras biasa dengan harga mencapai Rp7.000-Rp8.000 per liter, masyarakat memilih membeli raskin dengan harga hanya Rp1.600 per kilogram," tuturnya.

Meskipun demikian, Ia mengharapkan dalam penyalurannya kedepan, pihak Bulog bisa mengecek terlebih dahulu kualitas raskin yang akan didistribusikan kepada rumah tangga sasaran (RTS) penerima hak.

Apalagi kondisi perekonomian penerima hak itu merupakan keluarga tak mampu. "Jangan hanya karena harganya hanya Rp1.600, lantas kualitas tak diperhatikan. Pelayaan kepada masyarakat harus tetap nomor satu," ujarnya.(A-186/A-89)***

http://www.pikiran-rakyat.com/node/243794

Senin, 22 Juli 2013

Kertel Pangan Capai Rp 11 T, BIN Cawe-cawe

22 Juli 2013

JAKARTA - Seharusnya, 2013 menjadi menjadi tahun pembuktian kinerja Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena merupakan detik-detik terakhir masa pemerintahannya. Tapi kenyataannya, masyarakat malah makin tercekik melonjaknya harga bahan kebutuhan pokok.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia pun menengarai ada kartel pangan senilai Rp 11, 34 triliun. Walhasil, Badan Intelijen Negara (BIN) yang lebih sering ‘mengintai’ sektor keamanan dan politik  kini digandeng Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menelisik dugaan kejahatan perdagangan itu.

“ Potensi kartel terdapat di enam komoditas strategis seperti daging sapi, daging ayam, gula, kedelai, jagung dan beras.Nilai kartel dari enam komoditas strategis ini mencapai Rp 11,34 triliun. Nilai potensi kartel ini belum termasuk dengan komoditas lainnya yang juga berpengaruh pada tata niaga pangan," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog, Natsir Mansyur dikutip dari dalam siaran pers, Senin (22/7).

Menurut Natsir, pangan nasional tidak seimbang karena permintaan banyak sementara ketersediaannya kurang.  Bila dirinci, kebutuhan daging sapi mencapai 340.000 ton, nilai kartelnya diperkirakan mencapai Rp 340 miliar. Untuk kebutuhan daging ayam 1,4 juta ton, nilai kartel mencapai Rp 1,4 triliun, komoditas gula kebutuhan 4,6 juta ton nilai kartel mencapai Rp 4,6 triliun.

Contoh lain adalah komoditas kedelai yang kebutuhannya mencapai 1,6 juta ton dengan nilai kartel sebesar Rp 1,6 triliun, jagung kebutuhan 2,2 juta ton nilai kartelnya mencapai Rp 2,2 triliun dan beras impor 1,2 juta ton kartelnya diperkirakan mencapai Rp 1,2 triliun.

Natsir menyebutkan, gambaran seperti ini diakibatkan karena penataan manajemen pangan nasional yang sangat lemah dari aspek produksi, distribusi dan juga perdagangannya. Pengelolaan kebijakan pangan dinilai sangat sentralistik, dimana Kemendag, Kementan dan Kemenperin tidak ikhlas menyerahkan kebijakan tata niaga pangan ke pemerintah daerah.

"Kontrol DPR terhadap pangan ini juga lemah. Sehingga DPR perlu memberikan sanksi kepada Kementerian yang tidak dapat menjaga kenaikan pangan yang berdampak ke rakyat. Sanksinya bisa berupa pengurangan anggaran di Kementerian itu," imbau Natsir.

Selain itu, lanjut Natsir, tidak adanya logistik pangan ikut menyebabkan persoalan pangan nasional. Sehingga, setiap kebijakan yang dikeluarkan Kemendag dan Kementan cenderung  spekulatif, dan data pangan tidak bisa tepat dan akurat.

Karena itu, pihaknya berharap agar Menkoperekonomian merombak tata niaga pangan ke arah yang  tepat, terutama komoditas pangan yang strategis seperti gula komsumsi dan rafinasi yang perlu dibuka pabrik-pabrik baru, kedelai,  jagung, daging sapi, ayam, hingga bawang putih.

