Selasa, 30 April 2013

Warga Kembalikan Beras Miskin

29 April 2013

Kualitasnya Sangat Jelek

BOGOR (Pos Kota) – Sejumlah warga Kelurahan Puspanegara, Kecamatan Citeuerup, Bogor mengembalikan beras untuk rakyat miskin (raskin) ke Badan Urusan Logistik (Bulog). Raskin yang mereka terima tidak layak konsumsi sehingga dikhwatirkan akan merusak kesehatan.
“Tahun ini raskin yang kita terima bau dan kotor. Meski demikian beberapa warga nekat memasaknya, namun saat dimakan rasanya anyir dan tak enak, sebab itu kita kembalikan Sabtu kemarin,” kata Rahayu, warga RT.003/02, Kelurahan Puspanegara, Senin.
Lurah Pupapnegara Rameni membenarkan, raskin yang dibeli warga dengan harga Rp 1.485.000 dari Bulog lewat kelurahan berkualitas jelek. “Warga mengembalikan beras raskin sebanyak 55 karung atau sekitar 350 Kg,” ujarnya. Dia dan warga mengaku kecewa, sebab beras ini datangnya enam bulan sekali.
“Kami kecewa, ibaratnya membeli kucing dalam karung. Saat raskin datang ke kantor kelurahan malam hari, sehingga kami tak bisa mengeceknya dan langsung dikirim ke warga yang sudah membelinya,” jelasnya. Sebelumnya, raskin yang mereka terima kondisinya masih layak untuk dimakan.
Kecamatan Citeureup mengaku telah berkordinasi dengan Bulog. “Kami sudah terima 55 karung beras raskin yang dikembalikan warga dan kami serahkan lagi ke Bulog Dramaga,” kata Camta Citeueru Bambang Tawekel. Kejadian ini, menurutnya bukan hanya terjadi di Desa Puspanegara, tapi juga di desa lainnya di Kabupaten Bogor.
“Saya dan camat lainnya sudah mengadukan ini ke Pemkab Bogor dan Bulog agar tak terulang lagi. Kasihan warga, untuk mendapatkan raskin mereka bayar uang di muka semingu sebelum raskin datang dan saat dikirim berasnya busuk, pecah-pecah mirip pakan ternak.Pokoknya tallayak dikonsumi oleh manusia,” tambahnya. (iwan)
Teks : Sejumlah warga Kebon Jeruk, Jakarta Barat antre pembagian beras untuk warga miskin (raskin) yang didistribusikan di kantor kelurahan Senin (29/4). Beras bersubsidi yang dikemas karung berlogo “Bulog” itu, disambut gembira warga .(yogi)

http://m.poskotanews.com/2013/04/29/warga-kembalikan-beras-miskin/

 

Raskin Bau dan Berkutu

29 April 2013

SERANG, BP - Sejumlah warga RT 04 RW 06 Kelurahan Unyur, Kecamatan Serang, Kota Serang, mengeluhkan buruknya kualitas beras untuk warga miskin (Raskin). Raskin yang diterima warga beberapa waktu lalu berbau apek, berwarna kecoklatan dan berkutu. Akibatnya, warga tidak mau mengkonsumsinya.
“Beras ini bukan untuk konsumsi manusia, sangat tidak layak dimakan. Diberi gratis saja warga tidak mau, apalagi ini disuruh membayar,” kata Ketua RT 04 RW 06 Kelurahan Unyur, Nasir, Minggu (28/4).
Dikatakan Nasir, Raskin dijual kepada warga dengan harga Rp2 ribu per liter oleh pihak kelurahan. RT 04, katanya, mendapatkan alokasi beras Raskin sebanyak 120 liter dari kelurahan. “Bulan kemarin berasnya tidak terlalu jelek, tapi hanya diberi 100 liter. Akhirnya saya minta ditambahkan tapi kok yang dikasih malah beras tidak layak seperti ini,” ujarnya.
Buruknya kualitas Raskin, lanjut Nasir, bukan hal baru. Kejadian seperti itu sudah sering terjadi. “Hal seperti ini bukan yang pertama, sudah sering terjadi. Tapi warga diam karena tak punya pilihan. Tapi kali ini kami sudah jengah. Hari Senin akan kita kembalikan ke kelurahan. Ini adalah sampah dan racun buat kita,” katanya.
Nasir menuding pemerintah telah melecehkan masyarakat dengan memberikan Raskin tidak layak makan.
“Jangan mentang-mentang rakyat kecil lalu dihina seperti ini. Ini namanya menghina bangsa sendiri,” ungkapnya.
Hal senada dikatakan, Ketua RT 02 RW 06 Kelurahan Unyur Jumari. Menurutnya, ketika Raskin itu ditawarkan ke warga sebenarnya warga mengeluhkan kondisi Raskin itu. Namun warga tidak memiliki pilihan selain membeli.
“Ketika saya tawarkan langsung habis. Warga memang terpaksa membeli, habis mau bagaimana lagi. Biasanya masaknya itu dicampur dengan beras yang bagus,” ujar Jumari.
Jumari mengatakan, dirinya sempat memprotes kondisi beras tersebut, namun tak ada respon dari pihak kelurahan.
“Saya pernah bilang berasnya jelek. Kata mereka kalau jelek ya kembalikan saja. Waktu saya minta beras penggantinya, mereka cuma bilang tidak ada stok,” ungkapnya.
Salah seorang warga, Indah Permatasari mengaku kecewa dengan kondisi Raskin yang tidak layak konsumsi tersebut. Ia berharap pemerintah segera menggantinya dengan Raskin yang kualitasnya agak baik.
“Saya kecewa dengan pemerintah, harusnya Raskin ini kan layak makan. Dikasih gratis pun saya tidak mau, apalagi disuruh bayar. Tapi banyak juga warga yang terpaksa karena tuntutan kebutuhan,” ujar Indah.(APP/RIF)

Raskin Warga Jatirejo Coklat dan Berbau Apek

29 April 2013

Mojokerto (beritajatim.com) - Puluhan warga Dusun Jatirejo RT 03 / RW 01, Desa Jatirejo, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto mengeluhkan beras untuk keluarga miskin (raskin).

Pasalnya, beras yang diterima warga kondisinya hancur, coklat, berbau apek dan tidak layak konsumsi.

Salah satu warga, Windiarti (40) mengatakan, beras yang diterima warga kondisinya hancur dan warnanya coklat. "Selain banyak yang hancur dan warnanya coklat, juga baunya apek dan berkutu serta menjamur. Banyak yang tidak berani mengkonsumsinya," ungkapnya, Senin (29/04/2013) tadi siang.

Masih kata Windiarti, sebenarnya raskin dengan kondisi tidak layak konsumsi tersebut sudah beberapa kali diterima warga. Namun masih kata Windiarti, kondisi raskin yang paling parah diterima warga yakni bulan April ini, sehingga warga takut untuk mengkonsumsinya.

Ketua RT 03 / RW 01 Dusun Jatirejo, Desa Jatirejo! Ridwan mengatakan, warga di RT 03 ada 22 Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTSPM) yang menerima raskin tersebut. "Setiap KK menerima sekitar 5 kilogram dengan mengganti biaya transport sebesar Rp2 ribu perkilogramnya," jelasnya.[tin/ted]


http://m.beritajatim.com/detailnews.php/6/Politik&Pemerintahan/2013-04-29/169581/_Raskin_Warga_Jatirejo_Coklat_dan_Berbau_Apek 

Senin, 29 April 2013

DPR Tolak Barter Pupuk dengan Beras Myanmar

29 April 2013

PURWOKERTO, KOMPAS.com- Ketua Komisi IV DPR Romahurmuziy menolak rencana pemerintah melakukan barter 200.000 ton pupuk dengan 500.000 ton beras dari Myanmar.
"Yang pertama dari sisi importasinya sendiri, Komisi IV menolak rencana importasi beras dari manapun karena berdasarkan proyeksi Aram (Angka Ramalan) I, Indonesia masih akan surplus lebih dari 3,5 juta ton tahun ini," katanya di Purwokerto, Senin (28/4/2013).
Romahurmuziy mengatakan hal itu kepada wartawan usai memberikan Kuliah Umum "Membangun Kedaulatan Pangan - Bilakah Indonesia Bebas Impor Produk Pertanian?" di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto.
Menurut dia, pemerintah pada tahun 2012 telah melakukan importasi hampir satu juta ton yang dilaksanakan melalui Vietnam, Thailand, dan India. "Kalau kita lihat esensi impor itu dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan stok cadangan beras pemerintah. Namun yang terjadi sekarang adalah kebusukan yang terjadi di berbagai gudang Bulog karena menumpuknya stok," kata dia yang akrab dipanggil dengan sebutan Gus Romi.
Kondisi tersebut, kata dia, menjadikan Bulog sebagai operator beras yang belum pernah memiliki stok lebih dari dua juta ton yang tersebar di seluruh gudang Bulog. Akibatnya, lanjut dia, beras impor yang digunakan untuk raskin (beras bagi keluarga miskin) mengalami penurunan kualitas dan kerusakan di berbagai tempat.
"Oleh karenanya, khusus untuk importasi berasnya sendiri, kami meminta agar pemerintah memikirkan secara saksama dan tidak melangsungkan importasi beras itu atas nama kerja sama bilateral apapun, baik dalam rangka ASEAN atau dalam kerja sama regional lainnya," paparnya.
Menurut dia, jangan karena itu akan menjadikan Indonesia tidak konsisten dengan rencana surplus yang sudah ditetapkan," kata dia menegaskan.
Alasan kedua, dalam penolakan impor beras yang disampaikan oleh Komisi IV, kata dia, Myanmar merupakan negara yang tidak menghargai perlindungan terhadap minoritas.
"Secara khusus kita bicara Myanmar. Etnis Rohingya dan beberapa warga muslim di Myanmar mengalami penindasan, kekerasan horizontal, dan pemerintah Myanmar tidak mampu mencegah hal itu terjadi atau terkesan membiarkan. Untuk apa kita melakukan importasi dari negara yang melakukan pengekangan atau penistaan terhadap hak azasi manusia," katanya.
Kalau memang importasi harus dilakukan pemerintah, kata dia, masih banyak negara yang bisa dijadikan sebagai sumber impor seperti Vietnam, Thailand, dan India. Ketiga negara tersebut merupakan negara-negara yang melindungi hak azasi manusia.
"Yang ketiga, barter dilakukan untuk pupuk. Yang mana regionalisasi pupuk yang dilakukan per 1 April ini juga menimbulkan kelangkaan pupuk di beberapa daerah, dan pada saat yang sama, pemerintah memutuskan eksportasi pupuk," katanya.
Gus Romi mengatakan bahwa hal ini harus dipikirkan agar jangan sampai karena keputusan pemerintah justru terjadi kelangkaan pupuk. Dia mengaku menerima pesan singkat dari sejumlah anggota Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) di Jawa Tengah jika hari ini mereka kesulitan memperoleh pupuk Kujang.
Sumber :
ANT

Impor Beras Ke Myanmar Dibarter Pupuk Korbankan Petani Lokal

29 April 2013

Kementan Selalu Gagal Penuhi Cadangan Beras Dari Produksi Dalam Negeri

RMOL. Rencana pemerintah mengimpor beras dari Myanmar yang dibarter alias ditukar dengan pupuk, hanya menambah rugi petani di dalam negeri.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan, kerja sama pemerintah dengan Myan­mar jangan sampai meru­gikan petani lokal.

“Kerja sama barter pupuk de­ngan beras akan me­ngancam pe­tani,” katanya ke­pada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Politisi Golkar ini menilai, de­ngan masuknya beras impor lagi akan membuat beras dalam ne­geri lebih. Alhasil, harga dalam negeri akan turun. Kondisi itu juga berdampak pada turunnya harga gabah petani.

Menurut dia, kerja sama ini hanya menguntungkan perusa­haan pupuk, sedangkan pe­tani dirugikan. Padahal peru­sahaan pupuk sudah mendapatkan sub­sidi besar.
Sayangnya, penyalur­an di dalam negeri tidak terkon­trol dan tidak tepat sasaran.

“Jangan sampai petani yang dikor­bankan. Masak kita mau Myanmar beli pupuk tapi kita di­pak­­sa beli berasnya,” ucap Firman.

Karena itu, dia meminta peme­rintah tidak perlu mengimpor be­ras tahun ini karena stok di gu­dang Perum Bulog akan surplus.

“Berdasarkan data yang dike­luarkan Badan Pusat Statistik (BPS) akan terjadi surplus. Kami minta tahun ini tidak ada impor beras sama sekali,” tekannya.

Firman juga berharap, peme­rintah lebih memprioritaskan pe­ngadaan beras dalam negeri un­tuk mengisi stok Bulog.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yus­tika mengatakan, impor beras menjadi dilema bagi pe­me­rintah.
Meski produksi dalam negeri susah terpenuhi, tapi ha­rus tetap menyediakan cadangan be­ras untuk antisipasi bencana.

 Menurut Erani, saat ini cada­ngan beras Bulog hanya 4-5 per­sen. Padahal, cadangan beras ideal adalah 15 persen dari kebu­tuhan dalam negeri.
“Sekarang cada­ngan beras Bu­log cuma 2 juta ton,” jelasnya.