Terpisah, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN)  Marciano Norman mengatakan gejolak kenaikan bahan pangan akhir-akhir ini diduga tidak semata-mata akibat keterbatasan produksi, tetapi disinyalir akibat ulah segelintir pelaku ekonomi yang ingin mengambil keuntungan. Bahkan tak tertutup kemungkinan gejolak ekonomi terkait dengan praktek kartel yang dilakukan oleh sejumlah oknum pengusaha. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir  diatas rata-rata 6 persen telah mendorong lahirnya semangat dan harapan baru  dikalangan pemerintah dan rakyat Indonesia untuk meraih tingkat kehidupan yang lebih baik pada masa-masa yang akan datang.

BIN pun telah membentuk Deputi Bidang Ekonomi secara sepesifik guna mendalami permasalahan sektor  industri,energi, perdagangan,pertanian, keuangan dan perbankanserta kejahatan ekonnomi lainnya.

Mengingat  spektrum permasalahan ekonomi yang semakin luas dan kompleks, lanjut marciano, misi BIN akan dapat terlaksana lebih efektif melalui kerjasama dengan berbagai instansi terkait. Seperti beberapa waktu yang lalu telah dilakukan pendandatangan kerjasama (MoU) antaar BIN dengan Kementerian Perdagangan terkait pengamanan sasaran dan program strategis  dibidang perdagangan.=

Semenetara, Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan mengatakan keberadaan kartel perlu penelusuran lebih jauh. Untuk komoditas daging misalnya, masih terlalu awal jika menyimpulkan keberadaan kartel di kalangan feedlotter. Termasuk juga, menyimpulkan bahwa pemerintah tidak bisa menurunkan harga akibat adanya kartel."Memang, kecendrungan kartelisasi itu terjadi apabila terjadi kenaikan harga selama pasoknya lebih dari cukup atau cukup," ujar Gita saat ditemui akhir pekan ini.

Dia menyatakan untuk komoditas bawang merah dan cabai rawit impor asal Vietnam dan China akan mulai masuk berbagai pasar di Indonesia pada pekan ini.

Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian telah mengeluarkan izin untuk mendatangkan 17 ribu ton bawang merah dan 9.700 ton cabai rawit mulai minggu ini hingga lebaran nanti.

"Kemungkinan impor dari Vietnam atau China. Ini untuk membantu pasokan lokal yang kurang karena terjadi gagal panen," katanya di Jakarta.

Cabai rawit pada beberapa waktu lalu sempat menembus Rp100 ribu per kilogram, sedangkan bawang merah Rp85 ribu per kilogram.Bahkan, ia mengklaim saat ini harga di dua komoditas tersebut telah berangsur-angsur turun. "Cabai rawit di Kramat Jati saat ini telah menjadi Rp35 ribu, turun drastis hingga 50 persen," paparnya.

Target Bulog Meleset

Realisasi impor daging sapi yang dilakukan oleh Perum Bulog ternyata meleset dari target. Hingga pekan ini, kuantitas daging yang berhasil didatangkan belum mencapai target 500 ribu ton.

Menurut Direktur Utama Bulog, Sutarto Alimoeso, sejak Selasa-Ahad pekan lalu instansinya sudah merealisasikan impor sebanyak 40 ton. Meski terbilang rendah, dia menjamin target impor 3.000 ton bisa selesai pada Desember mendatang. "Secara bertahap terus didatangkan," kata dia.

Dalam mengimpor daging, Bulog menemui serangkaian hambatan diantaranya menipisnya suplai daging di Australia karena musim dingin serta ketatnya pengaturan teknis yang diberlakukan pemerintah yang ketat. Jenis daging yang diimpor dibatasi hanya untuk jenis secondary cut. Selain itu tidak semua rumah potong hewan (RPH) di Australia menerapkan prosedur halal.

Pada pekan ini, Bulog akan mendatangkan lebih dari 200 ton daging impor dari Australia. Sutarto mengatakan daging impor sebanyak 100 ton akan tiba di Pelabuhan Tanjung Priok dan sisanya masuk melalui Bandara Soekarno-Hatta. Distribusi daging tersebut, kata dia, tidak hanya di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Mulai pekan ini Bulog akan memasok daging ke daerah lain yang membutuhkan. "Misalnya Jawa Barat, jika memang butuh kami siap untuk memasok," ujarnya.