Ia mengatakan, seharusnya pe­merintah memenuhi cadangan be­ras dari peningkatan produksi dalam negeri. Namun, Kemen­terian Pertanian (Kemen­tan) be­lum mampu melakukan­nya dan selalu gagal padahal anggarannya besar.

“Alasannya ma­sih klise dan sama yaitu produksi. Padahal, kegiatan impor beras sangat mem­bebani Anggaran Pen­dapatan dan Belanja Negara (APBN),” cetus Erani.

Pengamat pertanian Khudori menyatakan, produksi beras na­sional sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Bahkan, surplus berda­sarkan data BPS.

Berdasarkan data BPS, awal Maret produksi gabah kering gi­ling tahun 2012 sebesar 69,05 juta ton atau setara 40,05 juta ton beras. Sementara konsumsi beras masyarakat Indonesia sekitar 139 kilogram per kapita per tahun atau total 34,05 juta ton per tahun. Artinya, terjadi surplus beras tahun lalu sebesar 6 juta ton.

Menteri Perdagangan (Men­dag) Gita Wirjawan mengaku, pe­merintah akan melakukan impor beras 500 ribu ton dari Myanmar. Rencana impor tersebut merupa­kan salah satu butir yang tertuang dalam Memorandum of Unders­tanding (MoU) antara Indonesia dan Myanmar.

Gita mejelaskan, rencana impor itu bukan keharusan yang dilaku­kan setiap tahun, hanya opsi saja. Artinya, jika Myanmar kelebihan beras dan Indonesia sedang ke­ku­ra­ngan, maka kebutu­han 500.000 ton diambil dari Myanmar.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan sebelumnya menegaskan, Indo­ne­sia tidak perlu meng­impor be­ras lagi tahun ini karena produksi beras mencukupi.

“Tahun ini Bulog menyerap 3,5 juta ton beras. Saya yakin jika ter­capai, tidak perlu impor beras,” ujar Dahlan.

Bahkan, sebenarnya tahun lalu pun Indonesia tak perlu meng­impor beras. Tapi saat itu Bulog ragu apakah stok yang tersedia dapat mencukupi kebutuhan kon­sumsi dalam negeri. Akhir­nya, Bulog tetap impor beras dan ter­nyata di akhir tahun masih sisa stok 2 juta ton beras. [Harian Rakyat Merdeka]
 

http://ekbis.rmol.co/read/2013/04/29/108311/Impor-Beras-Ke-Myanmar-Dibarter-Pupuk-Korbankan-Petani-Lokal- 

Harga Gabah Jatuh, Petani Menjerit

29 April 2013

Jakarta, Aktual.co — Ribuan petani di daerah Pantura Kabupaten Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat, mengeluhkan anjloknya harga gabah saat panen raya.

Tasno, salah seorang petani di Cirebon kepada wartawan, Minggu (28/4) mengatakan, saat panen raya harga gabah anjlok kini hanya dijual Rp 3100 per kilogram, sebelumnya mencapai Rp5400 per kilogram, ketika memasuki musim tanam.

Murahnya harga gabah kering sangat dikeluhkan oleh ribuan petani di daerah Pantura Kabupaten Indramayu dan Cirebon, kata dia, karena modal tanam semakin tinggi.

Menurut dia, modal tanam padi saat musim penghujan cukup tinggi, terutama biaya untuk membeli pestisida karena tanaman sering diserang bebagai hama penggangu, seperti kupu-kupu putih dan wereng batang coklat.

Samili petani lain di Indramayu mengaku, memasuki musim tanam padi saat penghujan harga gabah mencapai Rp5500 per kilogram, kini petani panen raya anjlok hanya dijual kurang dari Rp3200 per kilogram, keuntungan mereka berkurang karena biaya tanam cukup tinggi.

Anjloknya harga gabah saat panen raya sering mereka alami, kata dia, dampaknya sejumlah petani di Kabupaten Indramayu mulai beralih tanam mengembangkan sayuran dan buah-buahan seperti semangka, melon, jambu biji merah.

Sebagian petani di wilayah barat Kabupaten Indramayu, kata Samili, kurang tertarik tanam padi karena mereka berhasil mengembangkan sayuran dataran rendah, seperti pakcoy, kol merah, tomat Jepang.

Sementara Kepala Seksi Kelembagaan dan Pengembangan Tani Kabupaten Indramayu Ir Anang menuturkan, sebagian petani di wilayah barat Indramayu telah berhasil mengembangkan sayuran dataran rendah, sehingga tanam padi kurang diminati karena dinilai tidak menguntungkan.

Budidaya sayuran dataran rendah, kata dia, sangat menguntungkan karena bisa tembus pasar ekspor, selain itu modal petani cepat kembali karena usia panen cukup singkat dibandingkan tanaman padi. (Ant)
Faizal Rizki 
 

Minggu, 28 April 2013

Raskin di Bogor tak Layak Konsumsi

26 April 2013

BOGOR — Beras murah untuk keluarga miskin (raskin) yang disalurkan di wilayah Kelurahan Puspanegara, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor tidak layak konsumsi. Sebagian warga yang sempat membeli beras mengembalikan ke Badan Urusan Logistik (Bulok), sementara yang lain menjadikannya makanan ayam.
Camat Citeureup Kabupaten Bogor, Drs Babang Tawekal, Kamis (25/4), mengatakan pihaknya sudah melakukan pengecekan terhadap kondisi beras untuk orang miskin tersebut. Bila informasi itu bernar, pihaknya akan mengintruksikan kepada para kepala desa agar lebih teliti dalam menerima beras raskin yang dikirim Bulog.
Pengadaan beras raskin merupakan program nasional yang langsung ditangani oleh Bulog, dan masing-masing kepala desa ditetapkan sebagai penyalur beras murah tersebut. Jadi, hanya petugas Bulog yang mengetahui kondisi beras yang dikirim, sehingga kalau ada raskin yang tidak layak konsumsi tentu pihak desa tentu tidak akan mengetahuinya jika tidak ada laporan warga.
Seorang warga Kelurahan Puspanegara, Srirahayu, mengatakan pihaknya telah mengembalikan 55 karung beras raskin kepada Badan Urusan Logistik (Bulog) karena tidak layak konsumsi. Kondisi beras yang diterima bau dan kotor, dan kasus seperti ini memang baru kali ini terjadi.
Editor — Maghfur Ghazali
http://www.harianterbit.com/2013/04/26/raskin-di-bogor-tak-layak-konsumsi/ 

Kasus Korupsi Dana Raskin Bulog Jabar Segera Disidangkan

28 April 2013

Bandung - Kasus korupsi dana raskin dengan telah dilimpahkan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung pada Pengadilan Tipikor Bandung. Kasus yang menyeret tiga pejabat di Divisi Regional (Divre) Bulog Jabar ini akan pun segera diadili di meja hijau.

Hal itu diungkapkan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Bandung Rinaldi Umar saat dihubungi detikcom, Minggu (28/4/2013).

"Kasus korupsi Bulog Jabar sudah kami limpahkan ke PN (Pengadilan Negeri) Bandung," ujar Rinaldi.

Ia menuturkan, sidang akan segera digelar setelah pengadilan menetapkan susunan majelis hakim dan jadwal sidang. "Sepertinya pekan depan sidang perdana akan digelar," katanya.

Tiga tersangka, yaitu yaitu NS, Wakil Sub-Regional Bulog Jabar, M yang merupakan bendahara dan R mantan Kepala Sub Divre Bulog Jabar. Ketiganya telah ditahan dalam tahap penyidikan pada Kamis (11/4/2013). NS saat ini ditahan di LP Wanita Sukamiskin, sedangkan NS dan M ditahan di Tahanan Kebonwaru.

Mereka terlibat korupsi dana operasional penyaluran beras miskin (raskin) di Divre Bulog Jabar 2008-2010 dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 5 miliar.

(tya/tya)

http://news.detik.com/bandung/read/2013/04/28/155805/2232353/486/kasus-korupsi-dana-raskin-bulog-jabar-segera-disidangkan 

Sektor pertanian dalam kondisi menyedihkan

27 April 2013

Jakarta (ANTARA News) - Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Indonesia (MAI) menilai sektor pertanian tanah air saat ini dalam kondisi menyedihkan karena lonjakan impor yang tinggi.

Ketua MAI Fadel Muhammad di Jakarta, Sabtu mengatakan kebijakan impor komoditas pertanian yang dulu hanya20-30 persen namun kini melonjak menjadi 70 persen dari seluruh komoditas pertanian.

"Selain itu saat ini sudah muncul konspirasi, mafia ataupun kartel pangan yang hanya memburu rente. Segelintir orang yang tidak jelas ini mampu merusak ekonomi bangsa," katanya dalam pengukuhan Dewan Pimpinan Nasional MAI periode 2012-2017 oleh Menteri Koordinator Bidang Perokonomian Hatta Rajasa.

Kondisi menyedihkan lain yang dihadapi sektor pertanian, lanjut Fadel, adalah tidak berdayanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertanian sehingga yang terjadi justru banyaknya perusahaan asing yang mendominasi di dalam negeri.

Sementara itu nilai impor pangan di dalam negeri, lanjut Fadel, begitu mencengangkan yakni selama Januari-November 2012 mencapai Rp81,5 triliun.

Fadel mengatakan, untuk membangun sektor pertanian harus memiliki tiga pondasi berupa bangsa yang mandiri, mampu memproduksi hasil pangan sendiri dan pertumbuhan yang berkeadilan.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan pemerintah akan mengupayakan kedaulatan pangan dan ketahanan pangan, serta terus berupaya meningkatkan produktivitas pertanian agar tak lagi bergantung kepada impor.

Hatta meminta MAI berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pasar agribisnis dan menjadikan masyarakat tidak bergantung kepada impor.

"Saya ingin agrobisnis menjadi berkembang, bukan hanya ekspor dan impor saja, tapi yang paling penting adalah miliki daya tahan pangan nasional," katanya.

http://www.analisadaily.com/news/2013/12588/sektor-pertanian-dalam-kondisi-menyedihkan/

Warga Kembalikan Raskin Busuk ke DPRD Dumai

27 April 2013


 Reses Tahap I Tahun 2013

Dumaisatu.com - Bantuan beras yang diserahkan Pemerintah Kota Dumai melalui Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan (Disnakkanla) beberapa waktu lalu kepada keluarga nelaya tak layak konsumsi. Keluarga nelayan yang menerima bantuan beras kurang layak konsumsi tersebut akhirnya menyampaikannya kepada wakilnya yang duduk di DPRD Dumai.

Mahdhalena, seorang keluarga nelayan yang berada di Kelurahan Pangkalan Sesai Kecamatan Dumai Barat, Jumat (26/4/13) mengatakan kepada Anggota DPRD Dumai, Andi Firman, bahwa bantuan beras yang diserahkan kepada keluarga nelayan tidak layak untuk dikonsumsi manusia. Karena, beras tersebut berwarna hitam dan berabuk.

"Pak kami sebagai keluarga nelayan yang menerima bantuan beras kemarin kecewa. Beras yang diberikan kepada kami warnanya hitam dan tidak layak untuk dikonsumsi manusia. Jangalah mentang-mentang memberikan beras dengan cara gratis, tapi tidak layak untuk dikonsumsi. Kami sadar pak, kalau kami hanya rakyat kecil," keluhnya kepada Anggota DPRD Dumai.

Menurutnya, jika Pemko Dumai benar-benar memiliki niat untuk memberikan bantuan kepada masyarakat nelayan hendaknya beras tersebut layak dikonsumsi sehingga benar- benar dapat membantu meringankan kebutuhan ekonomi keluarga. Janganlah memberi bantuan, tapi kondisi berasnya yang tidak layak konsumsi manusia. Sudahlah warnanya hitam, beras itu mengeluarkan bauk busuk.

"Kami berharap beras bantuan itu yang layak konsumsilah, tak mungkin kami makan beras yang kondisinya tidak menjamin kesehatan, kalau perlu bukti akan saya tunjukkan kesini pak. Kami sebagai orang kecil benar-benar kecewa atas perhatian yang diberikan kepada pemerintah ini," kesal Mahdhalena sembari mendapatkan dukungan dari masyarakat lainnya.

Apa yang disampaikan masyarakat tersebut, Andi Firman, Anggota DPRD Kota Dumai mengaku prihatin dan heran dengan kondisi beras tersebut, Menurutnya DPRD tidak pernah menyetujui anggaran bantuan program raskin untuk pengadaan beras yang tidak layak konsumsi itu. Dengan spontan Andi firman meminta Mahdalena untuk menjemput beras bantuan nelayan yang kebetulan rumahnya tak jauh dari tempat tinggalnya.

Sontak intruksi yang disampaikan Andi Firman tersebut, Ia pun langsung menjemput dan menunjukkan kondisi beras yang kondisinya mengejutkan. Sontak perhatian masyarakat yang hadir dalam reses Andi Firman tertuju kepada karung yang dibawanya. Disaksikan Lurah Pangkalan Sesai Irhamillah, satu persatu warga yang hadir dalam reses turut menyaksikan kondisi beras yang dibawa sekira berbobot 15 kilogram tersebut.

"Waduh ini bukan beras lagi buk, ini sudah makanan binatang. Tolong masalah beras ini ditindaklajuti bagian instansi yang membidangi bantuan ini. Kalau sudah begini caranya tentunya, masyarakat di Kota Dumai akan kecewa dengan tingkah pola yang dilakukan pemerintah dalam bidang sosial dengan dalih memberikan bantuan bentuk kepedulian," pungkasnya.

Ditempat terpisah, Irhamillah Lurah Pangkalan Sesai juga mengaku heran dengan kondisi beras tersebut.Namun diperkirakan rusaknya beras tersebut diakibatkan terlalu lama disimpan di dalam gudang sehingga kondisinya menjadi tak layak konsumsi. "Mungkin karena terlalu lama disimpan, sehingga kondisi beras tersebut menjadi rusak," jelasnya kepada masyarakat setempat.

Dikatakan dia, sejauh ini untuk beras raskin yang biasanya disalurkan pemko dumai mengalami kerusakan baik akibat tersiram minyak maupun rusak Pemko Dumai tidak akan membagikannya dan akan mengganti beras yang layak konsumsi. "Untuk beras raskin, Jika kondisinya rusak akibat tumpahan minyak maupun sejenisnya yang mengakibatkan beras itu rusak pemko dumai tidak akan menyerahkannya," pungkasnya.*


http://dumaisatu.com/view/Ekonomi---Bisnis/2200/Warga-Kembalikan-Raskin-Busuk-ke-DPRD-Dumai.html 

Kamis, 25 April 2013

PPP Tolak Barter Pupuk dengan Beras Myanmar

24 April 2013

RMOL. Fraksi PPP DPR RI sangat menyesalkan kebijakan pemerintah yang telah melakukan Memorandum of Understanding (Mou) imbal beli dengan Myanmar senilai 200 ribu ton pupuk ditukar dengan 500 ribu ton beras. Pasalnya kebijakan ini nyata-nyata bertentangan dengan semangat untuk swasembada beras, dan tidak berpihak pada peningkatan kesejahteraan petani.

Anggota Komisi IV Fraksi PPP, Zainut Tauhid, mengatakan kebijakan imbal beli tersebut dipastikan akan mematikan semangat petani untuk menanam karena kebijakan impor dapat menjatuhkan harga hasil pertanian, sehingga membuat petani semakin terpuruk.

"PPP menolak rencana impor 500 ribu ton beras yang dilakukan pemerintah dari Myanmar," tegas dia dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Rabu (24/4).

Zainut mengatakan ada beberapa alasan kenapa partainya menolak kebijakan imbal balik ini. Pertama, sejak 2006 Indonesia tercatat surplus beras, tahun 2012 surplus 3,5 juta ton, bahkan pemerintah dalam Renstra Kementan menetapkan surplus 10 juta ton pada 2014. Jadi, rencana pemerintah tersebut menyakiti petani nasional, karena membawakan pesan buruk pada waktu yang salah, pada jelang Panen Raya Mei ini.

"Dengan pesan ini, harga beras pasti akan jatuh, atau setidaknya tertahan naik. Adalah tidak elok, sebagai negara terbesar di Asean, Indonesia justru membangun landasan formal untuk impor dari Myanmar," kata Zainut.

Kebijakan ekspor pupuk, lanjut dia, sangat aneh dan menggelikan di saat kebutuhan pupuk dalam negeri masih banyak persoalan. Dari aspek kebutuhan pasar domestik (DMO) masalah itu terlihat di saat petani membutuhkan pupuk sering kali tidak ada di pasaran, baik itu pupuk bersubsidi maupun pupuk non subsisi.

"Kita justru akan menjual pupuk ke luar negeri. Seharusnya kebutuhan pupuk untuk petani didahulukan daripada ekspor," ingatnya.

Alasan terakhir, Myanmar adalah negara yang tidak mampu melindungi etnis minoritas Rohingya dan beberapa tempat lainnya. Sehingga seharusnya Indonesia melakukan protes keras bukan sebaliknya. [dem]
Laporan: Ruslan Tambak

http://polhukam.rmol.co/read/2013/04/24/107788/PPP-Tolak-Pemerintah-Barter-Beras-dengan-Pupuk-Myanmar- 

Rabu, 24 April 2013

Penjualan Raskin Marak di Pasar

24 April 2013

YOGYAKARTA – Penjualan beras untuk warga miskin (raskin) selain dilakukan di seputaran tempat pembagian banyak pula yang dilakukan di pasar tradisional.

Beras yang masih dalam kemasan karung 15 kg itu kemudian dijual kembali ke pedagang beras yang lebih besar. Penelusuran KORAN SINDO YOGYA, warga penerima beras jatah itu, terutama mereka yang berada tidak jauh dari pasar tradisional banyak yang memilih menjual beras miskin (raskin) di pasar. Seperti di Pasar Kelurahan Gedongkiwo, beras-beras yang terkumpul di salah satu pedagang kemudian diambil oleh pedagang menggunakan motor untuk disetorkan ke pedagang beras lain di Pasar Bantul.

Seorang pedagang menyebutkan pembelian raskin itu cukup menguntungkan karena harganyamurahdibandingkanberas lain. Masyarakat penerima jatah tidak sedikit yang menjual beras itu dibandingkan dikonsumsi, terutama setelah penyaluran beras jatah dilakukan tiap bulan. “Mereka yang jual biasanya juga ditukar beras lain,” ucapnya.

Di berbagai pasar lain, ada pula pedagang yang memilih membeli raskin untuk produksi makanan olahan. Sebagaimana disampaikan Ketua Komisi D DPRD Kota Yogyakarta Sujanarko, di kampung Guyangan, Nogotirto Gamping yang masyarakatnya banyak mengolah kupat banyak yang memilih menggunakan beras raskin itu. “Untuk dibuat kupat memang baik karena biasa keras, harganya juga murah,” ucapnya. Fenomena penjualan raskin itu memang sudah lama terjadi dan perlu dilakukan evaluasi masalah kualitas beras yang diberikan. Bilamana tidak dilakukan evaluasi, bukan tidak mungkin kejadian itu akan terus terjadi.

“Masyarakat sendiri kalau diberi (bantuan) juga milih-milih, dan itu sudah lama,” ujarnya. Seperti diberitakan sebelumnya, fenomena penjualan raskin ini banyak terjadi di masyarakat. Banyak pedagang beras yang keliling mendatangi tempat-tempat pembagian raskin. Raskin yang dibeli dari warga ini kemudian dijual kembali ke Bulog. Yono, 54, pedagang asal Kulonprogo kepada KORAN SINDO YOGYA mengaku, setiap bulan mesti datang saat kelurahan yang dituju mulai membagikan raskin.

Pria berusia 55 tahun itu menuturkan, setidaknya di tiap tempat pembagian raskin terutama pada daerah yang jauh dari pasar mesti ada pedagang seperti dia. Beras yang didapat dan masih dalam kemasan karung putih bertuliskan beras Bulog itu kemudian dijual kembali di gudang Bulog yang berada di Kabupaten Bantul. Setidaknya dari pengakuannya lebih dari 10 pedagang yang menjual di gudang itu.

“Beras ini dibawa ke Bulog, 1 kilonya dibeli Rp6.000, di sana banyak juga (beras) yang kembali,” ungkapnya. Kepala Bulog Divre DIY Darsono Imam Yuwono menuturkan, tidak mungkin Bulog membeli langsung raskin yang telah didistribusikan. Apalagi masih dalam kemasan kantong plastik seperti saat dibagikan. Bulog hanya membeli dari mitra kerja dengan persyaratan administrasi komplit dan ada surat kontraknya.

“Dengan sistem yang ada, tidak mungkin Bulog bisa beli langsung. Ada perjanjian, kontrak, dan surat yang cukup ketat,” tandasnya. muji barnugroho/ kuntadi

http://www.koran-sindo.com/node/310539

Indonesia Impor Beras 500.000 Ton Dari Myanmar. Memalukan!!

23 April 2013

[NAY PYI TAM]  Indonesia akan mengimpor beras sejumlah 500.000 ton per tahun dari Myanmar. Impor itu untuk memenuhi kebutuhan beras di Tanah Air.

Hal itu dikemukakan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan di Nay Pyi Tam, ibukota Myanmar, Selasa (23/4).

Gita mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kunjungan selama dua hari (23-24 April 2013) di Myanmar.

Gita menjelaskan, rencana impor itu merupakan satu butir yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) kerja sama antara Indonesia dan Myanmar. MoU itu ditandatangani Gita bersama Menteri Perdagangan Myanmar disaksikan Presiden SBY dan Presiden Myanmar U Thein Sein

Ia menjelaskan rencana impor itu bukan keharusan yang dilakukan tiap tahun. Rencana itu hanya opsi saja. Artinya, jika Myanmar kelebihan beras dan Indonesia sedang kekurangan beras maka kebutuhan 500.000 ton diambil dari Myanmar. "Namun dengan term-term yang jelas dan tegas," kata Gita.

Poin kedua yang tertuang dalam MoU adalah masalah peningkatan perdagangan dan invetasi kedua negara. Menurutnya, Indonesia berencana melakukan investasi secara besar-besar di Myanmar, terutama masalah beras.

"Cukup tinggi produksi dan produktivitas di sini. Maka BUMN atau Bulog masuk ke sini," tegasnya.

Sementara dalam pertemuan bilateral antara dua kepala negara, Gita menjelaskan pemerintah Indonesia sedang mengusahkan peningkatan volume perdangangan dengan Myanmar. Targetnya dalam tiga atau empat tahun ke depan, volume perdagangan mencapai 1 miliar dollar.

"Volume perdagangan saat ini US$ 500 juta Kita surplus US$ 400.  Tiga hingga empat tahun ke depan kita optimis US$ 1 miliar,"   tuturnya.

Dia juga menjelaskan dalam pertemuan bilateral itu, Indonesia juga bertekad meningkatkan investasi di Myanmar khususnya masalah infrastuktur.

Alasannya peluang untuk investasi seperti itu sangat terbuka di Myanmar karena negara tersebut sedang dalam pembangunan besar-besaran.

Menurutnya, BUMN seperti Wijaya Karya perlu ambil peluang yang ada di Myanmar. Sejumlah peluang investasi dan peningkatan kerjasama dalam energi juga dibahas.


"Myanmar sangat butuh batubara. Kita produsesn bartu bara. Maka kita akan bangun pabrik batubara," ungkapnya.

Dia menjelaskan sudah ada 12 persusahan Indonesia di Mynamar. Nilai investasi mencapai US$ 250 juta. Nilai itu akan ditingkatkan dengan lebih banyak lagi memasukkan BUMN di Myanmar.

"Impor beras bukti pemerintah gagal swasembada pangan," kata seorang politisi yang meminta namanya tak disebutkan. [R-14]

http://www.suarapembaruan.com/home/indonesia-impor-beras-500000-ton-dari-myanmar-memalukan/34407

Selasa, 23 April 2013

Raskin ”Kembali” ke Bulog

23 April 2013

YOGYAKARTA – Pembagian beras untuk masyarakat miskin (raskin) tampaknya jauh dari tujuan. Fenomena yang terjadi, raskin yang diterima masyarakat tidak sepenuhnya untuk dinikmati, namun banyak yang dijual kembali ke pedagang.

Kasus jual beli raskin itu dilakukan setelah warga penerima jatah mengambil dari kantor kelurahan. Parahnya, transaksi dilakukan sebelum beras jatah bulanan itu sempat dibawa pulang. Bahkan yang mencengangkan, pengakuan dari pedagang, beras yang dibeli itu dijual kembali ke gudang Bulog dengan harga yang jauh lebih tinggi. Penelusuran yang dilakukan KORAN SINDO YOGYA pada pembagian raskin periode April 2013 di Kelurahan Gedongkiwo, Mantrijeron, Yogyakarta, pedagang beras raskin menunggu dengan kendaraan di lokasi yang tidak jauh dari kantor kelurahan.

Begitu melihat warga membawa karung beras, pedagang pun langsung menawarkan diri untuk membeli. Untuk satu karung beras dengan ukuran 15 kg yang diambil dengan nilai Rp1.600/kg oleh pedagang dibeli dengan harga Rp5.000 /kg. Bila beruntung dalam proses tawar menawar, satu karung beras itu oleh pedagang bisa dihargai sampai Rp80.000. Namun tak semua warga menjual kembali raskin yang diterima, tidak sedikit pula yang membawanya pulang untuk dikonsumsi.

Yono, 54, pedagang asal Kulonprogo yang berhasil ditemui mengatakan, setiap bulannya dia mesti datang pada saat kelurahan yang dituju mulai membagikan raskin. Dalam hitungannya, setidaknya pembagian raskin dilakukan sampai dengan tiga hari. “Kalau sudah selesai nanti pindah ke tempat lain, karena tiap kelurahan itu tidak sama,” katanya. Informasi masyarakat, untuk di Kelurahan Gedongkiwo, beras raskin tiba pada Rabu (17/4) dan pembagian pertama dilakukan pada Kamis (18/4).

Hasil dari berjaga di sekitar lokasi pembagian, Yono mengaku pada hari pertama pembagian dia sampai mendapatkan 16 karung beras atau 240 kg. Kemudian, pada hari berikutnya, beras yang didapat hanya 11 karung dan 10 kg beras. Dari jumlah itu, diketahui ada juga warga yang menjual raskin sebagian dari jatah yang diterima. Pedagang beras yang melakukan aksi pembelian raskin dengan cara seperti itu, tidak hanya dilakukan Yono. Pria berusia 55 tahun itu menuturkan, setidaknya di tiap tempat pembagian raskin terutama pada daerah yang jauh dari pasar mesti ada pedagang seperti dirinya.