Di tempat yang sama, Menteri Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan terus berusaha menyetabilkan harga daging sapi dengan memastikan ketersediaan pasokan. Menurut Hatta harga daging harus ditekan hingga mencapai Rp 75 ribu -80 ribu per kilogram. "Itu tetap menguntungkan petani dan tidak memberatkan konsumen," katanya.

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) Asnawi meragukan kehalalan daging sapi yang diimpor Bulog. Sebab daging tersebut berasal dari negeri minoritas muslim dan Bulog belum bisa membuktikan kehalalannya. "Kami pun belum bisa menjualnya pada konsumen," kata dia.ins,tmp

http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=06ca169a9ffaaa09925f064253341df8&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c

Stok Selayaknya Jadi Acuan Kebijakan Impor Pangan

22 Juli 2013

Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah disarankan untuk lebih berpedoman pada ketersediaan stok dibandingkan dengan kenaikan paritas harga dalam mengambil kebijakan impor.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Importir Daging Sapi (Aspidi) Thomas Sembiring menilai kebijakan pemerintah yang akan menggunakan paritas harga sebagai pemicu untuk melakukan impor daging sapi salah kaprah.

“Kalau menunggu harga naik di atas 15%, sudah terlambat untuk membuka impor. Ketika barang tersebut didatangkan, harga bisa saja sudah naik hingga 30%. Harga bisa naik kan karena tidak ada stok,” kata Thomas saat dihubungi Bisnis, Minggu (21/7/2013).

Dia menambahkan jika tetap bersikukuh menggunakan paritas harga sebagai indikator, pemerintah harus mampu memprediksi secara tepat kapan harga akan mengalami kenaikan. Sebelum harga naik, pemerintah sudah berkomunikasi dengan importir untuk segera mendatangkan daging sapi.

Spekulan pasar, lanjutnya, bisa muncul karena tidak adanya kepastian pasokan. Mereka yang khawatir lebih memilih untuk menyimpan daging sapi hingga mendapatkan jaminan pasokan.

“Harga akan tetap stabil selama pasokannya terpenuhi. Jadi pemerintah seharusnya menjadikan ketersediaan stok ini sebagai acuan, bukan harganya,” ujarnya.

Dia menuturkan pemerintah seharusnya berkoordinasi dengan para pelaku usaha untuk menghitung bersama jumlah stok yang dibutuhkan. Penghitungan ini juga memasukkan jumlah sapi lokal dan menetapkan jumlah stok ideal.

Kemudian, imbuhnya, pada saat stok diprediksi tidak mampu mencukupi peningkatan kebutuhan, maka keran impor dapat segera dibuka.

Langkah ini, menurutnya bisa lebih efektif meminimalisir keterlambatan tindakan sehingga tercipta stabilitas harga.  (ra)

Rio Sandy Pradana

http://www.bisnis.com/m/stok-selayaknya-jadi-acuan-kebijakan-impor-pangan

Komisi IV DPR Minta Bulog Pastikan Kehalalan Daging Impor

22 Juli 2013

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR Zainut Tauhid meminta Perum Bulog untuk memastikan kehalalan daging sapi segar yang akan diimpor dari  Australia dan Selandia Baru. Menurutnya, daging yang akan masuk ke Indonesia harus dijamin kehalalannya dengan  sertifikasi halal dari negara asal dan diverifikasi kehalalannya oleh LPPOM-MUI.

Kalau sampai ditemukan indikasi daging yang diimpor  tidak halal, kata Zainut, maka pemerintah harus berani menolak dan melarang untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Sebab daging tidak halal tidak boleh dikonsumsi umat Islam.

Impor sendiri, ujar Zainut, terpaksa dilakukan dalam rangka mengatasi harga daging sapi yang akhir-akhir ini sangat mahal. "Apalagi saat  memasuki bulan ramadhan dan menghadapi Lebaran yang sebentar lagi tiba, harga daging sangat mahal," ujarnya di Jakarta, Senin (22/7).

Langkah impor, lanjut Zainut, merupakan kondisi darurat untuk membantu masyarakat. Namun meskipun berupaya  memenuhi kebutuhan daging, pemerintah tetap harus memperhatikan aspek kehalalannya.

Reporter : Dyah Ratna Meta Novi   
Redaktur : Nidia Zuraya

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/ritel/13/07/22/mqbi6h-komisi-iv-dpr-minta-bulog-pastikan-kehalalan-daging-impor