Cara yang digunakan tidak jauh berbeda, mereka berjaga di sekitar kantor kelurahan. “Banyak, di daerah lain juga nunggu begini,” terangnya. Beras yang didapat dan masih dalam kemasan karung putih bertuliskan beras Bulog itu diakui Yono kemudian dijual kembali di gudang Bulog yang berada di Kabupaten Bantul. Setidaknya dari pengakuannya lebih dari 10 pedagang yang menjual di gudang itu. “Beras ini dibawa ke Bulog, satu kilonya dibeli Rp6.000, di sana banyak juga (beras) yang kembali,” bebernya.

Pengakuan pedagang beras itu membuka fenomena buruknya kualitas raskin yang selama ini terjadi. Warga penerima jatah raskin pun banyak yang beralasan memilih menjual beras raskin itu karena kadang yang ditemukan, kualitasnya yang didapat buruk, karena baunya yang apek. “Biasanya apek, jadi kadang pilih dijual, uangnya ditambah sedikit bisa untuk beli beras yang kualitasnya baik,” aku seorang warga.

Harus Dilakukan Investigasi

Ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) Widijantoro menyatakan, fenomena beras raskin dijual karena kualitasnya yang buruk memang banyak terjad di masyarakat. Adanya fenomena itu, pemerintah seharusnya tidak hanya melihat masalah ketersediaan beras, namun juga kelayakan beras itu untuk dikonsumsi. Dari kasus penjualan raskin yang banyak dilakukan itu, menunjukkan tidak tercapainya tujuan pemerintah dalam penyaluran raskin kepada warga miskin.

Di sisi lain, pengakuan pedagang yang menjual beras raskin itu ke Bulog patut untuk dilakukan tindakan investigasi. “Kalau itu betul dan Bulog membeli saya kira ini pembohongan publik yang harus diungkap,” tegasnya. Ketua Komisi D DPRD Kota Yogyakarta Sujanarko berpendapat, melihat pengakuan pedagang itu, ada dua kemungkinan terjadi, pertama adanya kongsi dari pejabat Bulog menggunakan dana negara untuk dimainkan. Kemudian kedua pejabat Bulog saling patungan dan bermain sendiri karena melihat adanya keuntungan. “Bila benar kasus ini, dana pembeliannya dari mana, ini yang perlu dipertanyakan,” ulasnya.

Bulog sebagai intansi yang bertugas menjembatani penyaluran raskin dari pemerintah tidak boleh melakukan transaksi pembelian beras miskin dari masyarakat. Bila itu terjadi maka stok beras yang ada secara otomatis akan bertambah. “Bisa jadi yang dikeluarkan tidak menggunakan beras stok lain melainkan yang dibeli sendiri,” tegasnya. ●muji barnugroho

http://www.koran-sindo.com/node/310257

Demo Raskin di Kejari Sidoarjo

22 April 2013

Massa yang menggelar aksi demo Raskin di depan kantor Kejari Sidoarjo
Ratusan warga sidoarjo bersama aliansi LSM Sidoarjo, melakukan aksi demo ke kantor Kejaksaan Negeri Sidoarjo Senin (22/04/2013), Massa menuntut tuntutan Kejaksan Negeri Sidoarjo menindak pemenang tender Beras Miskin (Raskin) yang bermasalah.
Diduga sejak 2011 warga miskin menerima bantuan beras dengan kualitas buruk sehingga banyak warga yang menjual kembali jatah beras yang diterimanya dan ada juga yang mengolahnya menjadi lontong kemudian dijual untuk dapat membeli beras dengan kualitas yang lebih baik. Bukan itu saja, ukuran takaran beras setiap penerimapun juga seringkali berkurang sehingga cepat habis jika dikonsumsi.
Hal ini berlangsung sejak tahun 2011 dan Aliansi LSM Sidoarjo sudah melaporkan CV pemenang tender beras bantuan ini agar ditindak lanjuti oleh jaksa dan pemerintah. namun sayang saat itu tidak ada tanggapan serius karena kurang bukti.
“Saat ini kami menuntut kembali agar Kejari Sidoarjo Menindak pemenang tender yang kongkalingkong dengan pihak pengadaan” ujar Ahmad Sugito kordintaro aksi.
Massa juga meminta Kejari Sidoarjo menangkap koruptor dan bandit raskin, serta menuntut kepada Unit Layanan Pengadaan 16-2013 membatalkan/retender proyek raskin kesra tahun anggaran 2013, karena ada indikasi kongkalingkong dengan ULP 16- 2011.
Aksi massa ini sempat membuat kemacetan karena kendaraan pendemo yang memakan separuh badan jalan Sultan Agung Sidoarjo, hingga petugas Lantas Polres Sidoarjo menutup separuh jalan yang menuju ke arah Surabaya. (SN1)

http://www.sidoarjonews.com/demo-raskin-di-kejari-sidoarjo/#.UXXVc0q8w-o

Tragis, 5,2 Juta Kg raskin di Garut raib

22 April 2013

Sindonews.com - Beras untuk rakyat miskin (Raskin) di Kabupaten Garut diduga raib sebanyak 5,2 juta kg. Sekjen Garut Governance Watch (GGW) Agus Rustandi menjelaskan, raibnya beras raskin sebanyak ini kemungkinan disebabkan oleh adanya praktek pengurangan timbangan.

“Nilai kerugian negara akibat hilangnya beras sebanyak itu diperkirakan mencapai Rp8,3 miliar,” kata Agus Senin (22/4/2013).

Penyusutan timbangan beras, sebut dia, diperoleh dari investigasi terhadap 442 desa yang tersebar pada 42 kecamatan di Kabupaten Garut.

Agus menerangkan, dalam setiap karung berukuran 15 kg, beras yang dibagikan ke masyarakat susut antara 1 hingga 2,5 kg.

“Berdasarkan data yang dimiliki, jumlah penyusutan setiap kecamatan berkisar antara 24 ribu hingga 300 ribu kg. Paling banyak, penyusutan terjadi di Kecamatan Cilawu dan malangbong, dengan jumlah beras yang hilang mencapai 316 kg,” paparnya.

Menurut Agus, berkurangnya jatah beras ini sudah terjadi saat pengiriman dari supplier atau mitra Bulog ke gudang Bolog. Penyusutan juga terjadi saat pendistribusian dari Bolog ke tiap desa.

“Kejadian ini akibat kelalain bulog, karena saat penerimaan dan pengeluaran beras dari gudang tidak ditimbang lagi,” ujarnya.
          
Karenanya, tambah Agus, masyarakat miskin penerima beras harus menanggung risiko kehilangan beras ini. Akibatnya, harga jual beras tidak sesuai dengan ketentuan.

“Seharusnya warga membeli beras sebesar Rp1.600 per kg. Namun karena harus menutupi beras yang hilang, pihak desa menjual beras tersebut seharga Rp2.500-3.000 per kg. Jelas ini sangat merugikan masyarakat,” katanya.

Agus meminta, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut dan aparat penegak hukum untuk mengawasi pendistribusian beras murah ini. Dia menilai, selama ini pengawasan tidak berjalan dengan baik.

“Padahal setiap tahun pemerintah telah mengucurkan dana pengawasan pendistribusian beras murah untuk warga miskin tersebut, baik dari APBN maupun dari APBD,” imbuhnya.

Fani Ferdiansyah

http://daerah.sindonews.com/read/2013/04/22/21/740844/tragis-5-2-juta-kg-raskin-di-garut-raib

"Setiap satu karung raskin menyusut 2 Kg"

22 April 2013

Sindonews.com - Kasus hilangnya 5,2 juta Kg beras miskin (Raskin) di wilayah Kabupaten Garut, dibenarkan seorang Kepala Desa, Asep. Menurutnya, kekurangan penyaluran raskin. tersebut terjadi dalam satu karung yang berisi 15 kg.

“Pada tahun lalu, kekurangan timbangan dalam satu karung berkisar 2 kg. Kalau sekarang masih mendingan hanya berkurangnya 1 kg saja dalam satu karung. Selain itu, kualitasnya pun agak mendingan kalau dibandingkan sebelumnya,” ujarnya, Senin (22/4/2013).

Kepala Sub Divre Perum Bulog Ciamis Arwakhudin Widiarso mengatakan, pihaknya telah berkali-kali menyosialisasikan perihal kemungkinan penyusutan beras kepada masyarakat melalui aparat pemerintah daerah, kecamatan, dan desa.

Menurutnya, masyarakat seharusnya menolak raskin yang berat timbangannya tidak sesuai.

“Sudah ada peraturannya soal mekanisme penerimaan beras raskin. Bila timbangan kurang, maka jangan diterima. Biar kami dari pihak Bulog melakukan klaim kepada pihak penyalur untuk melakukan penggantian. Sudah berkali-kali juga kami ingatkan kepada tiap pengusaha penyalur untuk tidak curang. Lalu selama ini kami sangat jarang sekali menerima keluhan dari pihak desa terkait timbangan kurang. Kalau diam saja, ya tentu masyarakat dirugikan,” tandasnya.

Fani Ferdiansyah
http://daerah.sindonews.com/read/2013/04/22/21/740847/setiap-satu-karung-raskin-menyusut-2-kg

Senin, 22 April 2013

Dewan Minta Raskin Jelek Dikembalikan

22 April 2013

MOJOKERTO – Bulog Divre Suarabaya Selatan di Mojokerto, diminta lebih seleksif dalam mensortir beras yang disalurkan ke warga tak mampu. Pasalnya, beras raskin mutunya jelek dan baunya apek. Itu terjadi di Desa Jolotundo, Lakardowo serta Mojorejo, Kec. Jetis, Kab. Mojokerto.
Siane, Sekdes Jolotundo,  mengakui dari puluhan sak raskin yang diketahui mutunya kurang bagus ada 14 sak. Bulirnya pecah, baunya apek. Temuan itu langsung dilaporkan ke bulog.
Sementara Himawan, Wakil Kepala Bulog Subdivre II Surabaya Selatan di Mojokerto yang membawahi wilayah Jombang dan kab/kota Mojokerto mengatakan, pihaknya secepatnya akan mengganti raskin yang mutunya jelek..
Menurut Nike, anggota dewan dari F PD, kasus di atas membuktikan kalau bulog kurang selektif dalam menyalurkan raskin.
Apakah itu disebabkan mutu raskin yang diterima dari rekanan kurang bagus, ataukah akibat terlalu lama disimpan dalam gudang, ataukah kondisi gudang perlu ada pembenahan.
Dengan pembenahan cepat itu, maka penyaluran raskin ke periode mendatang sudah baik dan tak ada kendala negatif yang muncul terkait penyaluran raskin ke masyarakat.
Sedangkan Senedi anggota komisi A, meminta warga penerima raskkin harus berani menolak raskin yang diterima jika diketahui mutunya jelek. Pasalnya, pengadaan raskin itu menggunakan uang pemerintah yang identik dengan uang rakyat. Ia juga mendesak Bulog berani menindak oknum rekanan nakal yang diketahui menyalurkan raskin bermutu jelek. bas.

http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=13554372e84991a63871e8b520b1fb21&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Staf Khusus SBY Sidak Bantuan Langsung

22 April 2013

Banda Aceh, (Analisa). Asisten Staf khusus Presiden SBY, Fajar Ilham SSos, melakukan inspeksi mendadak (Sidak), Selasa (16/4) dengan menemui sejumlah warga kota penerima bantuan dari pusat dan Pemko Banda Aceh guna mengetahui hasil penyaluran  bantuan selama ini.
Sejumlah daerah yang dikunjungi itu antara lain Gampong Peuniti dan Lampaseh. Selain menemui warga, Fajar juga mewawancarai beberapa warga.
Fajar Ilham didampingi sejumlah Kepala SKPD Pemko Banda Aceh turun ke Peuniti menjumpai Nurhasanah, ibu dua anak cacat. Dia memastikan penyaluran bantuan sosial orang dengan kecacatan berat (ODKB) Kementerian Sosial telah diberikan kepada Miftahul Jannah dan Zul senilai Rp300 ribu/bulan selama tiga tahun.
Selain itu, dia mengunjungi Izzatul Aina yang juga mendapatkan bantuan program kesejahteraan sosial anak dengan kecacatan (PKSADK) senilai Rp300 ribu/bulan dan telah disalurkan Dinsos Kota Banda Aceh sejak tiga tahun lalu.
“Ini merupakan program yang baik. Ternyata perhatian Pemko Banda Aceh untuk penyandang cacat telah berjalan sejak beberapa tahun lalu. Tolong ini dipertahankan dan ditingkatkan,” pintanya.
Terkait distribusi raskin, staf khusus Presiden SBY ini mewawancarai beberapa penduduk Lampaseh. Menurutnya, sistem distribusi sudah bagus, hanya dia meminta supaya jumlah yang disalurkan sesuai dengan data yang ada di tangan pemerintah pusat.
Sebelumnya, Fajar dan rombongan menyempatkan diri meninjau gudang Perum Bulog, Lambaro, dan menyayangkan kualitas beras yang ada di gudang tersebut tidak terlalu baik meski cukup layak dikonsumsi.
Fajar meminta Perum Bulog agar meningkatkan kualitas beras itu sehingga sehat dikonsumsi oleh penerima raskin.
Dia juga mengunjungi Puskesmas Kopelma Darussalam untuk melihat pelayanan terhadap pasien Jamkesmas, memantau proses pelayanan cuci darah di RSUZA Banda Aceh, dan melihat fasilitas rawat inap kelas III di RSUD Meuraxa.
Dia mengakui pelayanan terhadap pasien Jamkesmas dan JKA sudah sesuai harapan seperti yang diakui pasien sendiri. (irn)

http://www.analisadaily.com/news/2013/11156/staf-khusus-sby-sidak-bantuan-langsung/ 

Jumat, 19 April 2013

Petani merugi akibat harga jual gabah turun

16 April 2013

Sindonews.com - Harga jual gabah Jawa Barat (Jabar) berpotensi menurun atau di bawah harga jual dari harga pokok petani (HPP) pemerintah. Turunnya harga gabah akibat hujan yang terus mengguyur sejumlah wilayah pada musim panen raya April ini.

Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar, Entang Sastraatmadja mengakui, musim hujan yang mengguyur sebagian besar wilayah Jabar pada musim panen raya merugikan petani. Harga jual gabah diperkirakan akan lebih rendah dari HPP pemerintah sebesar Rp4.200 per kkilogram (kg).

"Apabila kadar air dalam gabah cukup tinggi, harga gabah di pastikan turun. Harganya bisa jadi berkisar Rp4.000 per kg," katanya, Kamis (18/4/2013).

Menurutnya, harga gabah yang bisa diserap Bulog dengan harga Rp4.200 per kg apabila kadar air dalam gabah tidak lebih dari 14 persen dan kadar hampa maksimal 3 persen.

Standar tersebut, lanjut dia, sulit terpenuhi apabila musim panen raya berbarengan dengan musim penghujan. Karena, untuk mengeringkan gabah, petani mengandalkan sinar matahari. Sementara, saat ini hujan nyaris terjadi setiap hari. Sayangnya, sebagian besar petani di Jabar belum memiliki alat pengering.

"Pertanian di Jabar sebagian besar masih diolah menggunakan cara-cara tradisional. Mereka tidak memiliki alat pengolahan, pengering, serta lumbung penyimpanan gabah. Akibatnya, walaupun harganya turun, mereka terpaksa menjual," jelasnya.

Mestinya, lanjut Entang, pemerintah melalui penyuluh pertanian memberikan edukasi kepada petani. Sehingga, apabila musim panen bertepatan pada musim penghujang, petani tetap mendapatkan harga jual maksimal.

Pada dasarnya, lanjut dia, petani sangat berkeinginan menjual hasil panen padi dalam bentuk beras. Namun, untuk menjual beras, petani membutuhkan lumbung serta alat pengering. Padahal, dengan menjual beras, petani akan mendapatkan nilai jual lebih tinggi. HPP pemerintah untuk beras mencapai Rp6.600 per kg.

http://ekbis.sindonews.com/read/2013/04/18/34/739532/petani-merugi-akibat-harga-jual-gabah-turun

Kamis, 18 April 2013

Bulog Ajukan Impor Beras Ketan

18 April 2013

JAKARTA-Badan Urusan Logistik (Bulog) mengajukan permintaan impor beras ketan, kepada pemerintah. Tahun lalu, impor beras ketan mencapai 231 ribu ton.

"Kami sudah meminta izin impor beras ketan, tetapi belum mendapatkan respon dari Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan," kata Direktur Utama Bulog Sutarto Alimoeso di Jakarta, Rabu (17/4)

Data Bulog menunjukkan, kebutuhan beras ketan rata-rata satu tahun sebesar 350 ribu ton, dengan rincian 200 ribu ton beras ketan utuh, dan 150 ribu ton beras ketan pecah. Tahun lalu, impor beras ketan utuh sebesar 110 ribu ton dan beras ketan pecah sebesar 121 ribu ton.

Menurut Sutarto, untuk mentasbilkan harga beras ketan, Bulog membutuhkan pasokan impor sebesar 10 persen dari total kebutuhan nasional. Dengan jumlah 10 persen beras ketan ditangani pemerintah, maka cukup menjaga harga di pasaran.

Saat ini harga beras ketan mengalami kenaikan rata-rata dari 10 ribu rupiah perkilogram menjadi 17-18 ribu rupiah perkilogram. Kenaikan tersebut terjadi karena menipisnya stok beras ketan. "Saat ini belum masuk panen, dan stok menipis sehingga dibutuhkan pasokan beras ketan impor," paparnya. aan/E-3

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/117301

Rizal Ramli: Bulog Jangan Hanya Urusi Beras

18 April 2013

WE.CO.ID - Mantan kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) Rizal Ramli minta pemerintah segera meningkatkan peran dan fungsi Bulog agar tidak hanya mengurusi beras. Lewat revitalisasi dan reposisi, Bulog bisa menangani produk pangan lain, seperti gula, kedelai, jagung, dan daging sapi. Kebijakan ini bisa menanggulangi dominasi kartel yang selama ini sangat merugikan negara dan rakyat Indonesia.

“Sebaiknya Bulog juga diberi wewenang mengurusi gula, jagung, kedelai, dan daging sapi.  Ini bukan monopoli, tapi hanya untuk stabilisasi harga. Reposisi Bulog justru untuk mengurangi dominasi pengusaha-pengusaha yang beroperasi bagai kartel di sejumlah komoditas tertentu. Lagi pula, dengan perluasan peran dan fungsi ini, Bulog akan memperoleh pendapatan lebih baik sehingga bisa mengurangi subsidi pemerintah. Bahkan tidak mustahil Bulog bisa membiayai program raskin tanpa harus membebani APBN,” ujar Rizal Ramli usai bertemu Kepala Bulog, Sutarto Alimoeso, di Jakarta, Kamis (18/04)

Di sisi lain, Rizal Ramli yang juga mantan Menko Perekonomian ini mengakui, Bulog pernah punya rekam jejak buruk di masa silam. Di masa Orde Baru, Bulog adalah sarang korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta mesin uang untuk kepentingan penguasa. Kendati Kepala Bulog silih berganti, peran seperti itu kembali terus berulang. Akibatnya, hampir semua Kepala Bulog pernah masuk penjara. Boleh dikatakan hanya Jusuf Kalla dan Rizal Ramli yang tidak bermasalah dengan hukum.

Ketika kirisis moneter 1998, International Monetary Fund (IMF) memaksa pemerintah Indonesia memangkas banyak fungsi Bulog dalam hal stabilisasi harga, dan hanya diberikan wewenang untuk mengurusi beras. Namun dalam perjalanannya, ternyata diamputasinya wewenang Bulog itu telah menimbulkan kartel-kartel baru di komoditas gula, kedelai, jagung, dan daging sapi. Mereka sangat leluasa memainkan harga hingga di atas 100% di atas harga internasional yang sangat merugikan rakyat.

“Saya pernah menjadi Kabulog periode 2000-2001. Waktu itu Bulog berhasil saya benahi hingga menjadi transparan dan sangat efisien. Setelah masa saya Bulog memang sempat mengalami hal-hal buruk. Tapi saya yakin, Bulog di bawah pak Sutarto sekarang sudah jauh lebih baik. Dengan menerapkan good corporate governance dan transparansi, Bulog kini bisa diberi kepercayaan untuk juga menangani komoditas selain beras. Gula, jagung, kedelai, dan daging sapi adalah beberapa komoditas yang selama ini dimainkan harganya oleh kelompok Kartel,” papar Rizal Ramli yang juga mantan Menteri Keuangan.

“Kunjungan pak Rizal Ramli kali ini bagi saya bukan sekadar senior yang menjenguk yuniornya. Saya memaknai kunjungan ini sekaligus sebagai dukungan atas kinerja Bulog yang kini makin lebih baik. Saya juga sangat mengapresiasi gagasan pak Rizal Ramli untuk  mereposisi Bulog agar bisa menangani komoditas selain beras. Dengan dukungan beliau dan kepercayaan dari pemerintah, Bulog siap meningkatkan peran dan fungsinya dalam menjaga stabilitas harga beras dan sejumlah komoditas pangan,” ungkap Sutarto.

Dia menambahkan, sejak beberapa waktu terakhir, Bulog sudah mengubah paradigma. Kalau dulu hanya menunggu, kini menjemput bola. Paradigma lama Bulog ibarat kapal pesiar, kini kapal niaga. Dulu sebagai pegawai bahkan birokrat, kini berubah jadi intratrepreneur.  Itulah sebabnya Sutarto yakin, Blog kini siap meningkatkan peran dan fungsinya untuk menangani komoditas lain di luar beras, yaitu kedelai, gula, jagung, dan daging sapi.

Rizal Ramli yang dinobatkan sebagai calon presiden alternatif versi The President Centre ini berpendapat, guna merealisasikan gagasan reposisi dan revitalisasi Bulog tersebut, tidak diperlukan UU khusus. Sebab, akan memerlukan proses panjang dan waktu lama jika harus diterbitkan UU baru.

“Sehubungan dengan itu saya mendesak segera diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur reposisi Bulog. Dalam waktu dekat saya juga akan segera  menemui Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian terkait reposisi peran Bulog tersebut. Sebab, biar bagaimana pun harus ada koordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian agar rencana ini bisa segera direalisasikan,” ungkap penasehat ahli Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ini.

http://wartaekonomi.co.id/berita9395/rizal-ramli-bulog-jangan-hanya-urusi-beras.html

Natuna Surati Bulog Terkait Kualitas Raskin

Kamis, 18 April 2013

RANAI (HK) – Pemerintah Kabupaten Natuna telah melayangkan surat kepada Bulog  Pekanbaru menyusul  beras miskin (raskin) yang disalurkan  Bulog Cabang Ranai  berkualitas rendah.

Demikian dikatakan Kepala Bagian Ekonomi  Pemerintah Kabupaten Natuna, Beni Suparta saat detemui di Kantor Bupati Natuna, Kemarin.

“Ya betul, beras yang dibagikan kepada warga kurang berkualitas, bahkan  warga yang komplain  mengaku kondisi beras sudah berdebu,” kata Beni.

Padahal menurut dia,  berasa yang dibagi sebelumnya  berkualitas baik dan tidak ada warga yang komplain kepada Pemerintah Kabupaten Natuna.

Beni mengatakan,  khusus di Natuna raskin tersebut dibagikan secara gratis kepada merekayang berhak menerimanya sebab sudah disubsidi Pemerintah  Kabupaten Natuna.

“dan letak kurang nyamannya lagi dirasa oleh pemerintah adalah berasmiskin ini selain di subsidi oleh pemerintah pusat disubsidi juga oleh Pemerintah Kabupaten Natuna untuk masayarakat, jadi kaloberasanya dibawah standar atau kurang layak dikonsumsi kan tak enak juga kesannya, padahal beras ini sudah disubsidi habis,” ungkapnya.

Karenanya, kata Beni, pada pertengahan bulan lalu Pemerintah Kabupaten Natuna berinisitif untuk mempertanyakan keberadaan beras tersebut kepada Bulog, “nah oleh kerena  itulah pemerintah kemarin melayangkan surat kepada Bulog guna mempertanyakan kondisi beras tersebut, dan sekaligus kita meminta agar kondisi beras trersebut di perhatikan,” ujarnya.

Surat tersebut, tambah Beni lagi, langsung dilayangkan kepada Bulog Pekanbaru sebab Bulog Cabang Ranai hanya bisa menerima kiraman dari Pekanbaru, “ya kita layangkan langsung ke Pekanbaru, sebab Bulog disini juga kan hanya menerima saja kedatangan beras ini, sebetulnya kasian juga bapak-bapak yang ada di Bulog sini, mereka tidak bisaberbuat dan mengambil keputusan apa-apa, tapi  kita berharap semuanya tidak terulang kembali,” pungkasnya. (cw61).

http://haluankepri.com/natuna/45353-pemkab-natuna-surati-bulog-terkait-kualitas-raskin.html

Rabu, 17 April 2013

Harga Gabah Terjun Bebas

17 April 2013

Muka Petani Indramayu Kecut

INDRAMAYU (Pos Kota) – Panen padi Musim Tanam (MT) Rendeng disambut muka kecut oleh petani di Indramayu, Jawa Barat lantaran panen padi kali ini dibarengi anjloknya harga gabah.
Harga gabah sebelum panen padi berlangsung lebih dari Rp5.000 per Kg untuk gabah kering simpan, namun setelah panen mulai merata di sejumlah kecamatan di Kabupaten Indramayu harganya terjun bebas menjadi hanya Rp3.200 per Kg kualitas gabah kering simpan.
Anjloknya harga gabah sekarang ini karena berlaku hukum ekonomi, dimana jumlah barang melimpah maka harga akan turun. “Harga gabah terus turun. Beberapa waktu yang lalu harganya masih Rp4.500 per Kg gabah kering simpan kini turun drastis menjadi Rp.3.200 per Kg gabah kering simpan,” kata Rakila 54 petani di Desa Bugel, Kecamatan Patrol.
Penurunan harga gabah terjadi berbarengan dengan semakin luasnya areal tanaman padi yang dipanen. Puncak masa panen kata petani berlangsung sekitar dua minggu lagi. Masih banyak sawah petani yang belum dipanen. Terutama di wilayah Kecamatan Sindang, Cantigi, Arahan, Balongan, Juntinyuat, Karangampel dan Krangkeng.
Mengingat harga gabah ditingkat petani di Indramayu sedang anjlok, banyak tengkulak gabah dari Karawang yang memborong gabah petani Indramayu. Tak pelak banyak hasil panen petani yang langsung dibawa tengkulak ke Karawang,(taryani)..
Teks: Gabah hasil panen petani di Kecamatan Losarang dibawa tengkulak ke Karawang.(taryani).

http://www.poskotanews.com/2013/04/17/harga-gabah-terjun-bebas/

Tanpa Antisipasi, Impor Pangan Bakal Habiskan Devisa

17 April 2013

JAKARTA – Pemerintah harus mewaspadai bahwa dana untuk konsumsi pangan nasional ada batasnya sehingga suatu saat bisa habis. Selain menguras devisa negara, impor pangan juga memacu inflasi sehingga pemerintah bisa terjepit menahan infl asi dan impor.

Untuk itu, pemerintah harus segera bertindak mengurangi kebergantungan impor bahan pokok pangan seperti gandum, kedelai, dan jagung. Salah satu cara adalah segera merealisasikan terbentuknya badan pangan nasional agar koordinasi antarkementerian menjadi efektif sehingga memuluskan jalan menuju kemandirian pangan.

Pakar pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, M Maksum, menegaskan hal itu ketika dihubungi, Selasa (16/4). Ia mengungkapkan semua itu terjadi akibat kebijakan salah yang dibiarkan bertahun-tahun dengan prioritas yang selalu salah.

"Bayangkan, akibat cabai dan bawang langka saja negara ini guncang. Apalagi kalau beras langka, bisa lebih besar lagi efek negatifnya. Padahal, dengan mengembangkan holtikultura dalam dua tahun sudah bisa kembali lagi," ujar Maksum.

Ia mengingatkan masalah pangan erat kaitannya dengan kedaulatan sebuah bangsa. Kedaulatan pangan itu esensinya kedaulatan bangsa, sehingga jika Indonesia keranjingan impor pangan maka ini akan melemahkan kedaulatan bangsa. "Kalau kita impor terusmenerus akan menggerus cadangan devisa kita.

Jadi, harus hati-hati kebijakan impor ini," papar dia. Sebenarnya, menurut Maksum, Indonesia memiliki kemampuan untuk membangun kedaulatan pangan karena pemerintah tidak kekurangan sumber anggaran. Selain dari APBN, pemerintah bisa mengalihkan dana subsidi obligasi rekap yang selama ini hanya mensubsidi bankir-bankir kaya, untuk membangun ketahanan pangan.

"Bayangkan kalau dana sekitar 60 hingga 80 triliun rupiah setiap tahun dialihkan ke sektor pertanian, saya yakin pertanian kita akan maju. Swasembada pangan akan terwujud," jelas Maksum.

Sebelumnya dikabarkan, Indonesia kini terperangkap dalam kebijakan ekonomi yang salah sehingga tidak mampu tampil sebagai bangsa yang mandiri. Kebijakan yang salah itu menyebabkan pemerintah terjepit dalam upaya menahan laju infl asi dan membendung aliran impor, khususnya komoditas pangan. Sepanjang Januari-Maret 2013, bahan makanan menjadi komoditas yang menyumbang infl asi terbesar, yakni sebesar 80,95 persen dari total inflasi 2,41 persen.

Sementara impor pangan Indonesia sekitar 100 triliun rupiah setahun. Impor produk holtikultura saja nilainya mencapai 17 triliun rupiah.

Anggaran Pangan

Pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Dani Setiawan, menambahkan pemerintah harus meningkatkan anggaran pangan untuk meningkatkan produktivitas pangan dan pertanian. Soalnya, kebergantungan pada impor akan menggerus devisa dan melemahkan kemampuan intervensi pemerintah dalam jangka panjang.

"Kemampuan intervensi BI untuk atasi infl asi akan menggerus dana puluhan triliun setiap bulan. Daripada seperti itu, seharusnya anggaran sektor pertanian ditingkatkan untuk mendorong produktivitas sekaligus mengurangi kebergantungan impor pangan," jelas dia.

Menurut Dani, belanja APBN untuk modal pertanian sangat minim dan cenderung terus menurun, bahkan sepanjang 7-8 tahun tidak ada investasi besar dari pemerintah untuk sektor pangan dan pertanian, dibandingkan dengan era Orde Baru.

"Di domestik investasi di pertanian menurun terhadap PDB bila dibandingkan belanja negara. Kondisi itu terjadi karena sektor pangan tidak produktif ditambah lagi konversi untuk perkebunan dan pertambangan, kondisinya semakin parah karena perdagangan bebas mendatang," ungkap dia.


http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/117240/hl

Gabah Kering di Bawah HPP Rp 3 Ribu per Kg

16 April 2013

Laporan Reporter Tribun Lampung  Dedi Sutomo

TRIBUNLAMPUNG.co.id -
Harga gabah kering panen (GKP) di sejumlah kecamatan di Lampung Selatan dalam satu bulan terakhir terus mengalami penurunan hingga titik terendah. Kondisi ini di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 3.300 per kilogram. Saat ini harga GKP di sejumlah kecamatan di Bumi Khagom Mufakat hanya mencapai Rp 3.100 per kilogram.

Menurut Mafian, salah seorang pengepul hasil padi petani di Desa Bangunrejo, Kecamatan Ketapang, pada awal panen beberapa waktu lalu harga GKP masih mencapai Rp 3.700 per kilogram.

"Selang satu pekan harga GKP turun menjadi Rp 3.300 per kilogram. Dan saat ini kembali turun menjadi Rp 3.100 perkilogram," terangnya, Selasa (16/4).

Ia mengatakan, penurunan harga gabah di tingkat petani dikarenakan faktor cuaca. Saat musim panen tiba di sejumlah wilayah kecamatan justru masih diguyur hujan. Dampaknya, imbuh dia, kualitas padi pun mengalami penurunan.(dedi/tribunlampung)

Editor : soni

Penggelapan Raskin, Polisi Duga Ada Unsur Korupsi

16 April 2013

SRIPOKU.COM, LAHAT  - Anggota Satuan Tindak Pidana Korupsi (Pidkor) Polres Lahat, masih terus mengembangkan terungkapnya kasus penggelapan raskin tiga desa di Kecamatan Pseksu Kabupaten Lahat. Bahkan kasusnya akan diarahkan ketindak pidana korupsi, kerena dianggap ada unsur merugikan negara.

Polisi juga sudah memanggil dua orang petugas dari Bulog Sub Divisi Regional Lahat, untuk mengetahui seputar distrubusi yang dilakukan.

Kapolres Lahat AKBP Budi Suryanto melalui Kasat Reskrim AKP G Parlaso didampingi Kanit Pidkor Ipda Sopyan, Selasa (16/4/2013) menjelaskan, hingga kini pihaknya masih terus melakukan menyelidikan seputar pengungkapan penggelapan raksin di tiga desa tersebut.

Sebelumnya mereka sudah mengamankan 9 ton raskin, serta sebuah truk yang membawanya. Termasuk tujuh orang yang diduga terkait, salah seorang diantaranya Kades Batu Niding berinisial FR.

Namun pihaknya masih belum menetapkan tersangka, karena masih akan melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan. Selain itu kasus penggelapan tersebut diduga kuat ada indikasi korupsi, yang merugikan negara. Sehingga pihaknya kemungkinan akan mengarahkan kasus tersebut ke ranah tipikor, dan mengembangkan penyidikan pada oknum tertentu yang terlibat.

"Ada dua orang yang kemungkinan kuat akan jadi. Kasus ini akan kami kembangkan, karena diduga ada unsur kerugian negara," ujar Ipda Sopyan.

Tambahnya untuk melengkapi berkas serta menelusuri dugaan tindak korupsi, pihaknya sudah memanggil beberapa orang untuk dimintai keterangan. Termasuk dua orang petugas dari Bulog Sub Divisi Regional Lahat, yang mengetahui proses distribusi raskin untuk tiga desa di Kecamatan Pseksu tersebut. Sehingga bisa dikembangkan lagi, untuk mendapatkan bukti tambahan.

"Bulog Sub Divisi Regional Lahat juga sudah membuat laporan ke polisi," imbuh Sopyan singkat.

Penulis : Tommy Sahara
Editor : Soegeng Haryadi
 

Raskin di Bawah Standar

16 April 2013

KEMENTERIAN Sosial optimistis target penyaluran beras miskin (raskin) tercapai pada kuartal I 2013. Namun, optimisme tersebut diwarnai beberapa persoalan antara lain, kualitas beras yang tidak memadai dan penerima raskin diharapkan tepat sasaran.
Pada 2013, program sasaran sebanyak 15,5 juta rumah tangga sasaran program raskin. Penyalurannya menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial.
Menurut Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penaggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial Hartono Laras, beras miskin yang telah tersalurkan 931.854 ton hingga pertengahan April 2013.
"Telah tersalurkan sekitar 71 persen," kata Hartono kepada Jurnal Nasional di Jakarta, Senin (15/4).
Jumlah yang tersalurkan itu tersebar di beberapa daerah di mana terdapat rumah tangga sasaran.
Menurut dia, penyaluran raskin memiliki sejumlah kendala antara lain, di beberapa daerah ada beras yang dinilai mutunya di bawah standar.
Ia mengimbau kepada warga penerima untuk mengembalikan beras jika mutunya kurang baik. Misalnya beras hancur, berkutu, atau lembab dan kurang putih, Bulog wajib mengganti dengan beras baru yang berkualitas dalam waktu dua hari. "Ada beberapa laporan, misalnya dari Garut, mutu beras masih di bawah standar," ujar Hartono.
Dari pantauan yang dilakukan, beberapa daerah melalui Bulog telah mengganti beras yang dikeluhkan mutunya. Misalnya, di Lampung, Nusa Tenggara Barat (NTB), Ciamis, Jawa Barat, dan Kediri, Jawa Timur.
Menurut dia, mutu beras di bawah standar disebabkan beberapa hal, misalnya, gudang penyimpanan yang tidak baik atau beras yang terlalu lama disimpan di gudang. Dia menjamin stok beras untuk program raskin 2013 aman. Jika memang kurang, Blog di daerah akan menutupnya dari daerah terdekat.
Dia enggan menyampaikan target realisasi raskin yang disalurkan. Saat ini, katanya, yang lebih penting penyaluran diutamakan dari segi ketepatan. "Tepat waktu, tempat jumlahnya, tepat mutu dan tepat sasaran penerimanya," katanya.
Kementerian Sosial menyediakan beras 2,79 juta ton. Sebanyak 15,5 juta rumah tangga sasaran akan mendapat 15 kg beras setiap bulan. Warga penerima hanya menebus Rp1.600 dari harga normal beras Rp7.751 per kg. Sisanya disubsidi pemerintah dengan total dana yang dianggarkan Rp17,19 triliun. n Suriyanto 

http://www.jurnas.com/halaman/11/2013-04-16/241429 

Selasa, 16 April 2013

Mutunya Jelek, Takaran Menyusut

16 April 2013

NGANJUK - Beras jatah untuk masyarakat miskin (raskin) yang disalurkan untuk masyarakat Nganjuk, mutunya jelek dan kurang dari takaran.
Ketua Komisi D DPRD Nganjuk, Sumardi SH, dihubungi disela sidak ke gudang Bulog Divre 5, Nganjuk-Kediri kemarin, telah membuktikan bahwa jatah raskin jauh dari kualitas.

Ditemukan jumlah isi yang ada dalam kemasan tidak sesuai dengan alokasi berat yang seharusnya 15 kg per sak. “Saat ditimbang ada yang 14, 01 kg, ada yang 14,94 kg,  14, 91, " jelas Sumardi ,yang juga Ketua DPD Golkar Nganjuk ini.

Melihat itu, menurut Sumardi, pihak Bulog Divre 5 Nganjuk-Kediri dinilai tidak profesional dan kurang melakukan kontrol. "Kami sudah koordinasi dengan seluruh kecamatan untuk menolak atau mengembalikan ke bulog, jika pada alokasi bulan Mei nanti berasnya masih seperti ini," ujar Sumardi.

Ditemui terpisah, Kasubdivre 5 Bulog Nganjuk-Kediri Arismando, mengakui jika beras yang dialokasikan terjadi penurunan mutu, karena dalam pengadaan beras itu sudah demikian kualitasnya. "Karena dalam pengadaan sudah seperti ini," jelasnya.

Bulog mengaku untuk stok  bulan Mei baru akan dilakukan pengadaan bulan ini. Pihaknya akan mengecek mutu sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan. Dijelaskan, kebutuhan raskin untuk wilayah Nganjuk sebanyak 1.300 ton per bulan yang dialokasikan kepada 80 ribu orang dengan jatah 15 kg per orang.
Harga dasar beras raskin itu Rp  .6500 per kg namun masyarakat dipatok dengan harga Rp 1.500 per kg, karena pemerintah memberi subsidi Rp 5000 per kgnya. ony

http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=d6089c2f64d3a15524d2d6347e51b240&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Presiden SBY: Bulog Harus Bantu Stabilisasi Harga Beras

16 April 2013

Karawang, Jawa Barat: Presiden meminta Badan Urusan Logistik (Bulog) membantu mengatur harga beras yang menguntungkan di tingkat petani, tetap juga tidak memberatkan masyarakat pembeli. Stabilisasi harga harus diberlakukan.
“Bulog juga harus mengatur harga beras dengan baik. Petani dapat penghasilan yang layak, tetapi rakyat juga bisa membeli beras tersebut, ya stabilisasi harga,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam dialog dengan petani dan nelayan di Dusun Jeruk Simer, Desa Rawa Gempol Wetan, Kecamatan Cilamaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Selasa (16/4) siang.
Memang dalam persoalan komoditas ada hukum ekonomi atau pasar yang berlaku, yakni ketika panen dan barang melimpah, harga akan menurun. Begitu sebaliknya. Untuk itulah perlunya stabilisasi harga.
Persoalan fluktuasi harga ini juga dikeluhkan Aep dari kelompok nelayan. Menurut Aep, nelayan garam tidak pernah menikmati harga yang baik saat panen. Presiden SBY memahami persoalan tersebut. Sejak 2004 lalu, SBY sudah mendengar keluhan petani garam.
“Menurut hukum ekonomi, manakala barang melimpah di pasar maka harga cenderung turun, tapi kalau barang kurang maka harga naik. Itu berlaku di seluruh dunia,” Presiden menjelaskan.
Sebelumnya, Presiden SBY menjelaskan, saat ini perekonomian Indonesia tumbuh baik, penerimaan dan belanja negara juga meningkat. Tetapi yang dibangun di seluruh Indonesia itu banyak, sementara APBN selalu ada keterbatasan.
“Pembangunan di Indonesia sangat luas dan tidak hanya berkonsentrasi di sektor pertanian dan perikanan, sehingga pembangunan serta peningkatan harus dilakukan dengan adil, melihat perioritas dan melalui tahapan yang baik,” ujar Presiden.
Isu perubahan iklim yang mengganggu pertanian juga diangkat dalam dialog. Akibat perubahan iklim seluruh negara terkena dampaknya. Oleh karena itu, pemerintah juga telah menjalankan kampanye anti illegal logging.
“Mari kita pelihara lingkungan kita, hutan kita, dengan begitu pertanian kita akan baik,” SBY berpesan.
Seusai berdialog dengan petani dan nelayan, SBY dan Ibu Ani langsung bertolak kembali ke Jakarta. (webpresiden/dik)

http://www.demokrat.or.id/2013/04/presiden-sby-bulog-harus-bantu-stabilisasi-harga-beras/ 

3 Pejabat Bulog Dibui

13 April 2013

Korupsi Beras Miskin Rp 5 Miliar

JLN. JAKARTA (GM) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung resmi menahan tiga tersangka yang diduga terlibat dalam kasus korupsi dana beras untuk rakyat miskin (raskin) tahun anggaran 2008-2010. Akibat perbuatan tiga pejabat Divisi Regional Bulog Jabar tersebut, negara dirugikan sekitar Rp 5 miliar.
Ketiga pejabat itu adalah Wakil Subregional Bulog Jabar berinisial NS, pejabat bendahara berinisial M, dan mantan Kepala Subdivre Bulog Jabar berinisial R. Mereka ditahan pada Kamis (11/4). Kini, para tersangka sudah masuk jeruji besi, tersangka NS ditahan di Lapas Wanita Sukamiskin dan dua lainnya dititipkan di Rumah Tahanan Kebonwaru.

Menurut Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Bandung Rinaldi, para tersangka telah memenuhi panggilan untuk melengkapi berkas persidangan, karena sudah memasuki tahap penuntutan.

"Kami sudah melayangkan surat panggilan empat hari yang lalu, dan mereka baru datang kemarin, dan langsung kami amankan," terang Rinaldi kepada wartawan, Jumat (12/4).

Dijelaskan Rinaldi, meski mereka datang pada hari yang sama, kedatangan para tersangka ini tidak bersamaan. Tersangka M terlebih dahulu datang ke Kejari, disusul NS dan R.

"Mereka kooperatif datang sesuai panggilan. Penahanan ini juga kami lakukan karena sudah ada hasil audit dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)," terangnya.

Rinaldi membeberkan, berkas-berkas pemeriksaan ketiganya diupayakan rampung pekan depan. Setelah berkasnya selesai akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Bandung.

"Kita upayakan selama sepuluh hari berkasnya beres. Kalau tidak, hari Kamis atau Jumat minggu depan. Paling lambat Senin pekan depannya. Mudah-mudahan bisa secepatnya," harap Rinaldi.

Diakui Rinaldi, ada keterlambatan dalam penahanan ketiga tersangka. Pasalnya, pihak kejari harus menunggu terlebih dahulu hasil audit BPKP, terkait kerugian negara akibat perbuatan para tersangka. Rinaldi pernah menargetkan ketiganya akan ditahan pada September 2012.

"Karena laporan dari BPKP tentang kerugian negara baru diterima bulan Maret kemarin, maka penahanan baru bisa dilakukan sekarang," ujarnya.

Mereka telah ditetapkan sebagai tersangka pada kasus korupsi dana raskin 2008-2010. Modus operandi korupsi yang dilakukan para tersangka, yaitu dengan cara memotong biaya operasional untuk kepentingan pribadi. Besaran pemotongan bervariasi.

Seperti telah diberitakan, tersangka R merupakan oknum Bulog Jabar yang ditetapkan sebagai tersangka. R berperan penting dalam kasus ini, karena kewenangannya sebagai Kasub Divre. Posisi strategisnya memungkinkan perputaran anggaran yang diperkirakan merugikan negara Rp 5 miliar. Ada dugaan R menerima dan juga menyalurkan uangnya lagi, jadi bukan hanya menerima.

Ketika proses pemeriksaan saksi berlangsung, Kejari Bandung menerima pengembalian uang sebesar Rp 100 juta. Uang tersebut berasal dari saksi yang merasa menerima, karena dana raskin tersebut berputar di dalam instansi.
(B.110)**

http://www.klik-galamedia.com/3-pejabat-bulog-dibui

Senin, 15 April 2013

Swasta Kendalikan Tata Niaga Pangan

15 April 2013

Hingga saat ini, belum tampak tanda-tanda turunnya ketergantungan atas pangan impor.

JAKARTA - Kestabilan harga pangan di negeri ini sulit dicapai. Jika sebelumnya kenaikan harga pangan hanya terjadi menjelang hari-hari besar seperti Lebaran, Natal dan tahun baru, sekarang kenaikan bisa terjadi sewaktu-waktu dan mendadak.
Mengacu fakta di lapangan, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mensinyalir terjadi penguasaan distribusi pangan oleh pihak tertentu (oligopoli). Selain itu, Henry menilai pemerintah salah menerbitkan kebijakan karena mengekor arahan IMF. Akibatnya, subsidi di sektor pertanian ditekan seminim mungkin dan ekspor bahan mentah ke negara-negara maju ditingkatkan.
Disadari atau tidak, sektor pertanian dan pasar pangan Indonesia mengalami liberalisasi besar-besaran sejak menjadi pasien IMF 1998 silam di mana Indonesia harus meliberalisasikan berbagai sektor, termasuk di antaranya pertanian-pangan.
Liberalisasi itu tidak hanya menyangkut pasar (impor), tapi termasuk kelembagaan dan pendanaan. Tengok saja pada 2003 sekitar 83 persen jenis produk yang masuk ke Indonesia dikenai tarif 0-10 persen, hanya 1 persen produk menerapkan tarif di atas 30 persen.
Ditambah lagi akibat liberalisasi lewat berbagai perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA), baik bilateral seperti FTA Indonesia-Jepang dan Indonesia-China, maupun regional seperti ASEAN-China FTA, ASEAN-Australia-Selandia Baru FTA dan ASEAN-India FTA, bea masuk beras dan gula hanya 30 persen dan susu 5 persen. Tak heran bila tarif bea masuk di Asia, rata-rata tarif Indonesia paling rendah hanya 4,3 persen jauh dibandingkan India rata-rata 35,2 persen, Vietnam 24,9 persen, Jepang 34,0 persen, Thailand 24,2 persen, dan China 17,4 persen.
Orientasi pasar dan absennya pemerintah sebagai stabilisator harga pangan membuat swasta leluasa mengambil alih kendali tata niaga, padahal swasta selalu berorientasi memaksimalkan untung. Jalur distribusi yang konsentris dan oligopolis itu pun terjadi pada dua sumber pasokan pangan yakni produksi domestik dan impor.
Kondisi ini terjadi hampir pada semua komoditas yang volume dan nilai impornya sangat tinggi seperti gandum, gula, kedelai, beras, jagung, daging, dan tak terkecuali bawang (putih maupun merah). Bisa dibilang, bisnis impor ini sudah menjadi political rent-seeking yang gurih di mata pelakunya.
Seiring merosotnya kinerja produksi pangan domestik, produk pangan impor kian membanjiri domestik. Pada 2012 saja, nilai impor pangan mencapai Rp 63,9 triliun, hortikultura mencapai Rp 12,9 triliun dan peternakan mencapai Rp 15,4 triliun. Malahan, saat krisis pangan meledak pada 2008 silam, defisit subsektor pangan hanya mencapai US$ 3,178 miliar, tahun 2011 defisit naik dua kali lipat menjadi US$ 6,439 miliar.
Impor paling besar disumbang gandum, kedelai, beras, jagung, gula, susu, daging, dan bakalan sapi serta buah-buahan dan bawang putih. Saat ini, Indonesia sudah bergantung pada impor 100 persen untuk gandum, 78 persen untuk kedelai, susu 54 persen, gula 54 persen, daging sapi 18 persen, dan 95 persen bawang putih. Hingga saat ini, belum tampak tanda-tanda atas ketergantungan pangan impor ini menurun.
Kembalikan Kedaulatan
Untuk mengembalikan kedaulatan pangan, Henry Saragih menilai pemerintah dapat memulainya dengan menerapkan UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan secara konsisten. Dalam peraturan itu Henry melihat ada ketentuan yang mengatur kelembagaan pangan dan pembatasan impor. Selaras dengan itu, pemerintah dituntut serius menjalankan pembaruan agraria sehingga produksi pertanian dapat ditingkatkan.
“Petani Indonesia tidak punya lahan yang layak, sementara lahan yang ada dibagi-bagikan kepada perkebunan besar,” katanya kepada SH baru-baru ini.
Beberapa kebijakan perdagangan dalam era globalisasi ternyata mengesampingkan kepentingan petani nasional. Padahal, sebagai salah satu sektor pembangun perekonomian nasional, hasil bercocok tanam petani juga menentukan keberhasilan program pemerintah dalam swasembada pangan.
Banyak kalangan mendesak pemerintah mengutamakan perlindungan petani kecil dalam melaksanakan ketentuan UU Pangan. Salah satu amanat UU Pangan adalah membentuk lembaga pangan baru yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Nantinya lembaga pangan baru itu akan dibentuk lewat peraturan presiden (perpres).
Hal itu mengingat ada beberapa lembaga pangan serupa seperti Bulog, Badan Ketahanan Pangan Pertanian (BKP), dan Dewan Ketahanan Pangan (DKP). Presiden harus mengevaluasi kinerja berbagai lembaga itu sehingga apa yang selama ini menjadi kelemahan dari bermacam lembaga itu dapat dibenahi untuk diterapkan di lembaga pangan baru. Dia berharap lembaga tersebut dapat mengintegrasikan lembaga pangan yang ada dalam mengurusi pangan, mulai dari pembentukan kebijakan sampai pengawasan.
Walau mengamanatkan untuk dibentuk lembaga pangan baru, UU Pangan tak menjelaskan siapa pihak yang bertanggung jawab dalam rangka pemenuhan hak pangan untuk rakyat. Akibatnya, ketika muncul kasus kelaparan, pihak yang disasar untuk dimintai tanggung jawabnya seolah tak jelas.
Mestinya, UU Pangan menunjuk siapa yang bertanggung jawab atas hal itu, apakah presiden atau menteri di bidang tertentu. Dengan dibentuknya lembaga pangan yang baru, harapannya lembaga tersebut yang bertanggung jawab jika terjadi kelaparan atau masalah pangan lainnya.
Jika tak ada pihak yang bertanggung jawab atas kasus pangan itu, masalah yang kerap timbul saat ini ketika terjadi masalah yaitu lempar tanggung jawab antarkementerian akan terus terjadi. Ujungnya, petani yang bertindak sebagai produsen pangan kebingungan ketika mau menggugat pihak berwenang atas kebijakan pangan yang dinilai merugikan petani. Untuk menjawab persoalan itu, koalisi berharap lembaga pangan baru dapat melakukannya.
“Kalau petani minta pertanggungjawaban ke kementerian sering kali terjadi lempar tanggung jawab,” kata dia.
Anggota Koalisi dari Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Ruli Ardiansyah, mengatakan lembaga pangan baru itu secara hukum lebih kuat posisinya ketimbang lembaga pangan yang ada saat ini. Pasalnya, lembaga pangan baru itu diamanatkan langsung oleh UU Pangan. Oleh karenanya, ia berharap lembaga itu dapat membenahi karut-marut pengelolaan pangan, khususnya dalam melindungi produsen pangan yaitu petani kecil.
Jika perlindungan terhadap petani itu tak dilakukan, Ruli khawatir kestabilan pangan di Indonesia akan terganggu. Apalagi, pemerintah saat ini cenderung mengutamakan untuk impor produk pangan ketimbang memproduksi sendiri. Walau ada kuota yang ditetapkan pemerintah yang ditujukan untuk membatasi sebuah produk impor, Ruli memandang hal itu tak mampu membendung produk impor.
Pasalnya, Ruli melihat perusahaan swasta dapat dengan mudah mengimpor komoditas pangan. Jika impor yang dilakukan pihak swasta itu tak diawasi maka spekulasi harga pangan berpotensi besar terjadi, sehingga spekulasi itu merugikan petani.
“Dalam mewujudkan kedaulatan pangan, harus mengutamakan produk pangan yang diproduksi petani langsung, jangan industri besar,” ujar Ruli.
Untuk mewujudkan kedaulatan pangan yang sejalan dengan perlindungan terhadap petani, Ruli mengatakan pemerintah harus komitmen menjalankan pembaruan agraria. Dengan menyediakan atau memberikan lahan garapan, petani dapat memproduksi pangan secara berkelanjutan. Menurutnya, hal mendasar yang wajib dipenuhi untuk merealisasikan kedaulatan pangan adalah tanah, infrastruktur pertanian yang mumpuni, harga benih, dan lainnya.
Lemahnya fungsi lembaga pangan yang ada saat ini merugikan petani. Misalnya, bawang petani ketika panen dihargai rendah yaitu Rp 7.000/kilogram. Pada saat belum panen, harga bawang melambung sampai Rp 70.000/kilogram. Ujungnya, kesejahteraan petani tak terjamin dan masyarakat dirugikan dengan mahalnya harga bawang. Hal serupa terjadi pada komoditas pangan lain. Spekulasi itu menurutnya dipengaruhi pula oleh kebijakan impor.
Mengacu hal itu, ia menilai pemerintah cenderung mengutamakan kepentingan impor ketimbang melindungi petani. Padahal, kepentingan petani jumlahnya menyangkut lebih banyak orang ketimbang pengimpor. Walau dalam rangka melindungi petani dan rakyat pemerintah melakukan kebijakan penetapan harga pasar, praktiknya tak efektif karena masuknya produk pangan impor. Untuk membenahi masalah tersebut, semuanya berharap lembaga pangan baru dapat menyelesaikannya.
“Harus bisa mewujudkan kedaulatan pangan dari tingkat produksi sampai pasar,” ucapnya.
Lemahnya Lembaga
Anggota koalisi dari Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan ada beberapa hal yang menyebabkan lemahnya lembaga pangan yang ada untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Seperti BKP (Badan Ketahanan Pangan), lembaga itu dirasa punya kewenangan yang minim, akibatnya kebijakan yang diterbitkan tidak dapat menyentuh persoalan pangan.
Untuk BKP, Said menilai kebijakan yang diterbitkan oleh lembaga itu tak menjamah sampai tingkat kabupaten/kota; sedangkan Bulog dirasa hanya berkutat mengurusi beras. Padahal, pangan tak hanya menyangkut soal beras.
Berdasarkan hal itu Said menilai asas yang ada di bermacam lembaga tersebut hanya fokus di ketahanan pangan yang ujungnya meningkatkan impor pangan. Untuk itu Said menekankan agar lembaga pangan baru yang akan dibentuk nanti berlandaskan perwujudan kedaulatan pangan. Tentunya dalam merealisasikan kedaulatan pangan, Said menegaskan harus melindungi petani.
“Dalam pelaksanaannya, UU Pangan harus mengutamakan perlindungan petani,” ujarnya.
Nilai investasi asing di sektor pangan semakin meningkat. Dia mencatat periode 2010-2011, jumlah investasi mencapai US$ 751 juta dan akhir 2011 meningkat sampai US$ 1,6 miliar. Melihat pesatnya kenaikan itu, tentu akan berdampak buruk pada petani lokal, terutama menyangkut harga jual produk pangan. Pemerintah kerap menuding produksi pangan lokal rendah, sehingga impor dibutuhkan, padahal hal itu terjadi karena pemerintah tak serius.
Misalnya, subsidi untuk sektor pertanian seperti benih dan pengucuran kredit untuk modal tak berjalan baik. Padahal, petani butuh modal yang cukup untuk berproduksi yang kenyataannya petani susah akses modal (kredit-red) karena bank mensyaratkan harus ada jaminan yang jumlahnya tinggi serta cicilan yang per bulan.
Dengan besarnya investasi asing yang masuk, Rahmi memperkirakan besar kemungkinan pemerintah mengutamakan investor. Ujungnya, pengambilalihan lahan akan marak terjadi. Oleh karenanya, Rahmi berharap lembaga pangan baru itu harus memperhatikan kedaulatan produksi dan distribusi pangan.
Liberalisasi
Liberalisasi perdagangan akan mempermudah masuknya produk impor ke Indonesia melalui beberapa perjanjian dan kerja sama antarnegara. Sebut saja China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) dan ASEAN Economic Community yang akan beroperasi mulai 2015.
Implementasi kedua perjanjian ini diyakini bisa mematikan produksi dalam negeri. Pasar domestik dibanjiri produk asing yang harganya jauh lebih murah ketimbang produk pangan yang dihasilkan petani Tanah Air. Bahkan, dari perjanjian tersebut, semua produk dari negara yang tergabung di dalam CAFTA dan AEC dibebaskan bea masuk dan tarif.
Impor Lebih Murah
Menurut Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Sutrisno Iwantono, kebijakan tersebut tidak mendukung program swasembada pemerintah. Pasalnya, penawaran harga bahan pangan impor jauh lebih murah ketimbang produk dalam negeri. Akibatnya, petani tidak menikmati untung dan enggan bercocok tanam karena tak mendapatkan perlindungan dari pemerintah di tengah maraknya liberalisasi perdagangan.
Perlu disayangkan memang jika sikap pemerintah yang terkesan tunduk terhadap China. Ia menilai, perjanjian tersebut dibuat berdasarkan kepentingan China, sementara merugikan petani dalam negeri. Lagi pula, World Trade Organization (WTO) masih memberikan peluang kepada setiap negara anggota untuk mengenakan bea masuk maksimal 40 persen untuk sektor pangan.
Selain itu, guna mendukung program swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah, bea masuk dan tarif impor bahan pangan sebaiknya dikembalikan lagi ke petani. Caranya, memberikan pupuk yang baik, bibit yang berkualitas dan menerbitkan kebijakan yang melindungi petani dalam negeri.
Kebijakan bea masuk nol persen ini dimafaatkan para importir untuk memonopoli pasar. Para importir bisa mengatur pasar karena mendapatkan impor bahan pangan dengan harga yang lebih rendah dan menyimpannya pada gudang-gudang yang tidak pernah didata pemerintah.
Guna menghindari munculnya kartel pangan di lapangan, selain menerapkan pengenaan bea masuk terhadap impor bahan pangan, pemerintah harus memperbanyak jumlah importir. Tujuannya untuk membuat pasar menjadi bersaing dan tidak hanya dikuasai satu atau dua orang.
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Ketua Bidang Pengkajian, Munrokim Misanam, menuturkan seharusnya produk hortikultura dikenakan bea masuk dan tarif. Pengenaan bea masuk dan tarif ini penting mengingat hortikultura masuk dalam kategori highly sensitive. Lagi-lagi, liberalisasi perdagangan menjadi penghalang dalam menyelamatkan produk dalam negeri.
“Ada penghalangnya antara lain CAFTA, AEC, UU KPPU dan keterlibatan aparat yang kurang di lapangan dalam menindak pelaku kartel,” katanya.
Ekonom Senior Insitute for Development of Economic Finance (INDEF), Bustanul Arifin, menilai aturan CAFTA tak mutlak harus dilakukan pemerintah. Apalagi, jika produk impor tersebut bukanlah produk asli negara yang mengimpor. Aturan CAFTA sebenarnya tidak mutlak karena masih ada aturan rule of original country.
Kalau produk itu bukan asli dari negara pengimpor, boleh dikenakan bea masuk. Kekhawatiran pemerintah selama ini, menurutnya, jika pemerintah menerapkan bea masuk kepada produk hortikultura seperti bawang, China akan mengimpor ke Singapura untuk kemudian diteruskan ke Indonesia.
Padahal, logikanya, menurut Bustanul, produk impor tersebut tetap akan dikenai bea masuk karena bukanlah produk asli Singapura. Hanya saja, pemerintah harus bekerja keras untuk memperbaiki sistem pangan dalam negeri sehingga tak tergantung pada impor. 

Sumber : Sinar Harapan
 Caca Casriwan

Raskin di Kabupaten Garut Bau Apek dan Berkutu

15 April 2013

INILAH, Garut - Kualitas beras untuk rumah tangga miskin (raskin) yang buruk di Kabupaten Garut kembali dikeluhkan warga. Penyusutan takaran raskin masih terusmewarnai pendistribusian raskin di Kabupaten Garut hingga kini.

Seperti raskin diterima warga di Kelurahan Ciwalen Kecamatan Garut Kota pada Jumat (12/4/2013) lalu. Raskin terima mereka berbau apek kehitam-hitaman, dan terdapat banyak kutu. Per karung raskin seberat 15 kilogram diterima warga juga rata-rata mengalami penyusutan hingga sekitar 2 kilogram.

Menurut Ketua Rukun Tetangga 05 di kawasan Rukun Warga 04 Kampung Kebon Kalapa, Dadang (53), semula dia hanya melihat ada kutu pada salah satu karung beras raskin begitu kiriman raskin diterimanya.

Penasaran, dia lalu melakukan pemeriksaan terhadap karung-karung raskin lainnya. Hasilnya cukup mencengangkan. Beras pada karung-karung lainnya berkondisi sama, banyak kutu dan berbau apek.

"Kualitas rakin pada bulan April ini sangat buruk, dan tak laik konsumsi. Tapi kita tak sempat mengembalikannya ke Dolog. Beras langsung dijemur agar kutunya hilang. Tapi kalau bulan depan kualitas raskinnya seperti ini, kita akan serahkan berasnya ke Bupati," tandas Dadang,Minggu (14/4/2013),

Senada dikemukakan Ketua Rukun Warga (RW) 04, Johan. Dia menyebutkan, selain kualitas beras sangat buruk, timbangan jatah raskin per karungnya yang diterima untuk didistribusikan ke warga selalu kurang dari seharusnya. Penyusutannya mencapai sekitar 1 kilogram hingga 2 kilogram per karung kemasan 15 kilogram.

Johan menuturkan, jatah raskin untuk RW 04 mencapai sebanyak 17 karung per bulan, dari sebelumnya sebanyak 39 karung per bulan. Setiap rumah tangga sasaran dari sebanyak 87 rumah tangga sasaran raskin di lingkungan RW 04 mendapatkan jatah sekitar 2,5 kilogram, dengan harga pembelian ditebus warga sebesar Rp13.000.

Dari pihak Dolog Garut sendiri, harga raskin dipatok sebesar Rp1.800 per kilogram.
"Nah, selisih harga atau kelebihan harga ini kita gunakan untuk menutupi kekurangan timbangan beras yang kita terima dari Dolog itu. Hitungan dari Dolog-nya kan 15 kilogram per karung," ujar Johan.

Terpisah, Kepala Kelurahan Ciwalen, Uus Hasbuloh, mengakui bila pihaknya sebelumnya pernah menerima raskin untuk warga Kelurahan Ciwalen berkualitas buruk. Beras berbau apek, penuh kutu, dan tampak memar kehitaman.

"Tapi waktu itu, kita sempat menolaknya dan langsung mengembalikannya ke kantor Dolog. Sebab ketika itu, kutu beras sangat banyak. Sampai-sampai, kutu-kutu dari setiap karung beras itu keluar berkeliaran memenuhi ruangan kelurahan. Kalau yang sekarang, kami belum menerima laporan, karena baru dibagikan Jumat kemarin. Sedangkan Sabtu dan Minggu kan libur," papar Uus.

Dia tak memungkiri kasus buruknya kualitas raskin diterima warga di lingkungan Kelurahan Ciwalen kembali terjadi. Apalagi biasanya, pengecekan kualitas beras tidak dilakukan pada setiap karung melainkan beberapa karung beras sebagai sampel.

"Pengecekan hanya dilakukan terhadap sekitar 12 karung sebagai sampel. Padahal memang kiriman raskin ke Kelurahan Ciwalen ini setiap bulannya mencapai 300 buah karung, atau setara 3 ton beras. Soal penyusutan, itu biasa terjadi sejak lama," ujar Uus.

Buruknya kualitas raskin juga sempat dikeluhkan warga Desa Wanakerta Kecamatan Cibatu. Tak jauh berbeda dengan kondisi raskin diterima warga Kelurahan Ciwalen, beras diterima warga Desa Wanakerta juga banyak berkutu, kotor kehitaman, dan berbau apek.
"Enggak tahu kenapa bisa jelek begini. Padahal kiriman raskin sebelumnya tak seburuk ini," kata Robi bin Efendi, salah seorang warga.[den]

http://m.inilah.com/read/detail/1978178/raskin-di-kabupaten-garut-bau-apek-dan-berkutu